KPK Tetapkan Kakanwil BPN Provinsi Riau Sebagai Tersangka

27 Oktober 2022 19:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
KPK menetapkan M. Syahrir selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap terkait perpanjangan hak guna usaha (HGU) di Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau.
ADVERTISEMENT
"KPK melakukan penyelidikan dan menemukan adanya peristiwa pidana sehingga meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan, dengan menetapkan dan mengumumkan beberapa pihak sebagai tersangka, yaitu MS (M. Syahrir), Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (27/10).
Dia dijerat bersama dua orang lainnya yakni:
Keduanya dijerat sebagai pihak pemberi suap. Pada hari ini, penyidik menahan Frank Wijaya.
"Untuk kepentingan penyidikan maka Tim Penyidik melakukan penahanan pada Tersangka FW (Frank Wijaya) untuk 20 hari pertama, terhitung dari tanggal 27 Oktober 2022 sampai dengan 15 November 2022 di Rutan Polres Jakarta Selatan," kata Firli.
ADVERTISEMENT
Firli mengingatkan kepada M. Syahrir untuk memenuhi panggilan penyidik KPK. Tim KPK akan melakukan penjadwalan pemanggilan dan mengimbau agar dia kooperatif.
Sementara satu tersangka lainnya, yakni Sudarso, tengah menjalani pidana di Lapas Sukamiskin, Bandung, terkait kasus korupsi juga.
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutterstock

Suap di BPN Riau

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap yang menjerat Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi.
Bermula ketika Frank selaku pemegang saham PT Adimulia Agrolestari memerintahkan Sudarso untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari yang akan berakhir masa berlakunya di tahun 2024.
Menindaklanjutinya, Sudarso menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan Syahrir selaku Kakanwil BPN untuk membahas perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari tersebut.
ADVERTISEMENT
Kemudian sekitar Agustus 2021, Sudarso menyiapkan seluruh dokumen administrasi pengurusan HGU dengan luas 3300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi, salah satunya ditujukan kepada Syahrir.
"SDR (Sudarso) kemudian menemui MS (Syahrir) di rumah dinas jabatannya dan dalam pertemuan tersebut kemudian diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp 3,5 miliar dalam bentuk dolar singapura dengan pembagian 40 sampai 60 % sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA (Adimulia Agrolestari)," kata Firli.
Dari pertemuan tersebut, Sudarso lalu melaporkan permintaan Syahrir kepada Frank. Kemudian Sudarso mengajukan permintaan uang SGD 120.000 (setara dengan Rp 1,2 miliar) ke kas PT Adimulia Agrolestari yang disetujui oleh Frank.
"Sekitar September 2021, atas permintaan MS (M. Syahrir) penyerahan uang SGD 120.000 dari SDR (Sudarso) dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apa pun," kata Firli.
ADVERTISEMENT
Setelah menerima uang tersebut, Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU perusahaan PT Adimulia Agrolestari dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar.
Atas rekomendasi Syahrir, Frank kemudian menugaskan Sudarso mengajukan surat permohonan ke Andi Putra agar kebun PT Adimulia Agrolestari disetujui menjadi kebun kemitraan di Kampar.
Kemudian dilakukan pertemuan antara Sudarso dengan Andi Putra. Dalam kesempatan itu, Andi Putra menyampaikan kebiasaan mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan dibutuhkan dana Rp 2 miliar.
"Diduga telah terjadi kesepakatan antara AP dengan SDR dan hal ini juga atas sepengetahuan FW terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut," kata Firli.
ADVERTISEMENT
Sebagai tanda jadi, pada September 2021, Sudarso memberikan Rp 500 juta ke Andi Putra.
Kemudian pada 18 Oktober 2021, Sudarso kembali menyerahkan uang Rp 200 juta kepada Andi Putra. Belum rampung pemberian uang itu, KPK melakukan penangkapan.
Atas perbuatannya, Frank dan Sudarso dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Syahrir dijerat dengan pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Tipikor.
Sedangkan Andi Putra sudah divonis hukuman 5 tahun dan 7 bulan atas kasus korupsi pengurusan HGU tersebut. Penjeratan 3 tersangka tersebut merupakan pengembangan kasus Andi Putra.
ADVERTISEMENT