Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
KPU Kaji Putusan MA soal Keterwakilan Perempuan dan Eks Napi Koruptor Nyaleg
2 Oktober 2023 15:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
KPU menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan terkait peraturan KPU (PKPU) tentang keterwakilan perempuan minimal 30 persen di setiap dapil dan juga mantan narapidana koruptor bisa nyaleg tanpa harus menunggu masa jeda lima tahun.
ADVERTISEMENT
Anggota KPU Idham Holik belum bisa memastikan apakah akan merevisi PKPU 10 dan 11 Tahun 2023. Kendati begitu, ia menyebut pihaknya tetap menghormati putusan MA yang bersifat final dan mengikat.
KPU menindaklanjuti dengan mendengar pendapat dari ahli atau pakar hukum tata negara dan hukum administrasi negara.
“Yang jelas kami akan sampaikan kepada partai politik untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung,” kata Idham kepada wartawan di Hotel Gran Melia, Jakarta, Senin (1/10).
“Dan saat ini memang partai politik juga informasinya sedang mengajukan fatwa ke MA,” sambungnya.
Idham belum menyebut untuk mengubah PKPU, harus dikonsultasikan dengan DPR khususnya di Komisi II.
“Ya mempedomani putusan Mahkamah Agung,” ujarnya.
Sementara Anggota KPU Mochammad Afifuddin menyebut, KPU masih mengkaji aturan turunan dari putusan MA Nomor 24 dan 28 tahun 2023 tersebut.
ADVERTISEMENT
“Setelah ini kita matangkan untuk merumuskan tindak lanjut putusan itu. Maksudnya kita TL (tindak lanjut) nih, nah bentuknya apa yang sedang kita rumuskan,” tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera mengatakan bahwa PKS tidak ikut meminta fatwa MA dan siap melaksanakan putusannya.
“PKS enggak ikutan,” kata Mardani saat dihubungi.
Sebagai informasi, KPU mengadakan rapat untuk mendengar pendapat ahli hukum terkait putusan MA tersebut. Pakar hukum tersebut hadir secara virtual dalam rapat yang berjalan tertutup. Berikut lima pakar hukum dalam acara diskusi KPU:
ADVERTISEMENT
Putusan MA Nomor 24 dan 28/2023 yang sudah memutuskan untuk KPU agar merevisi keterwakilan perempuan dan mantan narapidana nyaleg ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Di sisi lain, aturan yang berlaku saat ini seolah-olah memberikan “karpet merah” bagi mantan narapidana maupun eks koruptor untuk kembali ikut dalam kontestasi lima tahunan ini.
Gugatan terhadap PKPU itu dilayangkan ICW, Perludem, dan dua eks pimpinan KPK Saut Situmorang serta Abraham Samad. Objek gugatan ialah Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023.
Dua aturan itu secara sederhana menyebut mantan terpidana korupsi diperbolehkan maju sebagai calon anggota legislatif tanpa harus melewati masa jeda waktu lima tahun sepanjang vonis pengadilannya memuat pencabutan hak politik.
ADVERTISEMENT
Sementara keterwakilan perempuan 30 persen di setiap dapil, PKPU 10/11 tahun 2023 kemudian digugat ke MA dan MA mengabulkan gugatan tersebut yang dilayangkan oleh Koalisi Peduli Keterwakilan Perempuan dan juga perorangan yang berisi mantan anggota KPU dan Bawaslu.
Mereka menggugat PKPU itu karena aturan hitungan yang digunakan KPU menggunakan cara hitung matematika dalam menentukan jumlah perempuan di legislatif untuk mencapai 30 persen.
Padahal dalam PKPU sebelumnya diatur apabila jumlah menghasilkan angka desimal, maka akan langsung dibulatkan ke atas. Parpol harus merombak susunan daftar caleg sementara jika KPU mengubah PKPU 10/11 tahun 2023.
Padahal waktu penetapan daftar calon tetap (DCT) sudah semakin dekat. Sesuai dengan Lampiran PKPU 10/2023 menjelaskan DCT akan diumumkan pada 4 November 2023 mendatang.
ADVERTISEMENT