Kritik untuk Dewas KPK yang Tak Dibatasi Kode Etik dalam UU

21 Desember 2019 15:26 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelantikan Dewas KPK di Istana Negara. Foto: Kevin S Kurnianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pelantikan Dewas KPK di Istana Negara. Foto: Kevin S Kurnianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak pihak khawatir KPK menjadi lemah karena berlakunya UU versi revisi. Salah satu hal yang dianggap dapat melemahkan ialah keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
ADVERTISEMENT
Menurut Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, Dewas KPK memiliki wewenang yang besar, namun tak dibarengi dengan batasan-batasan yang diatur dalam undang-undang.
"Bahkan, yang namanya pimpinan KPK sekarang cuma pimpinan administratif, dia bukan penegak hukum. Dia bukan penyidik, dia bukan penuntut. Dia tidak memiliki kewenangan untuk menyetujui penyadapan, penangkapan, sebagainya. Kewenangan itu diambil Dewas," kata Ficar di diskusi Polemik di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/12).
"Itu kelemahan sistemik. Sistemnya yang lemah. Kalau di dalam UU KPK, komisioner saja bertemu orang yang diperiksa di KPK dia bisa dihukum 5 tahun. Tapi Dewas ini bebas, tidak ada larangan apa-apa, tidak ada aturan mengenai kedudukan Dewas ini sebagai apa," sambung dia.
Diskusi Polemik Trijaya FM di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
Sesuai Pasal 36 UU Nomor 19 Tahun 2019, larangan hanya berlaku untuk pimpinan dan pegawai KPK. Larangan itu seperti tak boleh mengadakan hubungan dengan pihak berperkara. Sedangkan di UU KPK yang baru, tak disebutkan larangan untuk Dewas KPK.
ADVERTISEMENT
"Dia (Dewas) boleh ketemu siapa saja, artinya apa? Artinya tidak ada sistem yang membatasi, di sisi lain dia punya kewenangan besar. Mengizinkan atau tidak mengizinkan penyadapan, penyitaan, dia punya kewenangan itu," ungkapnya.
Anggota Dewan Pengawas KPK saat acara serah terima jabatan dan pisah sambut Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Hal tersebut, kata Ficar, bisa menjadi sangat berbahaya. Sebab apabila Dewas KPK diisi sosok yang tak berintegritas, berpotensi disalahgunakan.
"Artinya kalau orang di Dewas itu tidak memiliki integritas seperti yang (menjabat) sekarang, tidak mustahil Dewas akan disalahgunakan kewenangannya. Kalau Dewas orang enggak berintegritas, bukan mustahil Dewas ini disalahgunakan, bahkan bisa jadi alat menggigit KPK ini ke depan," kata dia.
Anggota Dewan Pengawas KPK saat acara serah terima jabatan dan pisah sambut Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Namun, Ficar percaya sosok anggota Dewas KPK saat ini berintegritas. Menurutnya, posisi Dewas KPK baik atau buruk tergantung dari siapa yang menempatinya.
ADVERTISEMENT
"(Tapi) sepanjang orang-orangnya masih seperti sekarang (Artidjo dkk) belum ada masalah, karena dilihat dari sisi kinerja orangnya sebelum menduduki jabatan, orang-orangnya punya integritas. Tapi ke depan, kita tidak tergantung pada orang. Harusnya sistem yang mengatur itu," ungkapnya.
Ilustrasi KPK tamat. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Dewas KPK angkatan pertama ini diisi 5 orang, yakni mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan sebagai ketua, mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar, Hakim Albertina Ho, mantan Hakim MK Harjono, dan peneliti senior Syamsuddin Haris.
Selain itu, Ficar juga menyoroti perubahan status pegawai KPK menjadi ASN yang diatur dalam UU No 19 tahun 2019. Menurutnya, kondisi ini bisa mengurangi independensi pegawai KPK dan kelak berpotensi dimanfaatkan penguasa.
"Karena semua akan menjadi ASN, akan satu komando. Artinya KPK pada satu saat dia akan menjadi alat menggigit, alatnya siapa? ya alatnya penguasa, alatnya presiden, yang akan terjadi ke sana," pungkas Ficar.
ADVERTISEMENT