Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Lenyapnya Saranjana dari Peta Indonesia dan Mitos yang Melegenda
27 Januari 2019 12:24 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:06 WIB
ADVERTISEMENT
Saranjana sebagai sebuah wilayah di Kalimantan pernah tercatat keberadaannya di peta era kolonial. Namun, di peta modern, Saranjana ‘menghilang’.
ADVERTISEMENT
Dalam penelusuran kumparan di beberapa peta yang terdapat di Perpustakaan Nasional seperti terbitan ‘Karya Pembina Swajaya’, dan ‘Indo Prima Sarana’, tidak ada nama Saranjana di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Sebelumnya disebutkan, Saranjana berada di sekitar Pulau Laut, Kotabaru.
Ketika kumparan, bertanya kepada petugas Perpusnas bagian kartografi, mereka pun tidak mengetahui persis kenapa hal tersebut bisa terjadi. “Kalau tidak ada, ya berarti memang tidak ada tempat itu,” kata salah satu petugas di Perpusnas, Jumat (25/1).
Sementara itu, menurut keterangan peneliti dari Universitas Lambung Mangkurat, Saranjana sebagai kota dapat dilacak melalui peta berjudul 'Kaart van de Kust-en Binnenlanden van Banjermasing behoorende tot de Reize in het zuidelijke gedelte van Borneo' atau yang bisa diartikan sebagai “peta wilayah pesisir dan pedalaman Borneo”. Peta itu dibuat naturalis Jerman Salomon Muller, 1845 silam.
ADVERTISEMENT
Muller menuliskan sebuah wilayah bernama Tandjong Sarandjana dalam petanya. Wilayah itu terletak di sebelah selatan Pulau Laut. Peta itu diterbitkan oleh Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen dalam Reizen en onderzoekingen in den Indischen Archipel (Lembaga Penerbitan Peta Nusantara).
Tepatnya berbatasan dengan wilayah Poeloe Kroempoetan (Pulau Kerumputan) dan Poeloe Kidjang (Pulau Kijang)
“Dalam peta terbaru setelah kemerdekaan, terjadi banyak perubahan nama nama daerah dalam peta. Demikian juga halnya di Kotabaru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan,” kata Masyhur (25/1).
Dia tidak menjelaskan lebih merinci, mengapa Saranjana bisa lenyap dari peta modern. “Nama saranjana sebagai nama tanjung, berubah nama sampai sekarang,” tuturnya.
Secara ilmiah, lanjut dia, memang ada fakta-fakta mental (mentifact) di pikiran masyarakat pendukung kepercayaan tentang Saranjana di Kotabaru. Namun, ketika seseorang sengaja ingin datang untuk mencari Saranjana, mereka tidak akan menemukannya.
Mencari Saranjana dari Sudut Pandang Bahasa
ADVERTISEMENT
Masyhur menjelaskan, sejarah ditulis dengan bahasa. Bahasa menjadi simbol dari kumpulan kata.
Dari sudut pandang ini, keberadaan nama Saranjana atau Sarangjana atau Serandjana dalam tulisan naturalis Belanda, memiliki kesamaan toponim dengan Sarangtiung. Toponim adalah bahasan ilmiah tentang nama tempat, asal-usul, arti, penggunaan, dan tipologinya.
“Wilayah Saranjana ada di wilayah selatan Pulau Laut. Sementara daerah Sarangtiung di wilayah utara Pulau Laut. Bukan anomali. Apakah unsur kesamaan ini menunjukkan hubungan? perlu pendalaman,” ungkapnya.
Hal kedua, secara terminologi, kalau dikomparasikan (dibandingkan) dengan kosakata India, Saranjana berarti tanah yang diberikan. Hal ini diungkapkan sejarawan India, S.D. Chaudhri dalam ‘Indian Cases’, buku terbitan Law Publishing Press, 1917,
“Faktanya orang-orang India memakai nama ini. Sebut saja nama orang India, Saranjana Kulkarni. Nama perusahaan Saranjana Manufacturing, dan sebagainya,” tutur dia.
ADVERTISEMENT
Namun, lanjut dia, karena terbentur data. Belum pernah ditemukan peninggalan wujud budaya hasil indianisasi di Pulau Laut. Penelusuran akhirnya berhenti di sumber lisan lokal.
Normasunah, dalam publikasinya bertitel ‘Myths in Legend of Halimun Island Kingdom in Kotabaru Regency’ tahun 2017, memberikan pandangan lain. Yakni ikatan budaya masyarakat, Legenda Kerajaan Pulau Halimun, tokohnya, Raja Pakurindang, Sambu Batung dan Sambu Ranjana.
Normasunah berpendapat sesuai mitos. Gunung Saranjana merupakan jelmaan dari tokoh Sambu Ranjana dalam Legenda Kerajaan Pulau Halimun.
Dalam mitos itu, Raja Pakurindang mengatakan “Sambu Batung, engkau dan Putri Perak tinggallah di utara pulau ini. Teruskan rencanamu membuka diri dan membaur di alam nyata, dan engkau Sambu Ranjana tinggallah di selatan lanjutkan niatmu menutup diri. Aku merestui jalan hidup yang kalian tempuh. Namun ingat, meskipun hidup di alam berbeda, kalian harus tetap rukun. Selalu bantu-membantu dan saling mengingatkan.”
Nama Sambu Ranjana inilah yang kemudian mengalami pelafalan menjadi Saranjana; dalam lidah orang lokal.
ADVERTISEMENT
“Soal derajat kebenaran hal ini Normasunah dalam tulisannya menjelaskan, mitos bagian dari bahasa yang subtansinya tidak terletak pada gaya, irama atau sintaksisnya. Melainkan pada cerita yang diungkapkannya. Fungsi mitos terletak pada suatu tataran khusus yang di dalamnya makna-makna melepaskan diri dari landasan yang semata-mata kebahasaan,” urainya.
Mitos, lanjut dia, adalah bahasa yaitu suatu struktur yang teraktualisasikan setiap kali menceritakan ulang kisah tertentu. Dari deretan pendapat dengan cara pandang lingua-historis ini paling tidak memberikan informasi penting.
“Asal nama Saranjana yang paling mendekati kebenaran adalah Sambu Ranjana,” ucap dia.