Krisis Iklim dan Bumi yang Makin Panas

16 Mei 2024 11:48 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ikan mati akibat pekerjaan renovasi dan kondisi cuaca panas di waduk di provinsi Dong Nai, Vietnam, Selasa (30/4/2024). Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ikan mati akibat pekerjaan renovasi dan kondisi cuaca panas di waduk di provinsi Dong Nai, Vietnam, Selasa (30/4/2024). Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Suhu bumi saat ini menjadi yang terpanas sepanjang sejarah. Sejumlah ilmuwan pun meramalkan tahun 2024 akan jauh lebih parah.
ADVERTISEMENT
Hal ini sesuai dengan catatan Copernicus Climate Change Service (C3S). C3S sendiri merupakan program observasi Uni Eropa untuk memonitor dan memperkirakan perubahan iklim.
Berdasarkan data di atas, rata-rata suhu udara permukaan bumi pada 2023 mencapai 14,98 derajat celsius. Angka tersebut meningkat 0,6 derajat celsius dibanding rata-rata suhu periode 1991—2020.
Rekor suhu terpanas kemudian pecah selama sebelas bulan berturut-turut (Juni 2023-April 2024). Dalam kurun waktu tersebut, Februari menjadi bulan yang paling panas, baik pada suhu udara maupun pada suhu permukaan laut.
Melansir Buletin Iklim C3S di bulan Februari, suhu udara permukaan rata-rata global bulan Februari 2024 mencapai 13,54 derajat celsius, lebih panas 0,81 derajat celsius dibandingkan dengan rata-rata bulan Februari tahun 1991-2020.
ADVERTISEMENT
Ini juga berarti 1,77 derajat celsius lebih hangat dari perkiraan rata-rata bulan Februari pada tahun pra-industri (1850-1900). Periode itu adalah saat perkembangan industri mulai memengaruhi iklim dunia.
Sementara itu, rata-rata suhu permukaan laut (SPL) global pada Februari 2024 berada di angka 21,06 derajat celsius. Ini menjadi yang tertinggi dalam sebelas bulan terakhir.
Anomali suhu udara permukaan global bulanan (dalam derajat celsius) relatif terhadap tahun 1991-2020, dari Januari 1940 hingga Februari 2024, diplot sebagai rangkaian waktu untuk setiap tahun. Foto: Dok. C3S/ECMWF
Peristiwa ini terus terjadi sampai bulan lalu, juga menjadikan April 2024 terpanas sepanjang sejarah. Rata-rata suhu udara permukaan pada bulan tersebut mencapai 15,03 derajat celsius.
Angka tersebut meningkat 0,67 derajat celsius dari rata-rata suhu udara pada April 1991-2020. Jika ditarik lebih jauh lagi, angka tersebut 1,58 derajat celsius lebih hangat dari rata-rata bulan April di tahun pra-industri (1850-1900).
ADVERTISEMENT
Suhu rata-rata selama 12 bulan terakhir (Juli 2023-April 2024) juga mencapai 1,6 derajat celsius di atas suhu pra-industri. Angka itu melampaui target 1,5 derajat celsius yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015 untuk membatasi pemanasan global.

