KPK Ungkap Alasan Cegah Hasto dan Yasonna ke Luar Negeri

25 Desember 2024 16:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (kanan) dan Yasonna Laoly (kiri) saat  menyampaikan keterangan pers di kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (15/1). Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (kanan) dan Yasonna Laoly (kiri) saat menyampaikan keterangan pers di kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (15/1). Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
ADVERTISEMENT
KPK mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap dua kader PDIP. Mereka adalah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP, Yasonna H. Laoly.
ADVERTISEMENT
Surat pencegahan tersebut terkait pengusutan kasus Harun Masiku yang hingga saat ini masih buron dan belum berhasil ditangkap KPK. Namun, KPK menetapkan tersangka baru yakni Hasto.
“Bahwa pada tanggal 24 Desember 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 2 (dua) orang Warga Negara Indonesia yaitu YHL dan HK,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, dalam keterangannya dikutip, Rabu (25/12).
“Tindakan larangan bepergian keluar negeri tersebut dilakukan oleh Penyidik karena keberadaan yang bersangkutan di Wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas,” lanjutnya.
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, di Ruang Konferensi Pers Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/12/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
KPK menyebut, Hasto dan Yasonna dicegah ke luar negeri selama enam bulan ke depan.
ADVERTISEMENT
“Untuk diketahui bahwa per tanggal 9 Januari 2020, KPK melakukan penyidikan untuk perkara sebagaimana tersebut di atas dan telah menetapkan HM sebagai tersangka. Proses penyidikan saat ini berkembang dengan penetapan tersangka HK sebagaimana yang sudah diumumkan sore tadi oleh KPK,” kata Tessa.
KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme penggantian antar waktu (PAW). Hasto dijerat dua pasal yakni suap dan perintangan penyelidikan.
Surat pencegahan yang dikirim KPK telah ditindaklanjuti oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (KemenImipas).
“Sudah kami tindak lanjuti kemarin malam, 45 menit setelah pengajuan cekal dari KPK,” kata Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Jenderal Polisi (purn) Agus Andrianto saat dikonfirmasi, Rabu (25/12).
Agus Andrianto usai mendatangi kediaman Prabowo Subianto di Kertanegara 4, Jakarta, Senin (14/10/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Penetapan Hasto sebagai tersangka hanya selang beberapa hari KPK memanggil Yasonna ke Gedung Merah Putih. Yasonna diperiksa KPK pada 18 Desember 2024. Pemeriksaan terhadap politikus PDIP itu berlangsung sekitar 7 jam.
ADVERTISEMENT
Yasonna mengaku diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDIP. Materi pemeriksaannya seputar pergantian antar waktu (PAW) yang menjadi objek suap di kasus Harun Masiku.
Ia diperiksa karena adanya surat permintaan fatwa dari PDIP ke Mahkamah Agung.
"Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung, untuk permintaan fatwa," ujar Yasonna kepada wartawan.
Mantan Menkumham Yasonna Laoly berjalan meninggalkan gedung usai memenuhi panggilan penyidik KPK menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/12/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Permintaan fatwa yang dimaksud adalah terkait putusan MA Nomor 57/P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019. Fatwa itu diajukannya karena adanya perbedaan tafsir KPU saat PDIP memperjuangkan Harun Masiku menjadi anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia melalui PAW.
"Karena waktu proses pencalegan itu terjadi tafsir yang berbeda setelah ada judicial review, ada keputusan Mahkamah Agung Nomor 57. Kemudian DPP mengirim surat tentang penetapan caleg, kemudian KPU menanggapi berbeda," jelas Yasonna.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Yasonna juga dimintai keterangannya sebagai mantan Menkumham. Di situ, ia ditanya penyidik terkait data perlintasan Harun sebelum dicegah. Yasonna sudah menjabat Menkumham saat Harun ditetapkan tersangka.
Poster bergambar Harun Masiku ditempel saat peserta aksi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan aksi teatrikal di depan Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Kasus Hasto

Adapun dalam perkara dugaan suap kasus Harun Masiku, Hasto diduga menjadi pihak yang menyokong dana.
Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. Caranya adalah dengan menyuap Komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan.
Suap itu dilakukan Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saiful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio F dan juga Wahyu Setiawan.
Saiful dan Wahyu Setiawan sudah terlebih dahulu dijerat tersangka oleh KPK dan bahkan sudah disidang dan dinyatakan bersalah melakukan suap. Sementara Donny Tri dijerat tersangka bersama dengan Hasto.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Massa pengunjuk rasa membentangkan spanduk Harun Masiku dalam aksi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (16/12/2024). Foto: Zaky Fahreziansyah/ANTARA FOTO
Tak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan–seorang penjaga rumah aspirasi yang biasa digunakan sebagai kantornya–untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Harun Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
Dalam perkara suap, Hasto dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus perintangan penyidikan, Hasto disangkakan melanggar Pasal 21 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.