KPU Jabar soal 10.989 Orang Meninggal Terdaftar di DPS: Tak Bisa Asal Coret

6 September 2024 23:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPU. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPU. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat (Jabar) buka suara terkait temuan 10.989 orang meninggal masih masuk dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk Pilkada 2024. Data tersebut sebelumnya dirilis oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar pada Rabu (4/9).
ADVERTISEMENT
Kepala Divisi Data dan Informasi KPU Jabar, Ahmad Nur Hidayat, mengatakan pihaknya tak bisa asal mencoret data tersebut. Sebab data orang meninggal yang tergolong sebagai pemilih tak memenuhi syarat atau TMS itu berasal dari data kependudukan.
“Itu yang meninggal selama dia masih terdaftar ini kan, berangkatnya dari data kependudukan. Karena dari data kependudukan, maka menurut hemat saya KPU juga tidak bisa untuk asal mencoret begitu,” katanya kepada wartawan, Jumat (6/9).
Untuk mencoret data orang meninggal, Nur mengatakan, setidaknya KPU mesti memperoleh bukti otentik yang menunjukkan pemilih memang sudah meninggal. Misalnya, akta kematian yang sah atau surat keterangan kematian dari pengurus kewilayahan setempat.
“Kita coret, sepanjang dia itu keluarganya bisa menunjukkan akta kematian yang sah dari Disdukcapil. Atau surat keterangan yang dikeluarkan oleh kepala desa atau kelurahan setempat, yang menyatakan bahwa si A, B, C, D, ini meninggal,” ungkap Nur.
ADVERTISEMENT
“Karena kita juga harus melakukan mitigasi sengketa jika terdapat pemilih yang kita ini mencoret, padahal dia memiliki hak pilih,” imbuhnya.
Ilustrasi KPU. Foto: Embong Salampessy/ANTARA
Lebih lanjut, Nur menjelaskan langkah ini tidak hanya berlaku bagi TMS orang meninggal saja. Tapi juga untuk klaster TMS lainnya.
Untuk anggota TNI dan Polri, misalnya, kata Nur, perlu dibuktikan dengan semacam kartu anggota, sekalipun di KTP elektroniknya masih tercacat sebagai pelajar.
“Dia sudah menjadi anggota TNI itu harus dibuktikan dengan semacam kartu tanda anggota bahwa dia sudah menjadi anggota. Sekalipun di KTP elektroniknya masih tercatat, anggaplah, sebagai pelajar,” katanya.
“Kan yang syarat untuk memilih itu kan ada 4 yang pertama dia sudah 17 tahun, yang kedua dia sudah kawin kan begitu kemudian misalnya dia bukan sebagai anggota TNI dan Polri,” ucapnya.
ADVERTISEMENT

Klaim Saran Perbaikan Bawaslu Ditindaklanjuti

Nur mengaku bahwa saran perbaikan dari Bawaslu Jabar sudah ditindaklanjuti oleh KPU di tingkat Kabupaten/Kota.
Menurut dia, masalah temuan TMS yang masih masuk dalam DPS untuk Pilkada 2024, terletak pada laporan Bawaslu di tingkat Kabupaten/Kota.
Ilustrasi Pemilu. Foto: Dok Kemenkeu
“Permasalahannya adalah apakah Bawaslu Kabupaten/Kota itu melaporkan secara periodik kepada Bawaslu Provinsi Jawa Barat atau tidak. Sehingga masih muncul data-data yang demikian,” ujarnya.
“Kalau dari sisi KPU Kabupaten/Kota, KPU Kabupaten/Kota itu sudah menindaklanjuti,” katanya.
Lebih lanjut, Nur mengatakan akar dari perkara temuan TMS masih masuk dalam DPS adalah persoalan pemahaman terhadap data pemilih.
“Masa iya dia sudah terdaftar sebagai pemilih kemudian di-TMS-kan, dengan alasan data ganda. Nah ini kan soal pemahaman akan data," katanya.
ADVERTISEMENT
Nur berpandangan, pendekatan untuk menghimpun data pemilih oleh Bawaslu seyogyanya dirundingkan dulu bersama KPU. Dia pun menilai bahwa temuan-temuan Bawaslu ini baru asumsi, bukan kebenaran yang sah, sebab data temuan itu tak disertai dengan bukti otentik.
“Apa bukti otentiknya? Ya, KTP, kan begitu. Sepanjang semua persyaratan itu lengkap, kami lebih cepat menindaklanjuti,” tuturnya.
“Kalau diberikan data dengan jumlah berapa dan seterusnya maka ini kan baru asumsi, asumsi ini kan tidak dapat dibenarkan, karena bukan suatu kebenaran yang sah. Ini kan baru temuan,” kata dia.