Krisis Populasi Thailand: Warga Lebih Pilih Piara Kucing Dibanding Punya Anak

7 Maret 2022 13:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak memberi makan kucing. Foto: ANURAK PONGPATIMET/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Anak memberi makan kucing. Foto: ANURAK PONGPATIMET/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Thailand berada di ujung jurang krisis populasi ketika tingkat kelahiran melungsur hingga angka terendah dalam enam dekade terakhir. Pemerintah seperti kehabisan akal, sementara ekonomi melemah.
ADVERTISEMENT
Daripada bergelut dengan kondisi ekonomi, sebagian warga pun memutuskan untuk tidak melanjutkan garis keturunan. Wanita berusia 44 tahun, Chinthathip Nantavong, merupakan satu di antaranya.
Nantavong membuat keputusan tersebut dengan pasangan yang telah bersamanya selama 14 tahun. Bagi mereka, membesarkan anak membutuhkan banyak pengeluaran.
“Saat ini kami memiliki seekor kucing dan harganya tidak semahal anak-anak,” ungkap Nantavong, seperti dikutip dari Reuters.
Ilustrasi makanan kucing kemasan kaleng. Foto: Waitforlight/Getty Images
Nantavong menambahkan, penduduk dari kelas menengah tak jarang membuat keputusan serupa. Bagaimanapun juga, kucing tidak membutuhkan biaya sebesar anak manusia.
“Kelas menengah, pekerja kantoran atau orang-orang yang berusaha memenuhi kebutuhan memiliki pemikiran yang sama,” tutur Nantavong.
Binatang berbulu itu hanya menuntut segelintir kebutuhan dibandingkan anak-anak yang perlu dibesarkan dan disekolahkan. Sehingga, mereka dapat memenuhi kebutuhan lain.
ADVERTISEMENT
“Membesarkan satu anak membutuhkan banyak biaya. Satu semester untuk taman kanak-kanak sudah 50.000 hingga 60.000 baht (22--26 juta rupiah) dan mencapai jutaan baht kemudian,” jelas Nantavong.
Ilustrasi anak-anak sekolah di Thailand Foto: REUTERS/Soe Zeya Tun
Perubahan sikap sosial itu didesak biaya hidup yang kian melambung. Di sisi lain, fasilitas perawatan dan kebijakan kesejahteraan pemerintah tidak mampu menyokong kebutuhan berkeluarga.
Penduduk mengkhawatirkan situasi finansial seperti utang dan perawatan masa lansia. Membesarkan anak hanya akan menambah beban mereka.
Para ahli menunjukkan, kesejahteraan untuk lansia saat ini bahkan belum mencukupi. Thailand memberikan tunjangan bulanan sekitar 600 hingga 1.000 baht, yakni sekutar 263.020 sampai 438.367 rupiah.
Selain itu, utang rumah tangga terus merayap naik. Bank of Thailand melaporkan, utang rumah tangga tumbuh hampir 90 persen dari produk domestik bruto. Pada 2010 lalu, angka itu hanya berkisar di 59 persen.
ADVERTISEMENT
Pengeluaran yang meningkat dan pendapatan yang melambat membuat tingkat kesuburan tergelincir. Sehingga, generasi kini memutuskan untuk menyusun ulang prioritas mereka.
Petugas kesehatan melakukan tes usap hidung di Bangkok, Thailand. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
Jumlah kelahiran di negara tersebut kemudian turun hampir sepertiga sejak 2013. Seiring tingkat kematian melonjak akibat corona, Thailand mencatat 544.000 kelahiran pada tahun lalu.
Thailand perlahan terperosok ke dalam super-aged society, yaitu negara dengan jumlah lansia yang mencakup seperlima dari keseluruhan populasi. Sekitar 18 persen penduduk Thailand berusia di atas 60 tahun.
Rasio usia kerja dan lansia pada 2021 lalu adalah 3:4. Para pejabat memprediksi perbandingan itu akan meningkat menjadi 1:7 pada 2040 mendatang.
“Data tersebut mencerminkan krisis populasi di mana pola pikir untuk memiliki anak telah berubah,” tutur pakar demografi di Universitas Thammasat, Teera Sindecharak.
ADVERTISEMENT