Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Kronik Penghentian Pemutaran Film G30S/PKI di Era Presiden Habibie
19 September 2017 13:51 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB

ADVERTISEMENT
Kini santer terdengar film G30S/PKI akan diputar kembali menjelang tanggal 30 September mendatang. Film tersebut pada saat zaman Orde Baru (Orba) ditayangkan setiap malam tanggal 30 September untuk menujukkan betapa kejamnya pemberontakan PKI pada tahun 1965.
ADVERTISEMENT
Namun, setelah jatuhnya kepemimpinan Presiden Soeharto pada Mei 1998 dan kekuasaan berpindah ke BJ Habibie, film yang bercerita tentang upaya kudeta PKI dengan membunuh 7 perwira militer Angkatan Darat (AD) tersebut dihentikan pemutarannya.
Berdasarkan buku 'Menguak Misteri Sejarah' yang ditulis oleh sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam, Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) merupakan salah satu pihak yang gencar meminta penghentian pemutaran film G30S/PKI. Film tersebut telah mengubah sejarah AURI yang dituding ikut terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
"Film yang menceritakan peristiwa Gerakan 30 September 1965 menyebabkan sejarah berubah, AURI dituding terlibat. Akibatnya sepanjang Orde Baru stigma negatif itu melekat pada korps ini," ujar Asvi, dikutip kumparan dari bukunya, Selasa (19/9).

Berdasarkan cerita Asvi, Mohamad Saleh Basarah Suradiningrat (Kepala Staf TNI Angkatan Udara Tahun 1973-1977), pada tahun 1998 sempat menghubungi dua menteri era Presiden BJ Habibie, yakni Menteri Penerangan Yusuf Yosfiah dan Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono. Saleh pada saat itu meminta kedua menteri tersebut untuk menghentikan pemutaran film G30S/PKI.
ADVERTISEMENT
Menurut Saleh, dalam film G30S/PKI muncul kesan bahwa Halim (Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma) adalah sarang pemberontak. Hal ini Saleh ungkap pada saat menjamu Asvi, dan kedua tamu lainnya, yakni Chappy Hakim (Kepala Staf Angkatan Udara tahun 2002-2005) dan Parni Hadi (mantan Direktur Utama RRI) di kediaman Saleh pada tanggal 2 Mei 2009.
"Tanggal 2 Mei 2009 para pembahas buku itu, Chappy Hakim, Parni Hadi, dan saya sendiri dijamu makan siang di rumah Saleh Basarah. Di sana saya mendengar pengakuan bahwa pada tahun 1998, Saleh Basarah menelepon Menteri Penerangan Yunus Yosfiah dan Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono agar film Pengkhianatan G30S/PKI tidak diputar lagi. Di film tersebut terkesan bahwa 'Halim adalah sarang pemberontak'," ungkap Asvi.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Asvi menulis, pelurusan sejarah tidak adanya peran AURI dalam G30S/PKI terus berlanjut dengan diluncurkannya buku berjudul 'Menyingkap Kabut Halim 1965' karangan Aristides Katoppo. Dalam buku tersebut dijelaskan beberapa hal yang menunjukkan tidak adanya peran AURI dan Halim terhadap G30S/PKI.

Pertama, latihan sukarelawan Dwikora diadakan di Desa Lubang Buaya, Pondok Gede, yang bukan merupakan wilayah Halim Perdanakusuma. Kedua, AURI secara institusional tidak terlibat dalam upaya kudeta G30S/PKI, meskipun ada anggota pasukannya yang terlibat, yakni Mayor Udara Sujono.
Menurut Asvi, fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa AURI sama sekali tak terlibat dalam G30S/PKI, seperti selama ini yang dituding dalam film G30S/PKI. Tumbangnya Orde Baru, menjadi momen yang tepat bagi para purnawiran AURI untuk meminta film tersebut tidak diputar kembali.
ADVERTISEMENT
Dari kacamata Asvi, film G30S/PKI perlu dikritisi karena tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Di antaranya dalam rapat-rapat PKI digambarkan D.N Aidit pimpinan PKI merokok, padahal kenyataannya Aidit tidak merokok.
Kemudian peta Indonesia yang muncul dalam film G30S/PKI menunjukkan bahwa wilayah Timor Timur pada tahun 1965 merupakan bagian Indonesia, padahal baru tahun 1967 Timor Timur masuk Indonesia. Dalam film tersebut juga terdapat adegan yang tidak tepat untuk ditonton seperti pencungkilan mata, pemotongan alat kelamin, atau penyayatan tubuh para perwira TNI AD, padahal berdasarkan data visum tidak terdapat kondisi demikian.
Asvi mengedepankan sisi keilmuwan, dalam melihat fenomena ini. Bagi dia, masyarakat tentu harus diajari berpikir kritis melalui diskusi bersama jika nantinya film G30S/PKI benar akan diputar kembali.
ADVERTISEMENT