Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Kronologi Plang Muhammadiyah di Masjid Al-Hidayah Banyuwangi Diturunkan Warga
1 Maret 2022 14:41 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Sejumlah warga menurunkan paksa plang Muhammadiyah yang berada di area Masjid Al-Hidayah Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi .
ADVERTISEMENT
Ada tiga plang Muhammadiyah yang diturunkan paksa oleh warga. Yakni plang bertuliskan "Pusat Dakwah Muhammadiyah Tampo," "Pimpinan 'Aisyiyah Ranting Tampo," dan "TK 'Aisyiyah Bustanul Athfal Tampo".
Penurunan plang ini berangkat dari permasalahan internal antara pewaqif (pemberi tanah waqaf) tanah masjid dengan pihak nadzir (penerima waqaf). Sebab, sedari awal masjid tersebut diperuntukkan bagi masyarakat umum, tidak terkhusus untuk ormas tertentu.
Berikut riwayat berdirinya Masjid Al-Hidayah hingga kronologi penurunan plang Muhammadiyah yang berhasil dihimpun kumparan.
Tahun 1992
Masjid Al-Hidayah diwakafkan untuk masyarakat umum. Masjid Al-Hidyah merupakan wakaf dari seorang tokoh masyarakat setempat Kiai Bakri pada tahun 1992.
Oleh waqif (pemberi wakaf) Kiai Bakri, wakaf diserahkan ke nadzir yang tak lain adalah menantunya sendiri.
ADVERTISEMENT
Sejak berdiri, masyarakat setempat salat berjemaah di masjid tersebut dengan nyaman, meski di lingkungan masjid terdapat beragam kelompok, seperti Muhammadiyah, Nahdliyin, hingga Salafi.
Namun, di pertengahan jalan, nadzir berinisiatif untuk menghibahkan wakaf tersebut ke organisasi.
Hal ini berdasarkan pada Akta Pengganti Akte Ikrar Wakaf (APAIW) yang menyebutkan masjid tersebut merupakan wakaf darinya dengan nadzir dirinya juga. APAIW itu dibuat saat sang mertua masih hidup. Namun tahunnya tak diketahui tahun berapa.
Dari sini kemudian menimbulkan polemik di kalangan keluarganya sendiri. Ada anak dari keluarga waqif yang menolak wakaf masjid tersebut dikhususkan pada organisasi tertentu.
Ia bersama sebagian jemaah Masjid Al-Hidayah tetap menghendaki masjid itu dikelola secara swadaya oleh takmir dan warga setempat, tanpa harus ada embel-embel organisasi apa pun.
“Informasi yang kami terima seperti itu. Permasalahan tersebut merupakan permasalahan internal keluarga besar pewaqif, yakni almarhum Kiai Bakri,” kata Kepala Desa Tampo, Hasyim Ashari, saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (1/3).
ADVERTISEMENT
Menurut Hasyim, Pemdes Tampo sebenarnya sudah dua kali memediasi persoalan tersebut.
“Permasalahan tersebut sudah dimediasi di tingkat warga, tapi tidak membuahkan hasil. Akhirnya perwakilan masyarakat minta kades untuk mediasi permasalahan tersebut,” ungkapnya.
10 Februari 2022
Mediasi pertama dilakukan di lingkungan masjid dengan menghadirkan kades, babinsa dan bhabinkamtibmas Desa Tampo. Sayang mediasi tersebut tak membuahkan hasil.
Mediasi kemudian dilanjutkan di kantor Desa Tampo dengan menghadirkan Kantor Urusan Agama (KUA) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kecamatan Cluring. Lagi-lagi mediasi tersebut tak membuahkan hasil.
24 Februari 2022
Pada tanggal ini, dilakukan mediasi di kantor kecamatan Cluring. KUA Cluring kemudian berinisiatif untuk memediasi persoalan tersebut di tingkat kecamatan pada tanggal 24 Februari 2022.
ADVERTISEMENT
“Dalam kesempatan tersebut KUA mengundang seluruh komponen yang terkait dengan masalah Al-Hidayah,” ungkap Hasyim.
Ada beberapa pihak yang diundang dalam mediasi tersebut. Di antaranya, Camat Cluring, Kapolsek, serta Danramil.
Selain itu, juga hadir ketua DMI Cluring, ketua MUI Cluring, FAUB Cluring, Badan Waqaf Banyuwangi, Ketua PC Muhammadiyah Cluring, Ketua MWCNU Cluring dan beberapa tokoh masyarakat.
Dalam mediasi tersebut, ada kesepakatan bersama bahwa plang Muhammadiyah yang berada di Masjid Al-Hidayah diturunkan.
Pihak takmir diminta untuk menurunkan papan nama tersebut paling lambat pada tanggal 25 Februari 2022.
“Dalam mediasi tersebut, ada kesepakatan salah satunya ialah untuk menurunkan papan nama organisasi tertentu, untuk kepentingan kondusifitas lingkungan, ketentraman, warga, ketenangan ibadah,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
26 Februari 2022
Sejumlah warga beserta keluarga pewaqif akhirnya melakukan penurunan paksa plang tersebut pada tanggal 26 Februari 2022.
Aksi penurunan papan nama Muhammadiyah ini terekam video dan tersebar luas di media sosial.
Dalam video tersebut, nampak Kepala Desa Tampo dan Camat Cluring beserta babinsa mengawal proses penurunan plang Muhammadiyah itu.
28 Februari 2022
Pemkab Banyuwangi berkoordinasi dengan stakeholder terkait menanggapi video viral tersebut, Pemkab Banyuwangi langsung berkoordinasi dengan MUI, FKUB, kepolisian, dan PD Muhammadiyah pada tanggal 28 Februari 2022.
Langkah ini dilakukan untuk meredam beragam potensi isu yang bisa memecah kerukunan umat.
Dalam kesempatan ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banyuwangi KH Muhammad Yamin memastikan bahwa kejadian penurunan papan nama Ormas Muhammadiyah di Masjid Al-Hidayah tak menimbulkan polemik sebagaimana beredar di media sosial.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah, tadi sudah dilakukan musyawarah dengan sejumlah pihak secara bersama. Baik dari PD Muhammadiyah Banyuwangi, Pemkab Banyuwangi, pihak kepolisian dan para pihak terkait lainnya. Kami urai secara bersama duduk perkaranya. Dari sana, kami memastikan bahwa kejadian tersebut berlangsung kondusif," ungkap KH Muhammad Yamin.
Yamin menjelaskan, penurunan papan nama ormas tersebut sejatinya dikarenakan adanya miskomunikasi di tingkat lokal. Khususnya antara waqif (orang yang memberi waqaf) dengan nadzir (penerima waqaf).
"Waqafnya sejak awal diperuntukkan sebagai masjid yang dikelola secara umum. Seiring waktu kemudian, mungkin untuk keperluan administrasi atau apa, nadzirnya melibatkan ormas," terang Yamin yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Banyuwangi.
Dari sinilah kemudian papan nama ormas tersebut muncul di Masjid Al-Hidayah. Oleh sebagian ahli waris waqif, warga dan jemaah masjid kemudian mengingatkan kembali tujuan awal dari waqaf tersebut. Setelah melakukan serangkaian mediasi mulai dari tingkat desa hingga kecamatan, akhirnya disepakati untuk melepaskan papan nama itu.
ADVERTISEMENT
"Saat ini Masjid tetap dipergunakan seperti biasa dan juga di bawah kendali ketakmiran setempat. Semua aktivitas berjalan sebagaimana biasanya. Mulai salat jemaah, pengajian dan lain sebagainya," terang Yamin.