KRL Dinilai Tak Bisa Disetop karena Ribuan Orang Masih Bekerja

17 April 2020 13:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana KRL Sudirman arah Tanah Abang. Foto: Dok. Rayyan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana KRL Sudirman arah Tanah Abang. Foto: Dok. Rayyan
ADVERTISEMENT
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dinilai tak efektif karena mobilitas warga masih tinggi, bahkan KRL beberapa kali padat di jam kerja.
ADVERTISEMENT
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, berpendapat pemerintah tidak akan bisa tegas untuk menutup operasional transportasi umum seperti KRL, karena sebagian kantor masih beraktivitas seperti biasanya.
"Bagaimana mau menghentikan kereta api orang masih ada yang kerja, berapa ribu orang? Kalau kereta disetop mereka kerja pakai apa? kalau enggak datang kan dipecat. Ini yang parah," kata Agus saat dihubungi, Jumat (16/4).
Permenkes 9/2020 mengecualikan kantor-kantor yang boleh beraktivitas, di antaranya terkait pangan, bahan bakar minyak gas, kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, logistik, distribusi, pertahanan, keamanan, ketertiban umum, dan kebutuhan dasar lain.
Menurut Agus, untuk menutup atau menghentikan akses transportasi di Jakarta atau Jabodetabek, diperlukan aturan tegas. Menurut Agus, PSBB bukan aturan yang tepat dan relevan untuk bisa menghentikan transportasi seperti KRL.
ADVERTISEMENT
"Kan kita PSBB, bukan karantina. Karantina semua baru ditutup, kalau PSBB semua hanya dibatasi. Jadi tidak dihentikan KRL. Makanya saya heran Gubernur Jabar bilang akan diberhentikan tanggal 18, memangnya sudah sepakat sama (daerah) yang lain? Makanya saya bilang semua ambigu ini peraturannya," ujarnya.
Menurut Agus, permasalahan di KRL juga sebatas masalah hilir, bukan di hulu. Permasalahan di hulu terkait penanganan COVID-19 adalah aturan dan sanksi yang tegas.
"Nah, jadi kalau hulu kan saya bilang, nama PSBB itu kalau tidak pakai tindakan hukum sanksi itu sama dengan social distancing. Apa bedanya? Karena kalau cuma diimbau enggak bisa orang Indonesia diimbau. Harus dihukum, ada sanksi tegas. Jadi kalau PSBB tidak pakai sanksi ya sama aja. Ngapain susah-susah sebut ganti nama bikin bingung orang," tutup Agus.
ADVERTISEMENT