Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Tak sampai dua bulan usai dinyatakan kalah dalam Pemilihan Presiden 2024, Anies Rasyid Baswedan kembali bersiap menjalani kontestasi. Mantan Rektor Universitas Paramadina itu mantap maju lagi di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2024 sekalipun pendaftaran baru dibuka akhir Agustus.
Ancang-ancang dini Anies itu sama dengan saat ia maju di Pilpres 2024. Ketika itu, dua pekan jelang habis masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta periode pertama, Anies menerima dukungan NasDem sebagai capres pada 3 Oktober 2022, padahal pendaftaran Pilpres baru dibuka setahun setelahnya.
Kini di Pilgub Jakarta , Anies kembali menjadi calon pertama yang resmi diusung partai politik. Ia mendapat rekomendasi Dewan Pengurus Wilayah PKB DKI Jakarta sebagai calon gubernur pada 12 Juni 2024.
“Bismillah, kami bersiap untuk meneruskan ke periode kedua [di Jakarta],” kata Anies usai jumatan di Masjid Raya Pondok Indah, Jakarta Selatan, Jumat (14/6).
Keputusan Anies maju lagi tak ujug-ujug. Dua sumber dekat Anies bercerita, usai putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan Pilpres pada 22 April, hampir setiap hari berbagai kelompok, khususnya kaum marginal, bertandang ke rumah Anies di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Mereka utamanya mengeluhkan kepemimpinan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, salah satunya pemotongan 50% bantuan Kartu Lansia Jakarta dari Rp 600 ribu jadi Rp 300 ribu. Berbagai kelompok itu pun mendorong Anies kembali memimpin Jakarta.
PKB Jakarta juga menerima keluhan warga, seperti tertundanya pencairan Kartu Jakarta Pintar Plus dan berkurangnya bantuan bagi pengurus masjid dan musala. Menurut Ketua DPW PKB Jakarta Hasbiallah Ilyas, “Jakarta setelah ditinggal Pak Anies, dua tahun ini sering dikomplain.”
Dorongan warga makin intens pada Mei. Anies pun membuka komunikasi politik dengan beberapa partai, khususnya yang tergabung dalam Koalisi Perubahan, sebab saat Pilpres, koalisi yang terdiri dari NasDem, PKS, dan PKB itu mengusung Anies bersama Muhaimin Iskandar.
Ketua Desk Pilkada PKB Jakarta, Buhari, menyatakan komunikasi awal untuk membawa Anies kembali berlaga di Pilgub Jakarta memang berlangsung pada bulan Mei. Dalam pertemuan informal di kediaman Anies yang dihadiri segelintir pengurus PKB Jakarta itu, tersempil bahasan agar Anies maju lagi.
Pengurus PKB Jakarta tak cuma sekali menyambangi Anies soal itu. Mereka kembali bertemu Anies di kediamannya pada awal Juni. Berbalut acara silaturahmi, mereka ketika itu sudah lebih terbuka menyampaikan niat ingin mengusung Anies.
“Niat kami datang silaturahmi ada tujuan. Kami berbicara, ‘Pak Anies, kira-kira kalau diusung [cagub] bersedia atau tidak?’ Pak Anies mulai terbuka sedikit, [artinya] kalau masyarakat masih menghendaki dan ada partai yang mengusung, kenapa tidak? [Tapi beliau] bukan langsung mengatakan oke [mau maju],” kata Buhari kepada kumparan, Rabu (12/6).
Mendapat sinyal positif, PKB Jakarta menggelar rapat kerja di Cisarua, Bogor, pada 8–9 Juni. Hasilnya, seluruh struktur PKB Jakarta secara aklamasi memilih Anies sebagai cagub Jakarta.
Para pengurus PKB merasa puas dengan elektabilitas tinggi dan program kerja Anies pada periode pertamanya, seperti Dasawisma PKK, JakLingko, hingga pembangunan Jakarta International Stadium (JIS).
Dua sumber yang dekat dengan Anies berujar, keputusan PKB mengusung Anies bukannya tanpa konsekuensi. PKB yang tampak mesra dengan Prabowo usai Pilpres berpotensi kehilangan tawaran kursi menteri di kabinet Prabowo-Gibran.
