Kremlin: Tanpa NATO dan Intel Barat, Ukraina Tak Akan Berani Serang Rusia

16 Agustus 2024 18:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah kendaraan militer Ukraina melaju dari arah perbatasan dengan Rusia dengan membawa orang-orang yang ditutup matanya dengan seragam militer Rusia, di wilayah Sumy, Selasa (13/8/2024). Foto: Roman Pilipey/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah kendaraan militer Ukraina melaju dari arah perbatasan dengan Rusia dengan membawa orang-orang yang ditutup matanya dengan seragam militer Rusia, di wilayah Sumy, Selasa (13/8/2024). Foto: Roman Pilipey/AFP
ADVERTISEMENT
Seorang ajudan senior Presiden Rusia menuduh Barat, khususnya NATO, terlibat dalam perencanaan serangan mendadak Ukraina di wilayah Kursk.
ADVERTISEMENT
Serangan tersebut terjadi pada Selasa (6/8) lalu dan menjadi serangan asing terbesar ke Rusia sejak Perang Dunia II. Tuduhan itu pun dibantah oleh Washington.
Seorang tokoh penting di Kremlin, Nikolai Patrushev, mengatakan kepada surat kabar Izvestia bahwa serangan Ukraina di Kursk tidak mungkin terjadi tanpa bantuan NATO dan dinas intelijen Barat.
"Tanpa dukungan mereka, Kiev tidak akan berani memasuki wilayah Rusia," ujarnya, seperti dikutip dari Reuters.
Patrushev juga menegaskan keterlibatan Barat membawa risiko eskalasi tinggi dalam konflik ini. Sementara itu, pejabat AS menyatakan negaranya tidak terlibat dalam operasi tersebut, meskipun senjata buatan Inggris dan AS dilaporkan digunakan di tanah Rusia.
Prajurit Ukraina mengendarai kendaraan militer dari titik penyeberangan di perbatasan dengan Rusia, di tengah serangan Rusia terhadap Ukraina, di wilayah Sumy, Ukraina, Selasa (13/8/2024). Foto: Viacheslav Ratynskyi/REUTERS
Rusia mengeklaim telah mengusir pasukan Ukraina setelah lebih dari 10 hari pertempuran. Saat ini Ukraina menguasai sekitar 450 km persegi wilayah Rusia—hanya kurang dari 0,003 persen dari total wilayah negara itu.
ADVERTISEMENT
Putin menyatakan, Rusia akan memberikan "respons setimpal" terhadap serangan ini. Namun, pilihan Putin dalam merespons serangan tersebut tidak mudah, karena ia berusaha menjaga keseimbangan antara "operasi militer khusus" dan pertarungan besar melawan Barat.
Ketegangan ini menambah kompleksitas konflik yang sudah berlangsung lama, dengan Rusia menguasai sekitar 18 persen wilayah Ukraina dan terus memperkuat posisinya di garis depan.