Kronologi Proses Etik Nurul Ghufron yang Dihentikan Putusan PTUN Jakarta

21 Mei 2024 21:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti sidang etik di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (14/5/2024).  Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti sidang etik di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (14/5/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Dewas KPK batal membacakan putusan atau sanksi etik terhadap Nurul Ghufron. Musababnya, ada putusan sela yang dikeluarkan PTUN Jakarta sehari sebelum sidang pembacaan putusan etik.
ADVERTISEMENT
Isi putusan sela PTUN Jakarta itu adalah memerintahkan Dewas untuk menghentikan sementara proses etik Ghufron. Hasilnya, putusan etik Ghufron batal dibacakan Dewas.
Berikut kronologi kasus etik dan perlawanan Ghufron:
24 April 2024
Polemik ini berawal ketika muncul informasi Nurul Ghufron ke anggota Dewas KPK Albertina Ho atas dugaan pelanggaran etik. Ghufron menuding Albertina Ho melanggar etik.
Namun ternyata, Dewas KPK sedang mengusut kasus etik Ghufron. Ia diduga melanggar etik terkait mutasi ASN di Kementerian Pertanian.
Pada hari yang sama, Ghufron ternyata mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta. Ia beralasan bahwa Dewas tidak berwenang mengusut kasus etiknya sebab sudah kedaluwarsa. Dewas dianggap melampaui kewenangan.
2 Mei 2024
Dewas menggelar sidang perdana kasus pelanggaran etik Ghufron. Namun pemeriksaan perdana itu Ghufron mangkir.
ADVERTISEMENT
14 Mei 2024
Sidang kembali digelar Dewas KPK. Merupakan penjadwalan ulang dari sidang sebelumnya. Kali ini, Ghufron hadir.
17 Mei 2024
Untuk kesekian kalinya, Dewas menggelar sidang. Kali ini, agendanya mendengarkan pembelaan dari Ghufron sebagai terperiksa. Namun, ia lagi-lagi mangkir.
20 Mei 2024
Sidang pembelaan Ghufron digelar Dewas KPK setelah sebelumnya tidak hadir. Ghufron membacakan pembelaannya.
Pada hari yang sama, PTUN Jakarta mengeluarkan putusan sela. Isinya, memerintahkan Dewas KPK selaku Tergugat menunda pemeriksaan etik Ghufron.
21 Mei 2024
Dewas KPK sedianya membacakan vonis etik terhadap Ghufron. Sidang dijadwalkan pukul 14.00 WIB.
Satu jam sebelum putusan atau pukul 13.00 WIB, Dewas mendapat pemberitahuan soal putusan sela PTUN Jakarta. Sidang tetap digelar, tetapi kemudian sidang dinyatakan ditunda sampai putusan PTUN berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
ADVERTISEMENT
Dewas KPK mengaku sudah mengantisipasi adanya gugatan Ghufron ke PTUN Jakarta. Bahkan, sejak Ghufron meminta penundaan persidangan pada Jumat 17 Mei 2024. Pada hari itu, sidang etik Ghufron dijadwalkan untuk sesi pembelaan. Tapi yang bersangkutan tak hadir.
Yang datang saat itu adalah surat permintaan penundaan sidang dari Ghufron. Minta ditunda hingga tiga hari kerja, artinya dari 20-23 Mei. Namun permintaan tersebut ditolak Dewas.
“Untuk Anda ketahui, pada Jumat minggu lalu itu sudah dijadwalkan pembacaan pembelaan bagi Pak NG, jam 2 siang itu sudah dijadwalkan, tapi Beliau enggak datang. Yang datang adalah sepotong surat beliau meminta supaya pembacaan pembelaan itu ditunda selama 3 hari kerja. Nah 3 hari kerja itu jatuhnya besok, dan itu Dewas enggak setuju. Dewas menolak pembacaan pembelaan itu besok, makanya kami memutuskan, majelis memutuskan, Senin (20/5), kemarin itu pembacaan pembelaan,” jelas Anggota Dewas Syamsuddin Haris dalam konferensi pers, Selasa (21/5).
ADVERTISEMENT
Dan benar saja, setelah pembacaan pembelaan di Dewas, putusan sela atas gugatan Ghufron di PTUN muncul. Putusan yang memerintahkan Dewas menghentikan proses etik.
Itu membuat Dewas tak bisa berbuat apa-apa, dan harus menunda pembacaan putusan etik Ghufron.
“Kami tidak bisa melakukan apa-apa kecuali taat pada hukum, sebab bagaimanapun sebagai bagian dari KPK adalah lembaga penegak hukum, jadi kita mesti taat pada apa yang diputuskan oleh PTUN,” imbuh Haris.

Kasus Etik Nurul Ghufron

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyampaikan sambutan pada acara Paku Integritas KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Nurul Ghufron dilaporkan ke Dewas KPK karena diduga melanggar etik terkait mutasi seorang pegawai ASN di Kementan. Dia diduga berkomunikasi dengan pihak Kementan terkait mutasi ASN yang merupakan anak dari kenalan Ghufron.
Namun, Ghufron berdalih bahwa yang dilakukannya bukan intervensi. Melainkan meneruskan keluhan saja terkait mutasi ASN tersebut, dari Jakarta ke Malang, yang tak kunjung disetujui.
ADVERTISEMENT
Menurut Ghufron, permintaan mutasi itu ditolak Kementan dengan alasan bakal mengurangi sumber daya manusia (SDM) yang ada di Jakarta. Namun, ketika pegawai itu mengajukan surat pengunduran diri justru malah diterima.
Hal itu pun dianggap Ghufron tidak konsisten, karena dinilai adanya perbedaan perlakuan terhadap dua langkah yang diambil. Padahal, keduanya juga akan berimbas pada pengurangan SDM di kementerian itu.
Ghufron pun menyatakan tidak ada yang salah dalam pengurusan permohonan mutasi tersebut. Tidak ada imbalan yang ia terima.
Selain itu, Ghufron menilai bahwa Dewas KPK tidak berwenang untuk memeriksa kasus etik tersebut. Sebab, menurut Ghufron, peristiwanya sudah kedaluwarsa.
Ghufron menghubungi pejabat Kementan itu pada 15 Maret 2022. Sementara, hal itu baru dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023.
ADVERTISEMENT
Atas dasar tersebut, Ghufron kemudian melakukan perlawanan. Salah satunya dengan menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta. Gugatan yang kemudian berhasil membuat sidang putusan etik Dewas KPK ditunda.
Selain itu, Ghufron juga menggugat Dewas KPK ke Mahkamah Agung. Bahkan melaporkan secara pidana Dewas KPK ke Bareskrim.