Penyebab Suhu Panas 2023-2024

Indonesia bisa mengalami musim kemarau yang berkepanjangan dan musim hujan yang sangat ekstrem karena fenomena alam bernama El Nino. Foto: Shutterstock
Menurut C3S, kondisi hangat yang tidak biasa ini disebabkan oleh fenomena cuaca El Nino. El Nino yang dimulai pada Juni 2023 lalu, membawa air hangat ke permukaan laut Pasifik sehingga menambah panas ekstra pada atmosfer.
Pada kondisi normal, permukaan laut pasifik didominasi oleh air dingin. Namun saat adanya El Nino, air hangat yang disimpan di lautan dalam muncul di permukaan. Air hangat merilis hawa panas dan uap ke atmosfer yang menciptakan udara lebih basah dan hangat.
ADVERTISEMENT
El Nino merupakan peristiwa natural alam yang dipicu oleh melemahnya bergeraknya angin pasat di Samudra Pasifik yang berembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah bagian tengah. Perubahan suhu ini menyebabkan pergeseran angin dan arus laut. Hasilnya, pola cuaca secara global berubah.
Fenomena ini rata-rata terjadi setiap 2-7 tahun dan biasanya berlangsung selama 9-12 bulan. Kondisi ini dapat memicu cuaca ekstrem seperti kebakaran hutan, siklon tropis, dan kekeringan berkepanjangan.
Berdasarkan data Oceanic Nino Index (ONI), fenomena ini sudah terjadi sejak berabad-abad lalu. ONI merupakan indeks utama utuk melacak bagian laut yang mengalami El Nino.
Tahun terjadinya El Nino sejak tahun 1990-2024. Foto: Oceanic Nino Index
Meski merupakan siklus alam, fenomena El Nino terpanas terjadi pada tahun 1997-1998 dan 2015-2016. Tahun 2015-2016 suhu rata-rata permukaan bumi mencapai 2,5 derajat celcius di atas rata-rata anomali suhu tahun 1990-2020.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan organisasi World Food Programme (WFP) pada Maret 2016, Fenomena El Nino yang mulai terjadi pada awal tahun 2015 merupakan salah satu El Nino terkuat yang pernah terjadi dan berdampak pada ketersediaan pangan dunia.
Di Indonesia, El Nino 2015 menyebabkan curah hujan yang lebih rendah yang berdampak pada rendahnya tingkat penanaman padi hingga 80 persen lebih rendah dari normalnya.
Dalam wawancara bersama Reuters, juru bicara World Meteorological Organization (WMO) Claire Nullis mengatakan El Nino di tahun 2023 telah mencapai puncaknya pada bulan Desember, tetapi cuaca panas akan tetap berlanjut.
“Sekarang secara bertahap melemah, tetapi jelas akan terus berdampak pada iklim global dalam beberapa bulan mendatang,” katanya kepada wartawan di Jenewa.
ADVERTISEMENT
Anehnya, melemahnya fenomena El Nino tidak diikuti dengan dinginnya suhu. Sejumlah ilmuwan pun mulai menyangkutkannya dengan perubahan iklim.
Indonesia bisa mengalami musim kemarau yang berkepanjangan dan musim hujan yang sangat ekstrem karena fenomena alam bernama El Nino. Foto: Shutterstock
Saat ini, suhu permukaan laut sudah panas tanpa adanya fenomena El Nino. Lautan di bumi berperan sebagai baterai termal raksasa dan mampu menyerap hingga 90 persen karbon dioksida yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil. Prakris, banyaknya jumlah karbon dioksida di udara membuat suhu permukaan laut makin panas.
Maka, aktivitas manusia diperkirakan memperkuat sejumlah aspek terjadinya El Nino dan La Nina, tetapi ini belum pasti. Mengutip dari penjelasan oleh National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) milik Amerika Serikat, para ilmuwan masih belum mengetahui bagaimana hal tersebut bisa terjadi.
Ilmuwan juga belum tahu soal bagaimana panas ekstra didistribusikan ke seluruh lautan dan atmosfer. Termasuk wilayah mana yang mengalami lebih banyak hujan, kekeringan, serta wilayah mana yang akan dilanda badai terbesar.
ADVERTISEMENT
Jika laut menyimpan panas berlebih akan perlu waktu lebih lama dalam proses kembali dingin, bahkan setelah El Nino memudar.

Ancaman di Indonesia

Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan pantauan suhu udara di Kantor BMKG, Jakarta, Senin (6/5/2024). Foto: Aprilio Akbar/ANTARA FOTO
Indonesia juga mengalami udara panas. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa suhu panas yang terjadi adalah akibat dari pemanasan permukaan sebagai dampak dari mulai berkurangnya pembentukan awan dan berkurangnya curah hujan. Kondisi maritim di sekitar Indonesia dengan laut yang hangat dan topografi pegunungan mengakibatkan naiknya gerakan udara.
ADVERTISEMENT
"Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari," ungkap Dwikorita di Jakarta, Senin (6/5).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut juga merupakan sesuatu yang umum terjadi pada periode peralihan musim hujan ke musim kemarau, sebagai kombinasi dampak pemanasan permukaan dan kelembaban yang masih relatif tinggi pada periode peralihan ini.
Anomali suhu udara Indonesia pada bulan April 2024 ini merupakan nilai anomali tertinggi ke-1 sepanjang periode pengamatan sejak 1981. Foto: Dok. BMKG
Namun, Indonesia juga tetap mengalami tahun terpanas. Seperti di bulan April, berdasarkan analisis dari 115 stasiun pengamatan BMKG, suhu udara rata-rata April 2024 mencapai 27,74 derajat celsius. Padahal, normal suhu udara klimatologis April 2024 periode 1991-2020 di Indonesia sebesar 26,85 derajat celsius.
Peneliti klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menjelaskan bahwa kondisi El Nino sudah netral. Namun, Indonesia akan tetap mengalami La Nina yang menyebabkan kemarau basah.
"Dampak La Nina ini tidak signifikan pada karhutlah, tapi signifikan pada pertanian karena Jawa itu akan mengalami musim kemarau yang normal bahkan cenderung mungkin itu sampai September, minim hujan jadi kondisinya," jelas Erma Yulihastin saat diwawancarai oleh tim kumparan, Selasa (14/05).
ADVERTISEMENT
Menurut Erma, perubahan iklim di setiap daerah di Indonesia juga berbeda-beda. Oleh sebab itu, kata dia, perlu untuk mengkaji dan memetakan kembali untuk kebijakan pemerintah.
"Banyak hal yang sifatnya ekstrem karena kalau suhu sudah meningkat di atas 1,5 derajat celcius maka kejadian-kejadian ekstrim pun akan meningkat 1,5 sampai 2 kali lipatnya dari semula itu yang harus diantisipasi,"ungkapnya.