Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Landasan Hukum Kampanye 'Celup' Dinilai Tak Tepat
28 Desember 2017 6:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Kampanye anti-asusila bertajuk Celup tengah menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Kampanye yang dibuat untuk mengembalikan fungsi ruang publik ini justru dianggap bisa memicu penyalahgunaan foto yang diunggah ke media sosial.
ADVERTISEMENT
Pihak Celup sendiri berdalih landasan hukum yang mereka gunakan adalah pasal 76E UU 35/2014 mengenai Perlindungan Anak. Namun, landasan tersebut dirasa tidak tepat oleh berbagai pihak.
"Jika pihak Celup menyebut landasan hukum yang mereka gunakan adalah pasal 76E UU 35/2014 mengenai Perlindungan, dengan dalih melindungi anak-anak dari perbuatan asusila, rasanya kurang tepat," ungkap Retno Listyarti Komisioner KPAI Bidang Pendidikan kepada kumparan (kumparan.com) Rabu (28/12).
Adapun bunyi pasal 76E adalah “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.
Sementara itu, tujuan kampanye Celup adalah mengembalikan fungsi ruang publik yang sesungguhnya bukan sebagai tempat 'memadu kasih'. Sehingga, dasar hukum yang digunakan dirasa tidak tepat.
ADVERTISEMENT
Undang-undang yang menjadi landasan kampanye Celup hanya berfokus kepada anak, yakni seseorang yang berumur di bawah 18 tahun. Sementara, dalam kasus yang dimaksudkan oleh kampanye Celup bisa saja pelaku usianya lebih dari 18 tahun.
Di sisi lain, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, ketentuan berbagai hal yang berbau pornografi tidak hanya berlaku bagi anak-anak saja. Ketentuan tersebut bersifat umum dan mutlak. Tentu hal ini memperkuat anggapan landasan yang digunakan oleh kampanye Celup tidaklah tepat.
Soal landasan kampanye Celup yang keliru ini, Retno mengungkapkan aksi yang ditawarkan penggagas Celup justru bisa memicu penyebaran konten pornografi.
"Berdasarkan yang saya ketahui, kampanye Celup ini disosialisasikan lewat sejumlah media sosial seperti Facebook Celup, Instagram cekrek.lapor.upload dan Line @fpf7760i. Lewat 'Celup' masyarakat diminta untuk melapor bila menemukan tindakan asusila di ruang publik. Caranya yaitu dengan memfoto, melapor dan mengupload foto atau video tersebut, kemudian hasil foto akan diunggah ke internet. Artinya, Foto yang diunggah ke internet tersebut bisa saja mengandung konten pornografi," tandas Retno.
ADVERTISEMENT