Kronologi Korupsi Eks Dirut Sarana Jaya terkait Lahan Rumah DP Rp 0

14 Oktober 2021 19:40 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) Yoory C. Pinontoan dihadirkan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) Yoory C. Pinontoan dihadirkan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Jakarta Timur kini mulai dibuka oleh KPK. Perkara korupsi itu diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
ADVERTISEMENT
Mantan Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, mulai menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/10). Dalam dakwaan Yoory, jaksa membeberkan perbuatan korupsi itu.
Yoory didakwa korupsi merugikan keuangan negara hingga Rp 152,5 miliar terkait pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur, tahun 2019. Tanah tersebut awalnya ditujukan untuk hunian DP 0 rupiah sebagai program Pemprov DKI.
Ilustrasi uang sitaan KPK. Foto: Instagram/@official.kpk
Dia didakwa bersama-sama dengan Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian; Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtuwene; serta Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar; dan PT Adonara Propertindo sebagai korporasi.
Jumlah dugaan kerugian negara tersebut berdasarkan hasil audit yang dilakukan terhadap pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur, tahun pembelian 2019. Audit dilakukan pada 3 September 2021 oleh tim auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Yoory didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Berikut kronologi perkara tersebut sebagaimana termuat dalam dakwaan:
Yoory diangkat sebagai Dirut Sarana Jaya berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1742 Tahun 2016.
Sarana Jaya merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov DKI Jakarta yang bergerak di bidang properti berupa penyediaan tanah, pembangunan perumahan dan bangunan (umum serta komersil). Termasuk melaksanakan proyek-proyek penugasan dari Pemprov DKI Jakarta seperti pembangunan hunian DP 0 rupiah dan penataan kawasan niaga Tanah Abang.
Pada tahun 2018, Yoory mengajukan usulan penyertaan modal daerah (PMD) Sarana Jaya kepada Gubernur Anies Baswedan untuk ditampung pada APBD Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2019 sebesar Rp 1.803.750.000.000. Rencana penggunaannya antara lain untuk pembelian alat produksi baru, proyek Hunian DP 0 rupiah, dan proyek Sentra Primer Tanah Abang.
ADVERTISEMENT
Yoory menyampaikan kepada Tommy Adrian bahwa Sarana Jaya akan memperoleh PMD yang digunakan dalam rangka pembelian tanah untuk melaksanakan program Rumah DP 0 rupiah. Ia mengungkapkan rencana program itu berlokasi di wilayah Jakarta Timur dengan syarat luas di atas 2 Ha, posisi di jalan besar, lebar muka bidang tanah 25 meter dan minimal row jalan sekitar 12 meter.
PT Adonara Propertindo yang dipimpin Tommy Adrian merupakan perusahaan properti yang biasa membeli tanah dari masyarakat untuk dijual lagi kepada Sarana Jaya. Atas informasi dari Yoory, Tommy memerintahkan manajer operasional PT Adonara Propertindo, Anton Adisaputro, mencarikan tanah sesuai kriteria yang disampaikan.
Anton menemukan tanah yang berlokasi di daerah Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur dengan luas 41.921 m2 milik Kongregasi Suster-Suster Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB). Anton dan Tommy menghubungi Kongregasi Suster CB untuk membeli tanah. Namun mereka ditolak karena dianggap makelar.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dilaporkan kepada Anja Runtuwene dan Rudy Hartono (beneficial owner PT Adonara Propertindo). Kemudian disepakati bahwa Anja yang akan melakukan pendekatan kepada pihak Kongregasi Suster CB.
Tersangka Wadir PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene menggunakan rompi tahanan masuk ke mobil tahanan usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Tommy kemudian mengabarkan kepada Yoory dan Senior Manajer di Sarana Jaya, Yadi Robby, bahwa terdapat tanah di daerah Munjul. Mereka pun melakukan pengecekan. PT Adonara Propertindo pun diminta segera memasukkan penawaran ke Sarana Jaya.
