Lafran Pane, Pahlawan Nasional Adik Sastrawan Sanusi dan Arminj Pane

9 November 2017 14:21 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Makam Lafran Pane (Foto: FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
zoom-in-whitePerbesar
Makam Lafran Pane (Foto: FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi baru saja menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada empat tokoh, salah satunya adalah Lafran Pane. Tahukah kamu, Lafran memiliki dua saudara yang juga terkenal di negeri ini, Sanusi dan Arminj Pane?
ADVERTISEMENT
Lafran Pane terkenal dengan pemikiran pembaruannya dan dikenang sebagai pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi ekstrakampus yang hingga kini masih populer di kalangan mahasiswa.
Lafran Pane bersama 14 tokoh pemuda lainnya mendirikan HMI pada 5 Februari 1947, saat dia berusia 25 tahun dan sedang kuliah tingkat I di Sekolah Tinggi Islam (sekarang UII) Yogyakarta.
Pengurus Besar HMI menggambarkan Lafran sebagai sosok yang tidak kenal lelah dalam mencari jati dirinya dan secara kritis mencari kebenaran sejati.
Lafran Pane adalah tokoh yang menginspirasi dan mengagumkan, sehingga layak dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Kiprah Lafran tentunya dipengaruhi juga oleh latar belakang keluarganya yang tak jauh dari pergerakan dan pendidikan. Lafran yang lahir di Padang Sidempuan, 5 Februari 1922, adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane — seorang aktivis pergerakan yang memberi perhatian pada masalah pendidikan dan sastra — dari istri pertama. Lima kakaknya adalah Nyonya Tarib, Sanusi Pane, Armijn Pane, Nyonya Bahari Siregar, Nyonya Hanifiah.
ADVERTISEMENT
Dari nama-nama itu, jika kamu pernah membaca sejarah sastra Indonesia atau penyuka sastra nasional, tentu kamu tak akan asing dengan nama Sanusi Pane dan Armijn Pane. Dua nama itu dikenal sebagai sastrawan Indonesia yang dilabeli Angkatan Pujangga Baru.
Arminj, Lafran, dan Sanusi Pane (Foto: kemdikbud.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Arminj, Lafran, dan Sanusi Pane (Foto: kemdikbud.go.id)
Sanusi Pane
Mengutip situs Badan Bahasa Kemdikbud, Sanusi Pane adalah penulis terbesar pada masa sebelum perang atau masa Angkatan Pujangga Baru.
Dalam proses pencarian jati diri, Sanusi Pane dipengaruhi ajaran Hindu. Sanusi lebih mengutamakan ketenangan dan kedamaian, bertolak belakang dengan Sutan Takdir Alisyahbana yang condong ke Barat dan berkeyakinan hidup adalah perjuangan.
Semboyan Sanusi Pane yang lebih mengutamakan ketenangan dan kedamaian itu tampaknya terjelma pada hampir semua hasil karyanya, baik yang berupa puisi maupun drama. Itulah sebabnya dia dikenal sebagai pengarang romantik.
ADVERTISEMENT
Karya-karyanya yang terkenal antara lain "Madah Kelana" (kumpulan sajak), "Kertajaya" (drama), "Manusia Baru" (drama), "Sandyakala Ning Majapahit" (drama). Sanusi juga menulis buku terjemahan berjudul "Arjuna Wiwaha", menulis bunga rampai “Bunga Rampai dari Hikayat Lama” dan juga menulis buku sejarah berjudul "Sejarah Indonesia" (4 jilid) dan "Sejarah Indonesia Sepanjang Masa".
Presiden Sukarno menganugerahkan Satya Lencana Kebudayaan kepada Sanusi atas sumbangannya pada negara, tapi penghargaan itu ditolak Sanusi. Sanusi menolak dengan alasan bahwa apa yang dilakukannya hanyalah kewajibannya sebagai putra bangsa.
Arminj Pane
Dibanding Sanusi Pane, Arminj Pane disebut-sebut jauh lebih populer.
Ayah Arminj Pane yang merupakan tokoh pergerakan, mewariskan nilai-nilai cinta tanah air kepada anak-anaknya. Sebagai wujud dari cinta tanah air, Arminj menulis sajak berjudul "Tanah Air dan Masyarakat" yang dibukukan dalam "Gamelan Djiwa".
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah perkembangan kesusastraan Indonesia, Armijn terkenal sebagai salah seorang pelopor pendiri majalah Pujangga Baru tahun 1933.
Arminj Pane juga beken dengan novel "Belenggu". “Kalau keyakinan sudah menjadi pohon beringin, robohlah segala pertimbangan yang lain," adalah kutipan di kata pengantar Belenggu yang terkenal.
Kumpulan cerpennya adalah "Djinak-djinak Merpati" dan "Kisah Antara Manusia". Dia juga menulis drama "Antara Bumi dan Langit".