Pun begitu, PKB ternyata memilih melanjutkan bulan madu dengan Anies saat Pilpres ke Pilgub Jakarta. Alasannya, menurut sumber yang sama, keputusan PKB menjadi partai merdeka yang tidak mudah didikte terbukti membawa efek positif pada Pileg 2024. Suara PKB secara nasional naik 2,5 juta dari 9,69% pada Pileg 2019 menjadi 10,62% pada Pileg 2024.
Khusus di daerah pemilihan Jakarta, PKB kembali mendapat 2 kursi DPR. Padahal, sudah empat kali Pileg, PKB tidak berhasil menyabet kursi DPR di dapil Jakarta. Terakhir PKB meraih kursi DPR dari Jakarta adalah pada Pileg 1999. Tak cuma itu, di tingkat DPRD Jakarta, kursi PKB juga naik dua kali lipat dari 5 kursi menjadi 10 kursi. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Soal risiko kehilangan tawaran kursi menteri, Buhari menyebut hal itu tentu turut menjadi pertimbangan partainya sebelum mengusung Anies. Namun, pembahasan itu ada di tingkat Dewan Pengurus Pusat, bukan wilayah (DPW).
“Umpama ada tawaran menteri, itu tergantung keputusan Ketum [Muhaimin Iskandar] mau atau tidak menerima. Kalau merasa kurang nyaman dengan Anies diusung DPW PKB DKI, itu kan [tergantung] pribadi Prabowo sebagai presiden terpilih. Tapi kalau PKB biasa-biasa saja, enggak ada istilah musuh atau segala macam,” papar Buhari.
Sekalipun berbagai kelompok mendukung keputusan Anies kembali berlaga di Jakarta, bukan berarti tak ada yang menentang. Sumber di dekat Anies berujar, sejumlah eks relawan Pilpres tidak setuju bila Anies balik ke gelanggang pertarungan Jakarta. Mereka menganggap Anies bisa turun level karena sebelumnya telah menjadi capres.
Anggapan serupa juga muncul dari partai yang jadi lawan politik Anies di Pilpres, misalnya Golkar. Lebih jauh, politikus Golkar Ace Hasan Syadzily menyebut niat Anies berlaga lagi di Pilgub Jakarta bisa jadi tanda bahwa ia ingin berada di lingkar kekuasaan.
“Mau turun pangkat dari capres menjadi cagub lagi? Jangan sampai seperti apa yang disampaikan beliau (Anies) dalam debat capres dengan Pak Prabowo, bahwa siapa yang tidak kuat tidak berada di dalam kekuasaan. Berarti selama ini yang ada adalah pihak yang selalu ingin berada dalam kekuasaan,” ujar Ace.
Buhari menyatakan, pengurus PKB Jakarta pun sempat berpikiran sama soal Anies turun level bila kembali ke Jakarta. Namun, waktu mereka bertemu Anies awal Juni, sang mantan mendikbud menjawab anggapan itu dengan lugas.
“Proses pemilihan presiden adalah sebuah kompetisi, ada awal dan akhir. Sesudah proses itu selesai, masing-masing orang kembali ke tugasnya. Saya juga kembali ke posisi semula sebagai gubernur yang sudah menyelesaikan satu periode jabatan dan ada pilkada periode berikutnya,” kata Anies.
Ucapan Anies itu dinilai logis. Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, tidak ada istilah turun level dalam pengabdian politik. Adalah wajar bila tokoh politik mencari cara mengabdi yang dapat membuatnya tetap berada dalam sorotan. Begitu pula Anies yang masih berpeluang maju di Pilpres 2029 jika mampu memenangi lagi panggung Jakarta.
“Kalau enggak punya panggung, bahaya bagi politisi. [Jika dapat panggung], apalagi di Jakarta, akan terjaga elektabilitasnya ke depan,” jelas Pangi.
Menahan Laju Anies
Anies yang mengantongi rekomendasi PKB sedianya bisa lebih cepat memastikan tiket ke Pilgub Jakarta apabila dua partai lain di koalisi perubahan, NasDem dan PKS, mengambil langkah serupa.
Sesuai hasil Pileg, PKB mendapatkan 10 kursi DPRD. Jumlah itu masih kurang untuk mengusung Anies. Berdasarkan UU Pilkada, dibutuhkan 20% kursi DPRD (setara 22 kursi) untuk mengusung cagub-cawagub.
Sementara itu, PKS di DPRD Jakarta mendapat 18 kursi dan NasDem 11 kursi. Jika ditotal, 39 kursi dari Koalisi Perubahan sudah lebih dari cukup untuk mengantarkan Anies kembali bertarung di Jakarta.
Namun, menurut sumber kumparan yang orang dekat Anies, ada upaya Istana untuk menghambat laju Anies di Pilgub Jakarta lewat dua skenario. Pertama, mengalahkan Anies lewat kontestasi resmi dengan bantuan gelontoran bansos layaknya Pilpres 2024. Namun, cara ini memakan biaya sangat besar.
Kedua, melobi parpol agar tidak memberikan tiket ke Anies. Menurut sumber itu, skenario kedua ini sedang dilakukan dengan mendekati NasDem dan PKS agar tidak mencalonkan Anies. Iming-imingnya berupa tawaran masuk kabinet dan bantuan biaya politik.
kumparan mengkonfirmasi informasi tersebut kepada Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri, namun belum direspons.
Akhir April usai putusan MK, NasDem dan PKS sebetulnya telah membuka opsi untuk mengusung Anies di Pilgub Jakarta. Namun belakangan, kedua partai itu tampak gamang.
NasDem menyatakan tengah menggodok potensi kader internal seperti anggota DPR Ahmad Sahroni dan Ketua DPW NasDem Jakarta Wibi Andrino. Begitu pula PKS menggodok nama kadernya seperti anggota DPR Mardani Ali Sera, Presiden PKS periode 2015–2020 Sohibul Iman, dan Ketua DPW PKS Jakarta Khoirudin. Kedua partai itu juga menimbang sosok eksternal, yakni Sudirman Said.
Ahmad Mabruri membenarkan DPW PKS Jakarta telah mengirimkan ke DPP daftar nama kandidat yang hendak mereka usung ke Pilkada Jakarta. Di dalamnya termasuk nama Anies. Nantinya, keputusan ada di tangan DPP PKS.
Secara terpisah, Pangi menilai bahwa tawaran kursi menteri untuk PKS dan NasDem sebagai syarat untuk tidak mengusung Anies—jika memang ada—tidak lebih berharga dari kemenangan di Pilkada Jakarta.
“Kalau menteri, jabatannya enggak lama, di-reshuffle langsung ‘mati’. Kalau kepala daerah, enggak ‘mati-mati’ [selama] lima tahun,” ucap Pangi.
Di sisi lain, pengamat politik UIN Jakarta Adi Prayitno menilai, wajar saja PKS masih menimbang-nimbang calon untuk Pilgub Jakarta. Sebagai partai pemenang pileg di Jakarta yang merebut 18 kursi DPRD (setara 1 juta suara), PKS tentu ingin mengusung kadernya sendiri.
“Beda dengan PKB yang tidak punya kader di Jakarta dan kebetulan kedekatan Anies dan Muhaimin terbangun sejak Pilpres,” kata Adi.
PDIP Incar Anies
Bila hanya mendapat dukungan dari PKB, Anies belum memenuhi syarat minimal dukungan untuk maju ke Pilgub Jakarta. Ia butuh 12 kursi lagi untuk mengunci tiketnya. Dan sejauh ini, partai yang berpotensi mengunci tiket itu adalah PDIP.
“Kalau PKB dan PDIP sudah cukup, karena PDIP kursinya ada 15, PKB 10. Tapi semua berpulang kepada keputusan DPP soal penetapan [cagub] dan koalisi,” kata Buhari.
Akhir Mei, DPD PDIP Jakarta telah mengirim surat usulan ke DPP PDIP. Isinya mengusulkan Anies sebagai satu-satunya cagub, dengan dua kader PDIP (Prasetio Edi Marsudi dan Charles Honoris) sebagai cawagub. Prasetio merupakan Ketua DPRD DKI Jakarta, sedangkan Charles adalah anggota DPR.
Sinyal ketertarikan PDIP mendukung Anies telah disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Sementara menurut Juru Bicara Tim Pemenangan Pilkada PDIP Chico Hakim, Anies sesungguhnya bukan sosok asing bagi PDIP.
“Sudah pernah bekerja sama saat Anies jadi Jubir Jokowi pada Pilpres 2014,” ujar Chico yang bernama lengkap Cyril Raoul Hakim itu di Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (13/6).
