KPK Tahan 3 Tersangka Korupsi Truk dan Rescue Carrier Rp 20 M di Basarnas

25 Juni 2024 20:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers penahanan tersangka korupsi di Basarnas di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers penahanan tersangka korupsi di Basarnas di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK menahan tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4 WD dan rescue carrier vehicle tahun 2012-2018 di lingkungan Badan SAR Nasional (Basarnas).
ADVERTISEMENT
Mereka adalah mantan Sestama Basarnas, Max Ruland Boseke; eks Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas, Anjar Sulistiyono; serta Direktur CV Delima Mandiri William Widarta.
"Para Tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 25 Juni 2024 sampai dengan 14 Juli 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK," ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (25/6).
Kasus ini bermula saat Basarnas mengajukan usulan Rencana Kerja Anggaran dan Kementerian berdasarkan Rencana Strategis Badan SAR Nasional Tahun 2010-2014 pada November 2013. Salah satu usulannya adalah terkait pengadaan truk angkut personel 4 WD sebesar Rp 47,6 miliar dan rescue carrier vehicle sebesar Rp 48,7 miliar.
ADVERTISEMENT
Setelah DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Basarnas ditetapkan pada Januari 2014, Max selaku Kuasa Pengguna Anggaran diduga memberikan daftar calon pemenang lelang kepada Anjar dan Tim Pokja Pengadaan Basarnas. Diduga, sebelum lelang dilakukan, sudah ada pemenang yang akan dikondisikan.
"Termasuk pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD dan Rescue Carrier Vehicle yang akan dimenangkan oleh PT TAP (Trikarya Abadi Prima), yaitu perusahaan yang dikuasai dan dikendalikan oleh Saudara WLW," terang Asep.
Kemudian, Anjar pun menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) untuk pengadaan kendaraan tersebut menggunakan data harga dan spesifikasi yang disusun oleh anak buah William.
Menurut Asep, HPS mestinya disusun berdasarkan data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya pengadaan.
ADVERTISEMENT
"Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Pasal 66 Ayat (7)," tutur Asep.
Pada Februari 2014, lelang kemudian dilakukan dan diikuti oleh William dengan menggunakan nama perusahaan PT TAP dan perusahaan pendamping PT ORM (Omega Raya Mandiri) dan PT GIM (Gapura Intan Mandiri).
Sebulan kemudian, PT TAP pun diumumkan sebagai pemenang lelang, yang dinilai ada kejanggalan.
"Pada Maret 2014, Tim Pokja Basarnas mengumumkan PT TAP menjadi pemenang dalam pengadaan truk angkut personel 4 WD dan rescue carrier vehicle, yang diketahui telah terdapat persekongkolan dalam pengadaan tersebut dan terdapat kesamaan IP Address peserta, surat dukungan, serta dokumen teknis penawaran dari PT TAP dan perusahaan pendampingnya, yaitu PT ORM dan PT GIM," kata dia.
ADVERTISEMENT
Pada Mei 2014, PT TAP pun menerima pembayaran uang muka pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD sebesar Rp 8,5 miliar dan untuk pengadaan rescue carrier vehicle sebesar Rp 8,7 miliar.
Kemudian, pada Juni 2014, Max disebut menerima uang sebesar Rp 2,5 miliar dalam bentuk ATM atas nama William dan slip tarik tunai yang telah ditandatangani oleh William.
Uang Rp 2,5 miliar itu kemudian digunakan Max untuk pembelian ikan hias dan belanja kebutuhan pribadinya. Asep menyebut, perbuatan para tersangka ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 20,4 miliar.
"Berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP, ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 20,4 miliar dalam kegiatan pengadaan truk angkut personel 4 WD dan rescue carrier vehicle tahun 2014 pada Badan SAR Nasional," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.