Mahkamah Konstitusi, Sidang Kedua MK, Ali Nurdin

KPU Ibaratkan Gugatan Prabowo Seperti Bom Waktu: MK Dianggap Tak Adil

18 Juni 2019 12:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua tim kuasa hukum KPU Ali Nurdin membacakan jawaban atas pemohon pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Ketua tim kuasa hukum KPU Ali Nurdin membacakan jawaban atas pemohon pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
KPU sebagai pihak termohon dalam sidang gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), mengibaratkan gugatan Prabowo-Sandi seperti bom waktu.
ADVERTISEMENT
Sebab, menurut KPU, Prabowo-Sandi dalam gugatannya tidak mampu membuktikan adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilpres 2019. Dan jika nanti gugatannya ditolak, Prabowo-Sandi akan menganggap MK bersikap tidak adil
"Dalil pemohon tersebut terkesan mengada-ada dan cenderung menggiring opini publik bahwa seakan-akan MK akan bertindak tidak adil atau seperti menyimpan 'bom waktu'. Seakan-akan apabila nantinya permohonan pemohon ditolak oleh MK, maka MK telah bersikap tidak adil," jelas Ketua Tim Kuasa Hukum KPU, Ali Nurdin, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (18/6).
Tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Bambang Widjojanto (kanan) dan Denny Indrayana (kiri) selaku pihak pemohon mengikuti sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Ali menyatakan, Prabowo-Sandi dalam permohonannya sebanyak lebih dari sepertiga halaman, berulang kali menuntut agar MK jangan bertindak sebagai mahkamah kalkulator. Prabowo-Sandi meminta MK bertindak sebagai pengawal konstitusi yang dapat mengadili kecurangan Pemilu yang TSM.
ADVERTISEMENT
Permohonan tersebut, menurut Ali, berbeda dengan permohonan pada umumnya yang lebih fokus kepada fakta-fakta hukum adanya berbagai jenis bentuk pelanggaran Pemilu yang berpengaruh terhadap perolehan suara pasangan calon.
"Termohon (KPU) melihat seakan-akan terdapat upaya pengalihan isu dari ketidakmampuan pemohon dalam merumuskan berbagai fakta hukum yang menjadi dasar pemeriksaan perkara dalam persidangan, menjadi semata-mata karena kesalahan MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini yang tidak sesuai dengan keinginan pemohon," tutupnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten