Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
kumparan Hangout: Serunya Belajar Sustainable Fashion Bareng APR & Dino Augusto
29 November 2024 22:06 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Menjalankan gaya hidup berkelanjutan bisa dimulai dari menerapkannya dalam fesyen sehari-hari. Sustainable fashion bisa dipraktikkan dengan mencari asal usul produk sampai memilih bahan tekstil yang ramah lingkungan dan bisa dipakai lebih lama.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dijelaskan oleh Reviana Surya selaku Head of Corporate Communications Asia Pacific Rayon (APR) saat menghadiri kumparan Hangout in Collaboration with APR, Kamis (28/22/2024) di kantor kumparan. Dalam acara bertajuk “Conscious Closet: Smart Choices for Sustainable Future” itu, dia menjelaskan kita sebagai konsumen, punya pilihan saat membeli, seperti mempertanyakan bahannya, apa dampak dari berbelanja, hingga apakah pakaian itu bisa berpotensi jadi limbah.
“(Apakah) berasal dari sumber yang aku tahu berasal dari yang tidak bisa diperbarui? Itu sudah dari awal belanja kamu,” ujar Reviana–biasa dipanggil Vina–kepada audiens.
“Kalau misalnya kamu sudah tahu produk ini, misalnya kayak APR, APR itu viscose rayon. Ini dari sumber yang terbarukan, ini ternyata produk yang datang dari Indonesia, berasal dari hutan Indonesia. (Bahannya) bisa di-biodegradable. Kamu lebih tenang sebagai konsumen. Itu juga bagian dari smart consumption tadi. Dan bisa dipakai lebih lama,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Dia juga menambahkan, sejak awal, APR sebagai produsen viscose rayon selalu menerapkan proses yang berkelanjutan. Seperti penggunaan 100 persen panel surya untuk operasional pabrik (mill), daur ulang bahan kimia saat produksi, dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Tak hanya itu, kata Vina, APR turut mendukung warga di sekitar wilayah operasional dengan pelatihan garment.
Selain Vina, acara kumparan Hangout kali ini turut dihadiri oleh Dino Augusto, seorang fashion scholar and digital personality. Sebagai dosen yang sudah 10 tahun menggeluti fashion education, dia mengatakan, ada banyak miskonsepsi soal fesyen berkelanjutan.
Misalnya, soal harga yang disebut lebih mahal dari produk-produk lain di pasaran. Dino beranggapan, beli baju seharga Rp 200 ribu tapi sering, jatuhnya lebih boros dibandingkan dengan beli satu baju seharga jutaan dengan bahan berkualitas dan bisa dipakai dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
“Miskonsepsi ini yang sebenarnya diolah dari banyak produsen. Produsen itu maunya kita belanja terus. Hijab baru, Rp 60 ribu, Rp 80 ribu, tapi setiap minggu. Tapi bisa beli hijab yang harganya Rp 1,5 juta dengan sutera asli Indonesia, misalnya. Tapi enggak (begitu), (dikira) oh itu mahal,” jelas Dino.
Dia menegaskan, penting untuk tidak terbawa arus tren yang sedang berlangsung dan pilih yang sesuai dengan kepribadian atau cocok dengan siluet tubuh masing-masing. Perlu pikir-pikir panjang dan riset sebelum beli baju, sama seperti ketika beli gadget.
“Ketika pemilihannya itu sesuai dengan personality dan sesuai dengan estetik kita, nih, ‘Oh, estetik aku kayak gini’. Dipakai hari ini sama dipakai 5 tahun lagi, sama-sama aja. Kemeja, ya, kemeja. Nah, itu namanya timeless, tidak lekang dimakan waktu,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dino Augusto: Industri Fesyen Harus Lebih Conscious
Dino Augusto sudah malang melintang di industri fesyen sejak lama. Setelah menamatkan S2-nya di Bournemouth University jurusan European Retail and Tourism, Dino bekerja untuk industri retail dan bergelut di fashion PR. Dirinya juga mengajar di LaSalle College dan UPH terkait bisnis fesyen.
Pemilik akun TikTok berjuluk ‘Dosen Fashyun’ itu kerap membuat konten-konten edukatif soal fesyen berkelanjutan. Dia merasa perlu menyuarakan soal industri fesyen yang harus lebih sustainable. Kini, TikToknya punya lebih dari 363 ribu followers dan lebih dari 17 juta likes.
“Industrinya harus lebih conscious dan juga lebih responsible, untuk konsumen ataupun untuk produsennya. Dan ternyata respons dari masyarakat tuh jarang yang ngomongin itu, jadi kayaknya orang juga ‘Oh, enlightenment, oh ternyata fast fashion kayak gitu, ya’. Karena kita coba memaparkan realita dan memaparkan sebenarnya di dalam ilmu itu gimana,” terang Dino.
ADVERTISEMENT
“Aku mau membawa bahwa sebenarnya, gue enggak perlu styling-styling. Gue perlu untuk menyampaikan di balik industri itu seperti apa, sih, dasar-dasarnya? Kita menyadari bahwa, oh, kualitasnya ada di sini. Dan menjadi masuk akal untuk kamu jatuh cinta sama fesyen,” lanjutnya.