PT Adonara Propertindo kemudian mengirimkan surat penawaran atas nama Andyas Geraldo selaku anak dari Rudy Hartono dan Anja Runtuwene atas tanah di Munjul yang luasnya 42.000 m2 dengan harga Rp 7,5 juta/m2.
Surat penawaran itu menyebutkan bahwa Andyas adalah pemilik tanah. Selain itu, surat penawaran tidak dilengkapi dokumen pendukung bukti kepemilikan hak atas tanah. Sebab, memang belum ada kesepakatan dengan Kongregasi Suster CB selaku pemilik lahan.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Yoory memerintahkan kepada para Senior Manager Sarana Jaya agar segera menindaklanjuti surat penawaran tersebut.
Anja melakukan pertemuan dengan perwakilan Kongregasi Suster CB di Yogyakarta mempergunakan faktor kedekatan agama untuk membeli tanah tersebut.
Akhirnya, pihak Kongregasi Suster CB bersedia menjual tanah yang terletak di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur dengan total luas 41.921 m². Kesepakatan ditindaklanjuti Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di hadapan Notaris/PPAT Mustofa.
Hal tersebut sebagaimana Akta Perikatan Jual Beli No. 34 tanggal 25 Maret 2019 atas tanah milik Kongregasi Suster-Suster CB yang dibeli PT Adonara Propertindo dengan harga Rp 2,5 juta/m2. Lalu pada 29 Maret, dibayarkan uang muka pembelian tanah Rp 5 miliar dari PT Adonara Propertindo ke Kongregasi Suster CB.
ADVERTISEMENT
Atas kesepakatan itu, Tommy lalu mengabari Yoory melalui Yadi Robby bahwa tanah sudah dibuat PPJB. Sehingga bisa dilakukan transaksi antara Anja Runtuwene dengan Sarana Jaya. Yadi Robby ditugaskan mempersiapkan transaksi jual beli tersebut. Yurisca Lady Enggrany diminta menjadi notaris/PPAT untuk transaksi tersebut.
Tommy kembali memasukkan surat penawaran kepada Sarana Jaya tertanggal 4 Maret 2019 (tanggal dibuat mundur atau backdate) atas nama Anja Runtuwene untuk menggantikan penawaran Andyas. Dalam surat penawaran, disebutkan Anja selaku pemilik tanah. Namun tanpa disertai lampiran bukti kepemilikan atas tanah. Hanya disebutkan bahwa lahan tersebut dapat dibangun perumahan atau rumah susun (apartemen).
Yoory dan Tommy kemudian membahas harga jual beli tanah di Munjul tersebut. Tommy awalnya meminta Rp 5,5 juta/meter2, tapi disepakati Rp 5,2 juta/meter2. Hal tersebut dengan janji ada imbalan fee yang akan diberikan kepada Yoory.
ADVERTISEMENT
Yoory kemudian memerintahkan Yadi menyiapkan kelengkapan administrasi karena akan dilakukan pembayaran. Termasuk mempersiapkan proses negosiasi yang bersifat formalitas. Sebab, pada saat itu belum dilakukan penilaian oleh appraisal, maupun survei (peninjauan lokasi) tanah.
Pada saat kemudian dilakukan survei, tidak dapat diketahui batas-batas tanah karena belum ada data atau dokumen pendukung kepemilikan yang diberikan pihak PT Adonara Propertindo kepada Sarana Jaya. Selain itu, lokasi tanah berada di jalan kecil (row jalan tidak sampai 12 meter). Tidak sesuai dengan yang disampaikan Yoory ke Tommy Adrian pada November 2018.
Yadi Robby sempat melaporkan kondisi lahan itu kepada Yoory. Namun Yoory tetap memerintahkan agar proses pembelian tetap dilanjutkan.
"Terdakwa tetap memerintahkan agar dilanjutkan proses pembelian. Hal ini melanggar ketentuan Pasal 91 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 mengenai operasional BUMD harus berdasarkan Standar Operasional Prosedur," kata jaksa KPK.
