KPK Usut Aset Bupati Labuhanbatu dari Pemeriksaan Adik Andi Narogong

17 September 2018 12:30 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Vidi Gunawan, adik Andi Narogong (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
zoom-in-whitePerbesar
Vidi Gunawan, adik Andi Narogong (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Vidi Gunawan sebagai saksi dalam perkara suap terkait proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2018. Vidi yang merupakan adik terdakwa e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong, itu akan diperiksa untuk tersangka Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap.
ADVERTISEMENT
"Yang bersangkutan kami periksa sebagai saksi untuk tersangka PH (Pangonal Harahap)," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi, Senin (17/9).
Menurut Febri, penyidik akan mengkonfirmasi aset milik Pangonal dari keterangan Vidi. Diduga, Vidi mengetahui soal aset Pangonal yang terkait dengan kasus suap yang menjeratnya.
"Didalami informasi tentang aset PH (Pangonal Harahap). Kami duga saksi mengetahui aset dan peralihan aset PH," kata Febri.
Pemeriksaan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap di KPK, Jakarta, Senin (13/8/2018). (Foto:  Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemeriksaan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap di KPK, Jakarta, Senin (13/8/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Dalam kasus ini, Pangonal Harahap selaku bupati Labuhanbatu dan Umar Ritonga diduga menerima suap sebesar Rp 576 juta dari Effendy Sahputra. Effendy adalah pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi.
Pihak KPK menduga uang tersebut bagian dari commitment fee sebesar Rp 3 miliar yang diminta Pangonal kepada Effendy. Suap itu diduga terkait proyek pembangunan infrastruktur pada Dinas PUPR Kabupaten Labuhanbatu.
ADVERTISEMENT
Namun setelah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, KPK menduga ada pemberian suap lain kepada Pangonal yang nilainya mencapai Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga terkait beberapa proyek yang dikerjakan kontraktor lain selain Effendy.
Sebagai penerima suap, Pangonal dan Umar dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Effendy selaku pemberi suap, dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.