KPK Tuntut Nindya Karya dan PT Tuah Sejati Bayar Denda-Uang Pengganti Rp 96,3 M

5 Agustus 2022 13:26 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Jaksa KPK menilai BUMN, Nindya Karya, dan juga perusahaan swasta, PT Tuah Sejati, terlibat kasus korupsi. Kedua korporasi itu dituntut untuk membayar denda dan uang pengganti yang nilainya hampir Rp 100 miliar.
ADVERTISEMENT
Jaksa menilai kedua korporasi itu terbukti terlibat korupsi proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang pada tahun anggaran 2006-2011 yang merugikan keuangan negara senilai Rp 313,345 miliar. Kedua perusahaan itu dinilai turut menerima keuntungan dari perbuatan itu.
Kasus ini sudah menjerat sejumlah pihak. Termasuk mantan Kepala Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Aceh, Heru Sulaksono, yang mendapat keuntungan Rp 34.055.972.542 dari kasus ini.
Tuntutan terhadap Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dibacakan jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (4/8).
Ilustrasi Nindya Karya. Foto: Nindya Karya
Duduk di kursi terdakwa mewakili PT Nindya Karya adalah Direktur Utama PT Nindya Karya Haedar A. Karim. Sementara mewakili PT Tuah Sejati ialah Muhammad Taufik Reza selaku direktur utama yang mengikuti persidangan dari Aceh melalui sambungan video conference.
ADVERTISEMENT
"[Menuntut] Menyatakan terdakwa I PT Nindya Karya (Persero) dan terdakwa II PT Tuah Sejati terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Agus Prasetyo membacakan tuntutan, dikutip dari Antara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I PT Nindya Karya (Persero) dan terdakwa II PT Tuah Sejati berupa pidana denda masing-masing sebesar Rp 900 juta," sambungnya.
Dengan ketentuan, jika denda tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, dan tetap tidak dibayar meski sudah diperpanjang dalam kurun 1 bulan, maka harta benda terdakwa dapat disita dan dilelang untuk bayar denda tersebut.
JPU KPK juga menuntut hukuman pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara bagi kedua korporasi. Nindya Karya dituntut membayar uang pengganti Rp 44.681.053.100. Sementara PT Tuah Sejati dituntut membayar uang pengganti Rp 49.908.196.378.
ADVERTISEMENT
Maka total denda dan uang pengganti terhadap kedua korporasi yang dituntut KPK itu ialah Rp 96.389.249.478. Namun jumlah tersebut dikurangi dengan uang yang sudah disita KPK dari keduanya.
"Menghukum PT Nindya Karya (Persero) dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 44.681.053.100,00. Menetapkan uang sebesar Rp 44.681.053.100,00 yang telah disita dari terdakwa diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti," tambah jaksa.
Adapun PT Tuah Sejati juga dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 49.908.196.378,00.
"Menetapkan uang sebesar Rp 9.062.489.079,00 dan aset Terdakwa II PT Tuah Sejati yang telah disita diperhitungkan sebagai pengurang uang pengganti," ungkap jaksa.
PT Nindya Karya (Persero) adalah BUMN konstruksi yang menjalankan usaha di bidang jasa konstruksi, engineering, procurement, dan memiliki Kantor Wilayah I berkedudukan di Medan yang meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Lampung.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, PT Tuah Sejati adalah badan hukum perseroan terbatas yang berkedudukan di Banda Aceh dan bergerak di bidang, antara lain, perdagangan umum dan usaha-usaha (kontraktor) bangunan, permukiman, serta jalan dan jembatan.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dinilai terbukti lakukan dakwaan primer dari Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Hal-hal yang memberatkan, menurut jaksa Agus, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Para terdakwa melakukan korupsi dengan berkehendak aktif, bertujuan memperoleh keuntungan di luar kewajaran. Proyek fisik masih dapat dipergunakan namun menurut hasil audit kualitasnya tidak sesuai dengan spek dan tidak dapat dimanfaatkan secara sempurna.
ADVERTISEMENT
Hal yang meringankan, lanjut dia, para terdakwa belum pernah dihukum. Nindya Karya telah kembalikan seluruh hasil tindak pidana dan PT Tuah Sejati telah kembalikan sebagian hasil tindak pidana.

KPK Tuntut Keuntungan SPBU Milik PT Tuah Sejati

Jaksa KPK juga menuntut pembayaran setoran keuntungan dari tiga stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik PT Tuah Sejati sampai putusan perkara berkekuatan hukum tetap. Hal itu bagian dari amar tuntutan KPK.
"Menetapkan terdakwa II PT Tuah Sejati agar tetap mengelola aset usaha berupa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN), stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE), dan melanjutkan penyetoran keuntungan aset usaha ke rekening penampungan KPK RI sampai putusan perkara a quo berkekuatan hukum tetap," kata Jaksa JPU KPK Agus Prasetya.
ADVERTISEMENT
Ketiga stasiun pengisian bahan bakar itu adalah SPBU di Jalan Sultan Iskandar Muda Desa Gp Pie Kecamatan Meuraxa Ulee Lhueue, Kota Banda Aceh; SPBN Nomor 18.606.231 di Jalan Sisingamangaraja PPI Lampulo Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh; dan SPPBE di Jalan Kantor Koramil Meurebo, Desa Peunaga Reyeuk Kecamatan Meurebo, Kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh.
Jaksa memaparkan penyitaan dilakukan karena di persidangan telah terungkap bahwa fakta aset usaha berupa SPBU, SPBN, dan SPPBE adalah diperoleh atau merupakan hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan PT Tuah Sejati.
"Bahwa demi mempertimbangkan asas kemanfaatan dan mengingat aset tersebut menjadi sarana vital bagi kebutuhan masyarakat Aceh, maka Penuntut umum akan melakukan perampasan aset untuk negara yang pelaksanaannya diserahkan kepada PT Pertamina (Persero) selaku Badan Usaha Milik Negara yang memiliki kompetensi berkaitan dengan keberlangsungan pengelolaan aset tersebut," tambah jaksa.
ADVERTISEMENT
Perampasan ketiga aset tersebut menurut jaksa sudah sesuai dengan dakwaan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a dalam rangka pemenuhan kekurangan uang pengganti.