Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
28 Ramadhan 1446 HJumat, 28 Februari 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
KPU: Ada Ribuan Warga Bekasi Belum Terdata di DPT
31 Januari 2017 14:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT

Jelang pemungutan suara Pilkada serentak, salah satu masalah yang perlu segera diselesaikan KPU adalah masih banyak warga yang belum masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ketua KPU RI Juri Ardiantoro menyebut paling banyak terjadi di Kabupaten Bekasi.
ADVERTISEMENT
"Semalam rapat untuk membahas perkembangan terakhir. Kami mengakui masih ada dalam penyediaan data pemilih terutama sekelompok orang yang tersebar dalam database kependudukan tapi belum masuk DPT," ucap Juri usai Rakornas Pilkada di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (31/1).
"Merata, paling banyak Bekasi. Ribuan jumlahnya belum masuk DPT," imbuhnya.
Juri merinci, beberapa masalah terkait DPT itu disebabkan karena yang bersangkutan tidak tercatat dalam database kependudukan, tapi masuk dalam DPT. Ada juga yang tidak memiliki e-KTP tapi punya hak pilih.
"Ini sedang intensif Dirjen Kependudukan bagaimana memberlakukannya, yang penting orang itu tercatat dalam database kependudukan dan orang Indonesia," ucap mantan ketua KPU DKI itu.
Indeks Kerawanan Pemilu
Sementara terkait dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang salah satunya adalah mengenai DPT tadi, Juri mengapresiasi Bawaslu yang merilis IPK itu. Data ini membantu KPU membuat strategi penyelesaian kalau terjadi masalah sejak dini.
ADVERTISEMENT
"Kerawanan dan penyelesaian juga bergantung pihak lain dalam pilkada, seperti peserta pilkada kontestan, dan aparat keamanan. Ini bagus memberi gambaran walaupun kita tetap optimis dan tidak boleh trauma dengan ini," ujar Juri.
Soal kerawanan dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara, Juri mengatakan prinsip yang diberlakukan KPU adalah transpransi. Artinya setiap orang punya akses untuk mengawasi pergerakan suara.
"Jadi siapapun pengawas, saksi, bisa mendapatkan data perolehan suara. Jadi kalau ada yang memalsukan (suara), maka pihak lain bisa komplen," ucapnya.
"Kedua, scan (penghitungan suara) dipublikasi secara cepat sehingga mengurangi risiko kecurangan. KPU juga menyiapkan mekanisme kalau terjadi kesalahan penulisan penghitungan, pada rapat pleno tingkat atas," imbuhnya.