KPK: Wakil Ketua DPRD Jatim Diduga Minta Fee 20% dari Penyaluran Dana Hibah

16 Desember 2022 0:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barang bukti hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simandjuntak, ditampilkan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simandjuntak, ditampilkan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak, sebagai tersangka kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah Jawa Timur. Politikus Golkar itu diduga meminta ijon fee sebesar 20% dari dana hibah yang disalurkan.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengatakan APBD Pemprov Jatim tahun anggaran 2020 dan 2021 merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah sekitar Rp 7,8 triliun.
Dana tersebut diberikan kepada kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat di Jawa Timur.
"Distribusi penyalurannya antara lain melalui kelompok masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (16/12).
Johanis menuturkan, pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Jatim. Salah satunya berasal dari Sahat Tua.
"Tersangka STPS yang menjabat anggota DPRD sekaligus Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019-2024 menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon)," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Abdul Hamid selaku Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Pokmas (Kelompok Masyarakat) bersedia menerima tawaran itu.
"Diduga ada kesepakatan antara tersangka STPS dengan tersangka AH setelah adanya pembayaran komitmen fee ijon. Maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20% dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan tersangka AH mendapatkan bagian 10%," ucap Johanis.
Barang bukti hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simandjuntak, ditampilkan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Johanis membeberkan, penyaluran dana hibah itu difasilitasi oleh Sahat Tua dan dikoordinir oleh Abdul Hamid selaku koordinator pokmas. Pada 2021, telah disalurkan sebesar Rp 40 miliar dan pada 2022 telah disalurkan sebesar Rp 40 miliar.
"Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan tahun 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, tersangka AH kemudian kembali menghubungi tersangka STPS dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar," beber dia.
ADVERTISEMENT
Kemudian pemberian uang ijon dilakukan pada Rabu (13/12). Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp 1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu bank di Sampang dan diserahkan kepada Ilham Wahyudi untuk dibawa ke Surabaya.
"Selanjutnya tersangka IW menyerahkan uang Rp 1 miliar pada tersangka RS (Rusdi) sebagai orang kepercayaan tersangka STPS di salah satu mal di Surabaya," kata Johanis.
Setelah uang itu diterima, Sahat memerintahkan Rusdi untuk menukarkan uang Rp 1 miliar itu di salah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD. Rusdi kemudian menyerahkan uang kepada Sahat di salah satu ruangan di gedung DPRD Jawa Timur.
"Sedangkan sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan tersangka AH akan diberikan pada Jumat (16/12). Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, tersangka STPS telah menerima uang sekitar Rp 5 miliar," kata Johanis.
ADVERTISEMENT
Kasus ini terungkap pada Kamis (14/12) usai transaksi perpindahan uang dari Rusdi kepada Sahat. KPK menangkap keempat orang itu di beberapa lokasi berbeda.
Konferensi Pers KPK usai penetapan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simandjuntak, dan jajarannya sebagai tersangka kasus korupsi, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Selaku tersangka pemberi suap, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sebagai tersangka penerima suap, Sahat dan Rusdi dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.