Kuasa Hukum: Tak Ada Pertimbangan Hakim Sebut Dana Suap Harun Masiku dari Hasto

11 Januari 2025 19:37 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menghadiri acara HUT PDIP ke-52 di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Jumat (10/1/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menghadiri acara HUT PDIP ke-52 di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Jumat (10/1/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum Hasto Kristiyanto mempertanyakan keputusan KPK dalam menetapkan Sekjen PDIP itu sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku. Mereka menilai tak ada pertimbangan hakim yang sebut dana suap sosok buronan KPK itu berasal dari Hasto.
ADVERTISEMENT
Penasihat Hukum Hasto Kristiyanto, Patramijaya, meminta KPK sebagai lembaga penegak hukum untuk taat terhadap hukum. Ia menilai penetapan tersangka kliennya itu telah mendramatisir dan memaksakan proses hukum.
"Sekali lagi kami mengajak KPK untuk mematuhi hukum salah satunya dalam bentuk menghormati dan patuh pada putusan pengadilan terkait perkara Wahyu Setiawan yang telah diputus mulai dari Putusan PN, banding hingga Kasasi," ujar Patramijaya dalam keterangan tertulis Sabtu (11/1).
Patramijaya menyebut ada beberapa fakta penting yang dihimpunnya dari putusan sidang terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina. Keduanya adalah pihak penerima suap dalam kasus Harun Masiku.
Fakta sidang dan pertimbangan majelis hakim itu tercatat pada Putusan No.28/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt. Patramijaya menilai KPK seharusnya mematuhi putusan tersebut.
ADVERTISEMENT
Berikut isi poin-poin yang dinilai tidak diabaikan oleh KPK menurut pihak Hasto:
1. Harun Masiku telah menyanggupi mempersiapkan dana Rp 1,5 miliar untuk biaya operasional pengurusan di KPU dan memberikan dalam dua tahap. Berikut kutipan pertimbangan hakim yang dikutip Partamijaya:
'Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah bertemu Harun Masiku untuk menyampaikan kepada Harun Masiku mengenai adanya biaya operasional untuk pengurusan di KPU sebesar Rp 1.500.000.000,00- (satu miliar lima ratus juta rupiah) lalu Harun Masiku menyanggupinya dan bersedia untuk menyiapkan dananya secara bertahap dengan mengatakan 'yang penting awal Januari 2020 saya dilantik sebagai anggota DPR'
2. Dana Operasional Tahap Pertama berasal dari Harun Masiku
3. Dana Operasional Tahap Kedua berasal dari Harun Masiku
ADVERTISEMENT
Menurut Partamijaya, hal tersebut dipertegas pada Putusan Mahkamah Agung No.1857 K/Pid.Sus/2021 dengan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, yaitu:
A. Majelis Hakim Kasasi di Mahkamah Agung menyatakan bahwa Putusan PN dan PT telah mempertimbangkan fakta hukum secara tepat dan benar. Berikut kutipan pertimbangan hakim yang dikutip Partamijaya:
'Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili para Terdakwa, Judex Facti telah mempertimbangkan fakta hukum yang terungkap di muka persidangan secara tepat dan benar serta tidak melampaui kewenangannya'.
B. Wahyu Setiawan meminta biaya operasional agar keinginan Harun Masiku menjadi Anggota DPR-RI sejumlah Rp 1.000.000.000. Berikut kutipan pertimbangan hakim yang dikutip Partamijaya:
'Terdakwa I telah memanfaatkan kedudukannya yang strategis sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan berperan aktif melalui Terdakwa II yang melakukan negosiasi dengan Saeful Bahri untuk mengurus kepentingan Harun Masiku agar Harun Masiku dapat menggantikan Rezky Aprilia sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan meminta biaya operasional sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) agar keinginan Harun Masiku yang disampaikan melalui Saeful Bahri dan Terdakwa II dapat dikabulkan'
ADVERTISEMENT
C. Wahyu Setiawan menerima uang sejumlah Rp 200.000.000. Berikut kutipan pertimbangan hakim yang dikutip Partamijaya:
'Terdakwa I melalui Terdakwa II menerima uang muka sejumlah Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan kemudian dalam pertemuan dengan Saeful Bahri di Mall Pejaten Village dalam rangka membicarakan kepentingan Harun Masiku, Saeful Bahri memberikan kepada Terdakwa II uang sejumlah SGD 19.000,00 (sembilan belas ribu Dollar Singapura) yang kemudian Terdakwa I ambil sejumlah SGD 15.000,00 (lima belas ribu Dollar Singapura) dan diberikan sebagai bagian Terdakwa II sejumlah SGD 4.000,00 (empat ribu Dollar Singapura), disamping itu Terdakwa II juga menerima Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dari Saeful Bahri melalui Donfri yang digunakan untuk kepentingan pribadi Terdakwa II'
ADVERTISEMENT
D. Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina di-OTT KPK dengan temuan uang SGD 38.000 atau setara Rp 400.000.000. Berikut kutipan pertimbangan hakim yang dikutip Partamijaya:
'Terdakwa I dan Terdakwa II diamankan oleh anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan barang bukti berupa uang sejumlah SGD 38.000,00 (tiga puluh delapan ribu Dollar Singapura) yang sedianya akan diserahkan oleh Terdakwa II kepada Terdakwa I'
"Sehingga total dana yang telah diberikan Harun Masiku adalah Rp 1,25 miliar dari total komitmen Rp 1,5 miliar," terang Patramijaya.
Atas poin-poin yang dijabarkannya itu, Patramijaya menyimpulkan bahwa sumber dana suap berasal dari Harun Masiku sendiri. Tak ada disebutkan nama kliennya sebagai penyokong dana.
"Seharusnya sudah dapat dipahami bahwa seluruh sumber dana pemberian pada Wahyu Setiawan untuk pengurusan pencalegan Harun Masiku adalah berasal dari Harun Masiku. Tidak ada satu pun bagian pertimbangan Majelis Hakim mulai dari PN sampai MA yang menyebut sumber dana suap Harun Masiku dari Hasto Kristiyanto," terangnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Patramijaya mempertanyakan logika berpikir KPK. Dia menilai ada yang sengaja diabaikan dengan menganggap Hasto sebagai Sekjen PDIP mau repot-repot untuk mengurus urusan hanya satu orang anggota partai berlogo banteng bermoncong putih itu.
"Sebagai Sekjen PDIP, klien kami bertugas memperhatikan ratusan bahkan ribuan caleg untuk kepentingan organisasi. Maka seharusnya tidak logis jika sekjen harus mengeluarkan uangnya untuk mengurus kepentingan satu orang caleg," kata Patramijaya.
Dia pun berharap KPK bisa berpedoman pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam menangani perkara yang sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu ini.
"Jangan sampai ada pihak-pihak yang membangkang pada hukum dan mencari cara untuk menyiasati hukum dengan kewenangannya. Hal itu adalah bentuk kesewenang-wenangan dalam penegakan hukum. Jangan sampai hal tersebut terjadi dan berlarut-larut," tutupnya.
ADVERTISEMENT
KPK belum berkomentar mengenai keterangan dari kuasa hukum Hasto tersebut.
Usai ditetapkan tersangka oleh KPK, Hasto kembali dipanggil untuk diperiksa pada Senin, 13 Januari 2025. Atas undangan pemeriksaan itu, Sekjen PDIP ini menyatakan dirinya akan hadir.
“Saya sudah menerima surat KPK untuk panggilan 13 Januari 2025 pada pukul 10.00, saya sebagai warga negara yang taat hukum akan hadir untuk memberikan keterangan sebaik-baiknya,” kata Hasto dalam konferensi pers, di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (9/1).

Kasus Hasto

Hasto ditetapkan sebagai tersangka dalam dua perkara, yakni dugaan suap dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Adapun dalam perkara dugaan suap oleh Harun Masiku, Hasto diduga menjadi pihak yang turut menyokong dana. Ia dijerat sebagai tersangka bersama Donny Tri Istiqomah selaku orang kepercayaannya.
ADVERTISEMENT
Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. Caranya adalah dengan menyuap Komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio F dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan–seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya–untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam hp-nya dalam air dan segera melarikan diri.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Harun Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.