KPK Ungkap Modus Korupsi Sektor Pajak, Seperti Apa?

28 Februari 2023 19:24 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap modus korupsi di sektor pajak. Kata dia, korupsi sektor perpajakan yang biasa terjadi bukan menilap uang pajak, tapi upaya lobi-lobi pejabat Ditjen Pajak agar memberi diskon.
ADVERTISEMENT
Uang pajak yang dibayarkan, kata Alex, tidak bisa dikorupsi karena dibayar langsung ke bank. Menurut dia, hasil pajak bisa digarong bila sudah berbentuk APBN. Dikorupsi dalam bentuk mark-up, bagi-bagi proyek dan semacamnya.
"Sebetulnya sederhana, jadi kalau masyarakat ngomong begitu, kan 'wah uang pajak saya dikorupsi oleh Ditjen Pajak', bukan. Kawan-kawan di Ditjen Pajak itu, memangnya Wajib Pajak setornya ke orang pajak? enggak. Langsung lewat perbankan," kata Alex saat ditanya soal modus korupsi perpajakan di Gedung ACLC KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (28/2).
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Kata Alex, persoalan pajak itu muncul karena orang Wajib Pajak tidak taat membayar. Setelah menunggak, punya tagihan banyak, yang akhirnya tak kuat bayar, di sana kemudian terjadi peluang negosiasi. Nego-nego antara pejabat pajak dengan si Wajib Pajak agar bisa didiskon.
ADVERTISEMENT
"Simpelnya itu, sebetulnya persoalan pajak itu, itu karena, karena apa, karena Wajib Pajak yang tidak taat membayar pajak itulah yang mendorong pejabat pajak korupsi. Kan begitu," jelasnya.
"Harusnya dia bayar [Rp] 1000 misalnya, karena nego, dia cukup bayar [Rp] 500," tambah Alex mengilustrasikan.
Negosiasi itu muncul karena adanya ketidaktaatan, ketidakpatuhan, wajib membayar pajak. "Sehingga timbullah korupsi oleh teman-teman yang tidak berintegritas tadi, di Ditjen Pajak," kata dia.
Bila semua Wajib Pajak membayar kewajibannya, tambah Alex, maka tidak akan ada korupsi. Tidak ada peluang nego-nego diskon pajak.
"Sebetulnya kalau Wajib Pajak membayar apa adanya, enggak ada ruang untuk negosiasi. Enggak ada ruang untuk korupsi di Ditjen Pajak," terangnya.
Alex bilang, tidak ada uang pajak yang bisa dikorupsi oleh Ditjen Pajak. Yang ada adalah menggarong hasil pajak yang sudah bentuk anggaran negara, lewat proyek dana hibah dan semacamnya.
ADVERTISEMENT
"[Dana] itu sumbernya dari uang pajak yang dikorupsi oleh pejabat, penyelenggara negara," jelas Alex.
"Jadi kalau orang pajak itu korupsinya itu. Uang yang belum masuk dalam APBD. Itulah yang mereka korupsi," pungkasnya.
Pembicaraan modus korupsi perpajakan tersebut diungkapkan Alex saat ditanya wartawan terkait harta kekayaan atau LHKPN jumbo milik mantan pegawai Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Harta yang mencapai Rp 56 miliar itu diduga tak sesuai profil.
KPK tercatat beberapa kali menangani kasus Pajak. Salah satunya ialah mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak, Angin Prayitno Aji.
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019 Angin Prayitno Aji (tengah) digiring petugas untuk mengikuti konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/5/2021). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Ia didakwa menerima suap senilai Rp 57 miliar. Suap terkait pengaturan pembayaran pajak tiga perusahaan besar yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP); PT Bank PAN Indonesia Tbk (PANIN); dan PT Jhonlin Baratama (JB). Ia divonis 9 tahun penjara atas perbuatannya itu.
ADVERTISEMENT
Namun, perbuatannya diduga tak hanya itu. Saat ini, ia juga sedang menjalani proses hukum lain.
Angin Prayitno Aji didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 29.505.167.100 dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Perbuatannya itu diduga masih terkait jabatannya selaku direktur di Ditjen Pajak.