ADVERTISEMENT
Bahwa untuk membayar pembelian tanah tersebut, Yoory berencana menggunakan dana PMD yang telah dianggarkan pada APBD Pemprov DKI Jakarta TA 2019.
Dia lantas mengirim surat kepada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Pemprov DKI Jakarta Nomor 271/-1.826 tanggal 29 Maret 2019, perihal permohonan pencairan pemenuhan PMD sebesar Rp 500 miliar. BPKD Pemprov DKI Jakarta membalas dengan surat yang pada intinya hanya bisa mencairkan sebesar Rp 350 miliar.
Yoory memerintahkan pembayaran pembayaran kepada PT Adonara Propertindo terkait pembelian tanah itu. Padahal, PMD Sarana Jaya belum dicairkan oleh BPKD Pemprov DKI Jakarta.
Yoory meminta Yadi Robby membuat undangan negosiasi tertanggal 5 April 2019. Padahal negosiasi tidak pernah dilakukan.
Selain itu, ia juga memerintahkan Yadi Robby dan Indra S. Arharrys [Senior Manajer Sarana Jaya] menyiapkan dokumen Bukti Uang Keluar (BUK) dan Memo Internal Permohonan Pembayaran yang dibuat bertanggal mundur (backdate) tertanggal 29 Maret 2019.
ADVERTISEMENT
Dokumen itu terkait pembayaran 50% (tahap pertama) atas pembelian tanah Munjul dengan harga Rp 5,2 juta/m2. Padahal dalam rapat pimpinan yang dihadiri Direksi dan Senior Manager Sarana Jaya hanya disepakati harga pembelian sebesar Rp 5 juta/m2.
Dilakukan penandatanganan 25 PPJB atas tanah Munjul antara Yoory dengan Anja Runtuwene. Proses pembayaran pun dilakukan dengan nilai transaksi sebesar Rp 217.989.200.000. Namun, Yoory menyetujui dilakukan pembayaran 50% dulu oleh Sarana Jaya dan ditransfer sebesar Rp 108.994.600.000 ke rekening Anja.
Padahal, kajian yang menyeluruh (aspek bisnis, legal, dan teknis) dan penilaian appraisal belum dilakukan.
Dalam rangka formalitas pembayaran dari Sarana Jaya yang telah diterima Anja, Tommy meminta staf marketing konsultan jasa penilai publik Wahyono Adi, Ucu Samsul Arifin, membuat appraisal tanah di Munjul dengan harga di atas Rp 7 juta/meter2.
ADVERTISEMENT
Ucu Samsul Arifin membuat praappraisal dengan hitungan Rp 6.122.200/meter2. Namun untuk zonasi tanah terdiri dari zona hijau dan zona kuning, serta terdapat bidang tanah yang letaknya terpisah dan tidak memiliki akses masuk ke jalan utama. Sehingga kesimpulannya tanah di Munjul tersebut tidak bisa dikembangkan menjadi proyek hunian DP 0 rupiah.
Yoory meminta kepada Tommy agar memberikan uang untuk doorprize HUT ke-37 Sarana Jaya. Rudy Hartono menyetujui untuk pembelian 2 unit sepeda motor merk Honda seharga Rp 56.878.000 dan pembelian motor 1 unit sepeda motor merk Yamaha seharga Rp 27.440.000.
Rudy Hartono memerintahkan Anton Adisaputro menemui Yadi Robby dan Yoory untuk merealisasikan pembayaran tahap dua. Namun pembayaran tahap kedua belum dapat direalisasikan oleh Yoory karena Sarana Jaya belum mendapat pencairan dana PMD dari Pemprov DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Tim Investasi Sarana Jaya menyampaikan hasil kajian kepada Yoory bahwa 73% lahan tanah Munjul tersebut berada dalam zona hijau rekreasi, jalur hijau, dan prasarana jalan. Sehingga tidak sesuai peruntukan sebagaimana Pasal 632 sampai dengan Pasal 633 Perda No. 1 tahun 2014 tentang Tata Ruang DKI Jakarta yang pada pokoknya menyebutkan bahwa lahan ber-zonasi hijau tidak dapat dilakukan pembangunan, apalagi menjadi Rusunami.