Sumber kumparan di lingkar Anies berujar, komunikasi politik Anies dan PDIP terkait Pilgub Jakarta memang di luar dugaan. Bukan rahasia lagi bahwa posisi politik Anies dan PDIP selama ini selalu berseberangan. Ini terjadi sejak Pilgub Jakarta 2017.
Menurut sumber itu, komunikasi antara tim Anies dan PDIP Jakarta berlangsung bertahap sejak Mei. Itu termasuk pertemuan Anies dengan Ketua DPD PDIP Jakarta Ady Widjaja.
Dari rangkaian pertemuan tersebut, ujar sumber itu, PDIP Jakarta merasa sikap politik mereka yang berseberangan dengan Anies ternyata kontraproduktif. Raihan kursi PDIP di DPRD Jakarta terus turun sejak Pileg 2014.
Pada 2014, PDIP mendapat 28 kursi di DPRD DKI, lalu turun jadi 25 kursi pada Pileg 2019, dan kini—yang terparah—hanya 15 kursi pada Pileg 2024.
Di sisi lain, menurut PDIP, Anies ternyata tidak pernah menyerang mereka.
“Mereka (PDIP) tracking pidato-pidato Anies. Hasilnya kontras dengan tuduhan selama ini [bahwa Anies] dipersepsikan sangat islamis dan radikal. Ketika menonton pidatonya, Anies lebih banyak sisi nasionalismenya. Nuansa-nuansa nasionalis dan pemikiran Sukarno itu lebih dominan,” ucap sumber itu.
Belakangan, Ketua Fraksi PDIP DPR Utut Adianto juga menyatakan nasionalisme Anies tak perlu diragukan. Sinyal PDIP ini lantas disambut baik oleh Anies.
Selain Anies, nama-nama kader internal juga digodok dan ditimbang DPP PDIP untuk maju ke Pilgub Jakarta, di antaranya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Panglima TNI periode 2021–2022 Andika Perkasa, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi.
PDIP memandang, kandidat cagub-cawagub yang akan maju harus benar-benar mumpuni dan karenanya perlu dibahas serius. Terlebih status Jakarta akan beralih dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Meski elektabilitas Anies dalam survei internal kini di angka 29–31%, PDIP menilai cawagub akan sangat berpengaruh memperbesar peluang kemenangan.
“Kadang-kadang [faktor] calon kepala daerahnya saja bisa menang; wakilnya bisa siapa pun. Tapi kalau DKJ kombinasinya harus tepat,” kata Chico.
Koalisi Jokowi vs PDIP
Masuknya Anies dalam radar PDIP, menurut Adi Prayitno, bukan cuma persoalan elektoral, tapi juga cerminan sikap partai yang bersiap melawan jagoan Istana. Sejauh ini, Presiden Jokowi disebut-sebut mendukung Gubernur Jawa Barat periode 2018–2023, Ridwan Kamil, untuk menandingi Anies di Jakarta.
Dalam sebuah pertemuan di Istana pada akhir Mei, Jokowi dan para ketua umum partai koalisi disebut membahas Pilkada Jakarta. Di situlah nama Ridwan Kamil muncul sebagai cagub, dan coba disandingkan dengan putra bungsu Jokowi, Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep.
Kaesang memang bisa maju pilkada usai penafsiran syarat minimal usia cagub diubah Mahkamah Agung.
“Saya mengusulkan Ridwan Kamil di Jakarta. Semua [ketum parpol] setuju,” ujar Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, mengkonfirmasi pembicaraan itu.
Adi menilai, sejauh ini Ridwan Kamil memang sosok yang paling memungkinkan melawan Anies walau perlu kerja keras. Jika ingin menang mudah, Ridwan Kamil cukup maju di Pilgub Jawa Barat, bukan Jakarta.
Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia menyatakan, partainya sesungguhnya lebih ingin Ridwan Kamil maju ke Pilgub Jabar lagi ketimbang Jakarta. Dari segi elektabilitas, peluang menang Ridwan Kamil sudah tentu lebih besar di Jabar. Sementara di Jakarta, elektabilitas RK hanya di urutan ke-3.
Pangi menganalisis, dorongan kuat agar Ridwan Kamil maju di Pilgub Jakarta tak lepas dari strategi politik, khususnya Gerindra yang ingin kadernya, Bupati Purwakarta periode 2008–2018 Dedi Mulyadi, punya kans lebih besar menang di Jabar jika RK tak ikut maju di sana.
