KPK Tahan 2 Tersangka Korupsi Shelter Tsunami di NTB, Negara Rugi Rp 18 Miliar

30 Desember 2024 19:14 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menjerat dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan tempat evakuasi sementara atau shelter tsunami oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan, Kegiatan Pelaksanaan Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2014.
ADVERTISEMENT
Kedua tersangka yang dijerat yakni:
Seperti apa kasusnya?
KPK menggelar konpers penahanan tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di NTB, Senin (30/12/2024). Foto: Youtube/KPK RI
Pada 2012, BNPB menyusun master plan Pengurangan Resiko Bencana Tsunami yang di dalamnya mencakup perencanaan kerja pembangunan shelter tsunami, pengadaan alat peringatan dini tsunami, edukasi dan pemberdayaan masyarakat, dan lainnya.
Dalam masterplan tersebut, disebutkan bahwa shelter tsunami harus tahan terhadap gempa dengan kekuatan 9 skala Richter.
Pada 21 April 2014, terdapat surat nomor: KU.01.08-Cb/545 dari Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian PUPR, Adjar Parjudi, kepada Ika Sri Rezeki selaku Kepala SNVT PBL Provinsi NTB perihal pembangunan shelter tsunami.
Dalam surat tersebut, Adjar meminta Ika Sri melakukan pengadaan pekerjaan shelter tsunami itu dengan anggaran Rp 23.268.000.784.
ADVERTISEMENT
Kemudian, PPK proyek itu Aprialely Nirmala menyerahkan soft file Detail Engineering Design (DED) pada pertengahan Maret 2014 kepada Ditjen PBL kepada Sadimin.
"Dengan alasan tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan pembangunan gedung termasuk melakukan perubahan DED, maka Saudari Aprialely Nirmala meminta bantuan kepada Saudara Sadimin (Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PU NTB) untuk mengubah DED Pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES)/Shelter Tsunami di Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Saudari Aprialely Nirmala selaku PPK tidak mengetahui landasan atau dasar ilmiah apa yang digunakan sebagai dasar perubahan DED tersebut," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Senin (30/12).
Selain mengubah desain, Aprialely juga diduga menurunkan spesifikasi kajian pembangunan shelter tsunami itu. Beberapa di antara perbuatannya:
ADVERTISEMENT
"Selain itu dalam perubahan gambar DED tersebut, tidak digambarkan balok ramp (jalur evakuasi yang menghubungkan antar lantai) sesuai dengan gambar pra desain yang terdapat dalam Laporan Akhir Perencanaan (satu kesatuan dalam dokumen perencanaan). Kondisi tersebut menyebabkan perkuatan ramp terlalu kecil dan kondisi ramp hancur pada saat terjadi gempa," kata Asep.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu (kiri) dan Jubir KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding (kanan) menyampaikan keterangan pers terkait penahanan Ketua Kelompok Kerja Pengadaan Pembangunan Stadion Mandala Krida. Foto: Fauzan/Antara Foto
Kemudian, pada Mei 2014, Aprialely mendapat perintah dari Ika Sri melakukan lelang proyek. Proyek tersebut diatur sedemikian rupa. Pemenangnya adalah PT Waskita Karya.
ADVERTISEMENT
Pada 25 Juni 2014, Agus Herijanto diangkat Kepala Proyek PT Waskita Karya (Persero) Tbk pada pembangunan Shelter Tsunami tersebut.
Lalu pada 2 Juli 2014, diadakan rapat persiapan pelaksanaan pembangunan Shelter Desa. Dalam diskusi itu, terungkap sejumlah kekurangan dalam rencana proyek tersebut mulai dari kekurangan gambar pada tangga, ramp, hingga penulangan lantai dasar.
Pihak Waskita Karya kemudian meminta agar kekurangan tersebut dilengkapi oleh Aprialely selaku PPK.
Dari rapat persiapan tersebut, kata Asep, Aprialely dan Agus sudah tahu bahwa dokumen lelang kondisinya masih tidak layak dijadikan sebagai acuan kerja, Namun tetap diusulkan.
Pada November 2014, Aprialely berkunjung ke lapangan dan bertemu dengan Agus serta pihak Waskita Karya. Pada saat itu, Agus menyampaikan kepada Aprialely bahwa setelah dilakukan pemasangan besi atau pembesian pada ramp, diketahui bentangan ramp terlalu panjang dibutuhkan tambahan kolom struktur dan balok pengaku di area ramp.
ADVERTISEMENT
Sehingga, Agus meminta pengajuan anggaran tambahan terkait dengan pemasangan kolom struktur dan balok pengaku. Menurut Asep, Aprialely terkejut mendengar informasi tersebut.
Dia kemudian menyampaikan kepada Agus kenapa baru sekarang menyampaikan kondisi tersebut. Sedangkan kondisi saat itu sudah mau tutup tahun. Kemudian Aprialely mengizinkan untuk memasang kolom struktur dan balok pengaku tersebut, tetapi tidak bisa membayarkan.
"Pada saat Aprialely Nirmala menyampaikan bahwa yang bersangkutan tidak bisa membayarkan terkait rencana penambahan item pekerjaan yaitu pemasangan kolom struktur dan balok pengaku tersebut, Agus Herijanto kecewa," kata Asep.
Suasana tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami yang terbengkalai di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Kamis (8/8/2024). Foto: Dhimas Budi Pratama/ANTARA Foto
Kemudian, pada 2 Juli 2024, pada saat rapat persiapan pelaksanaan pembangunan shelter NTB, sudah diketahui banyak kekurangan tetapi sampai November 2014 tetap tidak ada perbaikan.
ADVERTISEMENT
Dalam pembangunan proyek itu, Agus Herijanto diketahui telah melakukan penyimpangan keuangan juga. Nilainya besar.
"Agus Herijanto selaku Kepala Proyek PT Waskita Karya (Persero), Tbk, telah melakukan penyimpangan keuangan dengan nilai sekitar Rp 1.302.309.220," kata Asep.
Pada Januari 2015, kondisi shelter tersebut sebagai berikut:
Ternak sapi milik warga berkeliaran di area tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami yang terbengkalai di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Kamis (8/8/2024). Foto: Dhimas Budi Pratama/ANTARA Foto
Kemudian, pada tanggal 5 Agustus 2018, terjadi gempa bumi berkekuatan 7,0 SR. Kondisi shelter rusak berat dan tidak bisa digunakan untuk berlindung.
Pembangunan tersebut pun membuat rugi negara karena shelter tidak dapat dipergunakan. "Menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 18.486.700.654," kata Asep.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Keduanya pun kini ditahan KPK selama 20 hari pertama di Rutan Klas I Jakarta Timur.