Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
KPK yang Tak Lepas Diterpa Skandal: Pencurian Emas hingga Pemerasan Wali Kota
22 April 2021 11:19 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pada awal April 2021 lalu, KPK mengumumkan adanya sidang etik terhadap salah satu pegawainya. Dewas KPK menyidangkan pegawai berinisial IGAS karena diduga melanggar etik.
Dalam konferensi pers usai sidang, terungkap bahwa IGAS mencuri emas yang menjadi bukti kasus korupsi. Tak tanggung-tanggung, emas yang digelapkan IGAS itu seberat 1,9 kg.
IGAS mengambil emas secara bertahap sejak Januari 2020. Sebagian emas digadaikannya dengan nilai Rp 900 juta. Sebagian lagi disimpannya.
"Sebagian dari pada barang yang sudah diambil dan bisa dikategorikan pencurian atau setidaknya penggelapan itu digadaikan oleh yang bersangkutan karena yang bersangkutan memerlukan dana untuk pembayaran utang," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
"Cukup banyak jumlahnya (utang), karena yang bersangkutan terlibat bisnis yang tidak jelas, forex," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
IGAS bisa leluasa mengambil emas karena dia bertugas di Direktorat Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi). Perkara ini terungkap pada Juni 2020 ketika emas tersebut hendak dilelang KPK.
Atas perbuatannya, IGAS kemudian dipecat secara tidak hormat dari KPK. Tak hanya itu, dia juga dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan.
"Perbuatannya menimbulkan dampak yang merugikan, dan berpotensi terjadinya juga kerugian keuangan negara, dan berpotensi bukan berpotensi sudah terjadi, bahwa citra KPK sebagai orang kenal memiliki integritas tinggi sudah ternodai," ucap Tumpak.
Belum sebulan berlalu dari kasus tersebut, KPK kembali diterpa skandal. Kali ini, terkait dugaan pemerasan oleh seorang penyidik.
Seorang penyidik berinisial SR diduga memeras Wali Kota Tanjungbalai, Syahrial. SR merupakan penyidik KPK yang berasal dari Polri dengan pangkat AKP.
Diduga, SR meminta uang Rp 1,5 miliar kepada Syahrial. Ia menjanjikan bisa menghentikan kasus terkait Syahrial.
ADVERTISEMENT
Diketahui KPK memang sedang mengusut kasus dugaan suap lelang jabatan di Pemkot Tanjungbalai tahun 2019. KPK sudah menetapkan tersangka dalam kasus ini tapi belum diumumkan.
Belum diketahui kapan SR meminta uang kepada Syahrial serta kapan realisasinya. Informasi yang dihimpun, sebagian uang itu diduga sudah diterima SR.
"Kami memastikan memegang prinsip zero tolerance," kata Ketua KPK Komjen Firli Bahuri.
"KPK tidak akan mentolerir penyimpangan dan memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu," sambungnya.
Tak lama setelah pemberitaan dugaan pemerasan ini mencuat, SR dikabarkan sudah ditangkap Divisi Propam Polri bersama KPK. Saat ini, ia masih diamankan.
"Propam Polri bersama KPK mengamankan Penyidik KPK hari Selasa (20/4) dan telah diamankan di Div Propam Polri,” kata Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
ADVERTISEMENT
Meski diamankan di Divisi Propam Polri, KPK memastikan proses hukum terhadap SR akan tetap dilakukan pihaknya. Penyelidikan terkait kasus itu sedang dilakukan.
"Hasil penyelidikan akan ditindaklanjuti dengan gelar perkara segera di forum ekspose pimpinan," ucap Firli Bahuri.
Bobroknya Pengelolaan Internal KPK
Mulai dari soal gagalnya menemukan bukti di kantor Jhonlin Baratama karena diduga bocornya informasi, hingga belum tertangkapnya Harun Masiku karena diduga keengganan KPK.
"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada pada ambang batas kepercayaan publik," bunyi keterangan tertulis ICW.
"Selain karena rusaknya regulasi baru KPK, isu ini juga mesti diarahkan pada kebobrokan pengelolaan internal kelembagaan oleh para komisioner," sambung pernyataan tersebut.
ADVERTISEMENT
Terkait masalah dugaan pemerasan, ICW meminta KPK segera menindak penyidik asal Polri itu. Bila terbukti, maka penyidik itu dinilai layak dipidana.
"Jika dugaan pemerasan itu benar, maka Penyidik asal Polri itu mesti dijerat dengan dua Pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni kombinasi Pasal 12 huruf e tentang tindak pidana pemerasan dan Pasal 21 terkait menghalang-halangi proses hukum. Tentu ketika dua kombinasi pasal itu disematkan kepada pelaku, ICW berharap Penyidik asal Polri yang melakukan kejahatan itu dihukum maksimal seumur hidup," kata ICW.