KPK: Transaksi Suap Pajak Pejabat KPP Pare di Blok M, Dekat Kantor Penegak Hukum

5 Agustus 2022 19:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada KPP Pare, Jawa Timur, Abdul Rachman mengenakan rompi tahanan usai diperiksa di gedung KPK Jakarta, Jumat (5/8/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada KPP Pare, Jawa Timur, Abdul Rachman mengenakan rompi tahanan usai diperiksa di gedung KPK Jakarta, Jumat (5/8/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK mengungkap praktik dugaan suap pengurusan restitusi pajak di Kantor Pajak Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur. Transaksi suap bahkan terjadi di dekat kantor penegak hukum.
ADVERTISEMENT
Ada tiga tersangka dalam kasus ini. Yakni Tri Atmoko selaku Kuasa Joint Operation (JO) CRBC (China Road and Bridge Corporation), PT WIKA (Wijaya Karya), dan PT PP (Pembangunan Perumahan); Abdul Rachman selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada KPP Pare; dan Suheri selaku perantara suap.
Tri Atmoko merupakan tersangka pemberi suap. Sementara Abdul Rachman dan Suheri merupakan tersangka penerima suap.
Joint Operation (JO) antara CRBC (China Road and Bridge Corporation), PT WIKA, dan PT PP merupakan pelaksana pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono. JO itu terdaftar sebagai salah satu wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur.
Pada 2017, JO tersebut mengajukan restitusi pajak untuk tahun 2016 ke KPP Pare. Restitusi pajak atau pengembalian atas kelebihan pembayaran yang diajukan sebesar Rp 13,2 miliar.
ADVERTISEMENT
Abdul Rachman ditunjuk sebagai supervisor tim pemeriksa pengajuan restitusi pajak tersebut. Pada Agustus 2017, KPP menerbitkan surat pemberitahuan akan dilakukan pemeriksaan lapangan oleh tim.
Tri Atmoko sebagai kuasa Joint Operation (JO) antara CRBC (China Road and Bridge Corporation), PT WIKA, dan PT PP diduga berinisiatif menyuap Abdul Rachman agar restitusi disetujui. Hal itu kemudian disambut Abdul Rachman yang meminta fee 10 persen atau setidaknya uang Rp 1 miliar.
Ilustrasi uang sitaan KPK. Foto: Instagram/@official.kpk
Pada Mei 2018. Tri Atmoko menghubungi Abdul Rachman untuk membicarakan kelanjutan penyerahan uang. Ia menggunakan istilah "apel kroak".
"Dengan istilah “apelnya kroak”, di mana dari total permintaan Rp 1 miliar oleh AR (Abdul Rachman), TA (Tri Atmoko) baru bisa menyanggupi senilai Rp 895 juta," ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers, Jumat (5/8).
ADVERTISEMENT
Transaksi suap pun kemudian direaliasasikan. Abdul Rachman mengutus Suheri sebagai orang kepercayaannya untuk menerima uang tersebut. Awalnya, transaksi akan dilakukan kantor pusat Ditjen Pajak, tapi batal. Belakangan, uang jadi diserahkan di dekat kantor penegak hukum.
"AR (Abdul Rachman) sempat meminta dan mengarahkan TA (Tri Atmoko) agar penyerahan uang Rp 895 juta melalui SHR (Suheri) dilakukan di kantor Pusat Dirjen Pajak, Jakarta. Namun kemudian berpindah ke salah satu tepi jalan yang berdekatan dengan kantor aparat penegak hukum di wilayah Blok M, Jakarta Selatan, dan uang tersebut kemudian diterima AR (Abdul Rachman) melalui SHR (Suheri)," papar Asep.
Lokasi itu diduga merujuk pada kantor Kejaksaan Agung yang berada di Jalan Panglima Polim Jakarta Selatan. Kawasan itu berada dekat Blok M.
ADVERTISEMENT
Asep Guntur menyebut belum ada kesepakatan di antara pemberi dan penerima suap terkait dugaan pengaturan restitusi pajak yang sedang diurus. Sebab, perbuatan tersebut sudah terlebih dulu terbongkar.
"Ketiga melakukan bargaining, ketahuan sehingga bisa dicegah," ujar Asep.
"Belum ada deal berapa yang mesti dibayar, alhamdulillah negara tidak dirugikan," sambungnya.
Namun, KPK meyakini pemberian sudah terjadi. Sehingga ketiganya dinilai sudah layak ditetapkan sebagai tersangka.
Selaku pihak pemberi, Tri Atmoko dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Sementara Abdul Rachman dan Suheri selaku pihak penerima dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Inspektur Bidang Investigasi Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Alexander Zulkarnain, membenarkan bahwa kasus ini merupakan tindak lanjut perkara lama. Menurut dia, pihaknya sudah memproses secara internal Abdul Rachman.
"Tindak lanjut kasus lama 2017, secara internal kami sudah lakukan pemeriksaan. Hasilnya yang bersangkutan dijatuhkan hukuman disiplin tingkat berat," ujar Alex tanpa menyebut detail sanksi yang dimaksud.
Ia menyebut pihak Kemenkeu mendukung KPK dalam memproses lebih lanjut kasus ini.
"Kami mendukung sepenuhnya langkah KPK," ujar dia.