“Tampaknya Gerindra ingin Ridwan Kamil meninggalkan Jabar dan tarung di Jakarta. Nah, Dedi Mulyadi bisa maju di Jabar. Ada kemungkinan lebih mulus langkahnya. Jadi ada semacam jebakan. Sekarang tergantung Ridwan Kamil apakah mau ‘berjudi’ di Jakarta, sementara di Jabar peluangnya lebih besar,” kata Pangi.
Potensi pecahnya pertarungan antara PDIP melawan jagoan Istana—layaknya Pilpres—juga bakal terjadi di beberapa daerah selain Jakarta, salah satunya di Jawa Tengah.
Sumber kumparan di lingkar Istana berujar, Jokowi melalui tangan kanannya telah membentuk tim untuk menggodok nama-nama calon di berbagai daerah guna mengalahkan calon-calon dari PDIP.
Di Jawa Tengah, misalnya, belakangan menguat nama Kapolda Irjen Ahmad Luthfi sebagai calon gubernur. Luthfi disebut-sebut sebagai jagoan Istana karena memiliki kedekatan dengan Jokowi. Pada 2011, saat Jokowi masih menjadi Wali Kota Solo, Luthfi pernah bertugas sebagai Wakapolresta Solo.
Sejauh ini PAN dan PSI mengirim sinyal dukungan untuk Luthfi di Pilgub Jateng.
“Memunculkan nama Ahmad Luthfi sebenarnya untuk mengalahkan dominasi kekuatan politik PDIP [di Jateng]. Luthfi kan dekat dengan Istana, itu tidak bisa dibantah. Apalagi PAN dan PSI sudah memberikan dukungan—yang tidak lahir dalam ruang hampa. Pasti berdasarkan kalkulasi politik yang rasional,” kata Adi.
Nama Luthfi juga masuk dalam kalkulasi Golkar Jateng. Ketua DPP Golkar Bidang Pemenangan Pemilu Jateng dan DIY, Iqbal Wibisono, menyatakan pemahaman Luthfi soal masalah-masalah di Jawa Tengah tak perlu diragukan karena ia sudah lebih dari empat tahun menjabat sebagai Kapolda Jateng.
Iqbal melihat, dukungan politik untuk Luthfi juga membesar akhir-akhir ini. Baliho-baliho bergambar Luthfi, misalnya, sudah tersebar di sejumlah daerah seperti Klaten, Solo, Magelang, hingga Temanggung.
“Pak Luthfi sudah lama bertugas di Jateng; hampir lima tahun menjadi Kapolda. Ia merupakan kapolda terlama sepanjang zaman. Kapolda biasanya dua tahun, sedangkan beliau sampai hampir lima tahun,” kata Iqbal.
Golkar Jateng juga menimbang nama-nama lain seperti Ketua DPD Golkar Jateng Panggah Susanto, Bupati Batang periode 2017–2022 Wihaji, Sekretaris DPD Golkar Jateng Juliyatmono, dan Bupati Kendal Dico Ganinduto. Namun Dico kemungkinan diusung lagi di Kendal untuk periode kedua.
Bukan cuma nama-nama kader internal, pihak eksternal pun masuk radar Golkar seperti Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Pacul, Wali Kota Semarang periode 2016–2022 Hendrar Prihadi, Wagub Jateng periode 2018–2023 Taj Yasin, Ketua DPW PKB Jateng Gus Yusuf Chudlori, dan Ketua DPD Gerindra Jateng Sudaryono.
“Jateng ini provinsi besar dan strategis, maka nanti ‘dewa-dewa’ Jakarta pasti akan memberikan masukan. Jateng jumlah pemilihnya 28 juta, dan ini sangat menentukan untuk [Pilpres] 2029,” ucap Iqbal, yang menekankan bahwa keputusan soal cagub-cawagub Jateng ada di tangan DPP.
Sementara itu, sumber kumparan di elite PDIP menyatakan, partai banteng belum memiliki nama menonjol untuk dicalonkan sebagai cagub Jateng. Sejauh ini, PDIP masih menimbang kader internal untuk maju seperti Hendrar Prihadi dan Bambang Pacul.
Adi Prayitno menilai timbang-menimbang itu wajar, sebab “PDIP akan berhitung, kira-kira siapa calon yang dapat memenangkan pertarungan. Karena untuk mempertahankan basis mereka [di Jateng] bukan perkara gampang.”