KSP: Mural yang Serang Jokowi Ganggu Ketertiban dan Minim Nilai Etika-Estetika

3 September 2021 15:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mural Jokowi Not Found di Tangerang. Foto: Polres Tangerang
zoom-in-whitePerbesar
Mural Jokowi Not Found di Tangerang. Foto: Polres Tangerang
ADVERTISEMENT
Mural dengan potret mirip Presiden Jokowi sempat terpampang di sudut Kota Tangerang hingga Bandung, sampai akhirnya dihapus oleh petugas. Mural-mural mirip Jokowi yang digambar di tembok ini kebanyakan mengkritisi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Juri Ardiantoro, mengungkapkan mural-mural yang diduga menyerang Jokowi ini mencerminkan adanya kekeliruan persepsi dan praktik demokrasi dari pembuat muralnya.
"Jika kritik dimaknai sebagai bagian demokrasi, maka tidak boleh mengabaikan elemen-elemen yang mendasarinya. Sebut saja di antaranya kepatuhan hukum, etika, dan estetika demi menjaga ketertiban sosial," kata Juri dalam keterangannya, Jumat (3/9).
"Mural-mural yang sengaja ditebarkan yang baru-baru ini menyerang Presiden Jokowi Widodo adalah cermin dari perbuatan yang justru keluar dari ketiga unsur tersebut, karena mengganggu ketertiban sosial dan kepatuhan hukum, minim nilai-nilai etika dan estetika," lanjutnya.
Juri Ardiantoro. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Menurut Juri, kritik terhadap pemerintah semestinya mengandung semangat dan unsur-unsur yang membangun. Termasuk bisa memberikan solusi atas berbagai permasalahan yang jadi objek kritikan lewat mural tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia mengingatkan Jokowi selalu terbuka dengan segala masukan maupun kritik yang datang kepadanya.
"Bahkan tidak akan menempatkan para pengkritiknya sebagai musuh, termasuk para pembuat mural yang menyerang dirinya," ucap dia.
Juri kemudian menyinggung soal pidato kenegaraan Jokowi pada 16 Agustus lalu, yang menyebut kritik merupakan bagian penting bagi bangsa dan negara. Jokowi bahkan sampai menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang sudah aktif, dan terus ikut membangun budaya demokrasi di Indonesia.
Dari pernyataan Jokowi itulah, Juri menganggap siapa saja boleh berekspresi untuk menyampaikan kritik maupun masukan kepada pemerintah. Namun, ia berpesan untuk memperhatikan lokasi penggambaran mural agar tidak merusak fasilitas umum.
"Jadi, membuat mural-mural itu tidak masalah juga tidak dilarang. Tetapi penting diperhatikan, apakah mural itu diperbolehkan ‘digambar’ di tempat publik tersebut? Apakah tidak mengganggu kenyamanan masyarakat, dan apakah kontennya tidak menyerang pribadi-pribadi orang secara sembarangan?" tanya Juri.
ADVERTISEMENT
"Silakan saja mengungkapkan dan berekspresi untuk membangun demokrasi yang penuh keadaban dan optimisme kita sebagai bangsa," tutup dia.
Sebuah mural mirip Presiden Joko Widodo dengan tinggi sekitar 2 meter dan lebar 2,5 meter menghiasai badan konstruksi Flyover Pasupati Kota Bandung. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Petugas gabungan, mulai dari Satpol PP hingga polisi, akhir-akhir ini sibuk menghapus sejumlah mural di jalanan. Maraknya penghapusan mural ini berawal dari dihapusnya mural mirip Presiden Joko Widodo yang disertai tulisan "404: Not Found", lantaran dianggap melecehkan presiden, sebagai simbol dan lambang negara.
Lalu ada mural mirip Jokowi di Flyover Pasupati, Kota Bandung, dengan mata ditutupi masker. Mural ini juga sudah dihapus oleh petugas.
Tak hanya bergambar mirip Jokowi, muncul sejumlah mural lainnya yang bertuliskan 'Wabah Sesungguhnya Adalah Kelaparan' di Ciledug, Tangerang, lalu mural bertuliskan 'DIBUNGKAM' di bawah Jembatan Kleringan Kewek, Danurejan, Kota Yogyakarta, hingga di Batam dengan tulisan 'Thx Jokowi I’m Dead', 'Bisnis di Pandemic', 'NKRI harga Rp10 rb/ KK'.
ADVERTISEMENT