Yoory meminta Indra S. Arharrys dan Yadi melengkapi persyaratan pembelian tanah berupa appraisal konsultan penilai agar permasalahan zona hijau dapat diatasi dan harga tanah dapat disesuaikan dengan harga yang telah dibayarkan Sarana Jaya. Junior manajer Sarana Jaya, Farouk Maurice, diminta berkoordinasi dengan Wisnu Junaidi selaku konsultan penilai sebagai pembuat appraisal resmi.
ADVERTISEMENT
Wisnu Junaidi ditargetkan agar hasil perkiraan harga tanah tersebut di atas Rp 5,2 juta/meter2 dan mengeluarkan dokumen appraisal backdate. Namun, ia menolak.
"Karena penilaian kewajaran harga tanah Munjul hanya berada di kisaran harga Rp 2,6 juta/m2 sampai dengan Rp 3 juta/m2 dengan pertimbangan 25 sertifikat dan girik tanah yang sporadik (tidak berada dalam satu hamparan), lokasi tapak tanah berada di bukan jalan utama (secondary road), dan harga pasaran di wilayah sekitarnya," kata jaksa KPK.
Atas hal tersebut, Yoory memerintahkan untuk mencari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang sanggup memberikan penilaian harga tanah di angka sekitar Rp 6,1 juta/m2 dan bersedia membuat tanggal laporan penilaian (appraisal) dibuat mundur sebelum tanggal pelaksanaan negosiasi (backdate).
ADVERTISEMENT
Akhirnya disepakati menggunakan jasa KJPP Wahyono Adi selaku konsultan appraisal yang pernah dipergunakan oleh Tommy Adrian.
Harga appraisal tanah dikeluarkan dengan nilai dan tanggal backdate penilaian tanah dari KJPP Wahyono Adi sesuai dengan nilai kesepakatan yang sudah disepakati. KJPP Wahyono Adi meminta biaya jasa penilaian sebesar Rp 53.504.000 yang kemudian dibayarkan Sarana Jaya.
Sarana Jaya menerima pencairan PMD dari Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 350 miliar pada 16 Desember 2019 dan sebesar Rp 450 miliar pada 18 Desember 2019. Total, Sarana Jaya mendapat PMD sebesar Rp 800 miliar.
Pencairan itu berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 1684 tahun 2019 tanggal 9 Desember 2019 tentang Pencairan Penyertaan Modal Daerah Pada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya TA 2019. Salah satu peruntukannya adalah untuk proyek Hunian DP 0 rupiah.
ADVERTISEMENT
Pembayaran kedua kepada PT Adonara Propertindo dibayarkan. Uang yang diterima Anja seluruhnya berjumlah Rp 152.565.440.000.
Uang itu kemudian dipergunakan Anja dan Rudy Hartono. Antara lain untuk keperluan operasional perusahaan, ditransfer ke PT RHYS Auto Gallery yang masih satu grup dengan korporasi PT Adonara Propertindo, maupun keperluan pribadi keduanya seperti pembelian mobil, apartemen dan pembayaran kartu kredit.
"Bahwa pembayaran dari PPSJ (Sarana Jaya) atas pembelian tanah di Munjul, Pondok Ranggon tersebut tidak mempunyai nilai manfaat karena tidak bisa dipergunakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan dan kepemilikan atas tanah tidak pernah beralih kepada PPSJ, sehingga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara/daerah yang bersifat total lost sebesar Rp 152.565.440.000 sebagaimana Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah di Munjul Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung pada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Tahun 2019, tanggal 03 September 2021 yang dibuat oleh Tim Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan," pungkas jaksa KPK Takdir Suhan.
ADVERTISEMENT