Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
KPK Terima Pengembalian Uang Rp 22 M dari 3 BUMN Terkait Korupsi Gedung IPDN
12 Mei 2022 17:40 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketiga perusahaan yang dimaksud yakni PT Hutama Karya (PT.HK); PT Wijaya Karya (PT.WK) serta PT Adhi Karya (PT.AK).
"Sejauh ini KPK telah menerima pengembalian kerugian keuangan negara ya cicilan pengembalian kerugian keuangan negara dari 3 BUMN," kata juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (12/5).
Ketiga perusahaan tersebut menggarap proyek pembangunan gedung IPDN di beberapa daerah yang kemudian terindikasi korupsi.
Untuk proyek pembangunan gedung IPDN di wilayah Agam, Sumatera Barat dan Rokan Hilir Riau, dikerjakan oleh PT Hutama Karya. Diduga kerugian negara sekitar sebesar Rp 34,8 miliar dan Rp 22, miliar. PT Hutama Karya telah menyetorkan uang Rp 10 miliar ke rekening KPK.
Lalu untuk proyek pembangunan gedung IPDN di Gowa, Sulawesi Selatan, kerugian keuangan negara sekitar sebesar Rp 27,2 miliar. PT Waskita Karya menyetorkan Rp 7 miliar ke rekening penampungan KPK.
ADVERTISEMENT
Kemudian untuk proyek pembangunan gedung IPDN di Minahasa, Sulawesi Utara, dari nilai kerugian keuangan negara sekitar sebesar Rp 19,7 miliar. Telah dilakukan penyetoran melalui rekening penampungan KPK sejumlah Rp 5 miliar dari PT Adhi Karya.
Sehingga dari tiga pengembalian tersebut, telah diterima Rp 22 miliar oleh KPK.
Ali mengapresiasi atas sikap kooperatif yang ditunjukkan oleh tiga BUMN yang secara sadar membayar bertahap seluruh kerugian keuangan negara yang dibebankan.
"Kami masih menunggu pelunasan pembayaran atas kerugian keuangan negara dimaksud. Kami berharap bisa segera juga dari ketiga ini ketiga BUMN ini bisa melunasi dari kerugian keuangan negara di maksud," kata Ali.
Ke depan, Ali memastikan pihaknya akan terus mengejar dan melakukan upaya yang dibutuhkan untuk memulihkan aset negara yang terdampak akibat tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
"Sekali lagi karena kebijakan KPK saat ini tidak hanya fokus kepada mengenai pemidanaan badan yaitu membawa para tersangka, perseorangan, ataupun korporasi tapi bagaimana asset recovery menjadi penting di dalam proses penegakan hukum atau pun di bidang penindakan ini," ucapnya.
Perkara bermula atas dugaan bagi-bagi proyek pembangunan gedung IPDN yang melibatkan nama Dudy Jocom selaku pejabat pembuat komitmen pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dalam sebuah pertemuan dengan para pengembang, disepakati bahwa tiap-tiap pengembang memperoleh jatahnya masing-masing dengan rincian PT Adhi Karya mengerjakan kampus IPDN di Sulut, PT Waskita Karya untuk kampus IPDN di Gowa Sulawesi Selatan, dan PT Hutama Karya mengerjakan di Agam, Sumatera Barat, dan Rokan Hilir, Riau.
ADVERTISEMENT
Dudy Jocom sudah diadili dan divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 1 bulan kurungan oleh majelis hakim. Ia dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proyek pembangunan Gedung Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Bukittinggi di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat pada Tahun Anggaran 2011.
Dudy Jocom dinilai mendapatkan fee proyek pembangunan kampus IPDN Kabupaten Agam sebesar Rp 4,2 miliar. Uang diberikan dalam melalui Mulyawan pada 23 Desember 2011 sebesar Rp 500 juta, 3 Januari 2012 sebesar Rp 1 miliar, Februari 2012 sebesar Rp 1,4 miliar, Maret 2012 sebesar Rp 800 juta dan Mei 2012 sebesar Rp 500 juta.
Atas penerimaan fee tersebut, Dudy juga dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 4,2 miliar.
ADVERTISEMENT
Dudy Jocom adalah Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen untuk TA 2011 untuk proyek pembangunan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dengan pagu anggaran total Rp 519,48 miliar, termasuk di dalamnya pembangunan kampus IPDN Bukittinggi di kabupaten Agam sebesar Rp 127,893 miliar.
Dia juga kembali menjadi tersangka KPK untuk kasus korupsi pembangunan gedung IPDN lainnya. Hingga saat ini, tahapan kasusnya masih dalam proses penyidikan.