Krisis Sri Lanka Belum Usai, Kehidupan Warga Makin Sulit 3 Pekan ke Depan
ADVERTISEMENT
Perdana Menteri Sri Lanka mengatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyerukan kepada warga dunia untuk membantu sektor pangan, pertanian, dan kesehatan negara yang tengah diguncang krisis ekonomi selama berbulan-bulan itu.
ADVERTISEMENT
Dalam pidatonya di depan parlemen pada Selasa (7/6/2022), Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan PBB berencana untuk memberikan bantuan sebesar USD 48 juta atau sekitar Rp 693 miliar dalam periode empat bulan ke depan untuk Sri Lanka.
Wickremesinghe juga memperingatkan, selama tiga pekan ke depan akan sulit bagi warga untuk mendapatkan beberapa kebutuhan pokok. Ia memohon penduduk untuk bersatu dan bersabar dalam menghadapi situasi ini.
“Oleh karena itu, saya mengimbau kepada seluruh warga untuk tidak melakukan penimbunan BBM dan gas selama masa ini,” ungkap Wickremesinghe, dikutip dari Associated Press.
“Setelah tiga minggu yang sulit itu, kami akan mencoba menyediakan bahan bakar dan makanan tanpa gangguan lebih lanjut. Negosiasi sedang dilakukan dengan berbagai pihak untuk memastikan hal ini terjadi,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sri Lanka kini hampir mengalami kebangkrutan, cadangan devisanya pun nyaris habis. Akibatnya, kelangkaan bahan pokok termasuk makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan gas merebak di seluruh penjuru negeri.
Wickremesinghe mengatakan negaranya membutuhkan dana sebesar USD 6 miliar atau sekitar Rp 86.6 triliun dalam 6 bulan ke depan demi menghindari kebangkrutan.
Negara ini memiliki utang USD 7 miliar atau sekitar Rp 101 triliun yang harus dibayarkan tahun ini. Total utang luar negeri Sri Lanka mencapai USD 51 miliar atau sekitar Rp 737 triliun.
Saat ini, pejabat ibu kota Kolombo telah memulai diskusi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) mengenai paket bantuan .
Sementara itu, Wickremesinghe meminta IMF memimpin konferensi untuk menyatukan mitra pinjaman Sri Lanka.
ADVERTISEMENT
“Mengadakan konferensi semacam itu di bawah kepemimpinan India, China, dan Jepang akan menjadi kekuatan besar bagi negara kita. China dan Jepang memiliki pendekatan kredit yang berbeda,” jelas Wickremesinghe.
“Kami berharap bahwa beberapa konsensus tentang pendekatan pinjaman dapat dicapai melalui konferensi semacam itu,” sambungnya.
Krisis ekonomi yang terjadi sejak pandemi COVID-19 ini telah menimbulkan gejolak politik di Sri Lanka.
Para pengunjuk rasa di Kolombo berkemah di luar kantor presiden selama lebih dari 50 hari, menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa yang mereka tuduh bertanggung jawab atas krisis tersebut.
Penulis: Airin Sukono.