Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
LHKPN Hakim Ali Muhtarom Rp 1 Miliar, tapi Punya Rp 5 M di Kolong Kasur
23 April 2025 19:53 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung menemukan uang tunai senilai Rp 5,5 miliar di kolong kasur di rumah Ali Muhtarom. Ali merupakan salah satu hakim yang dijerat sebagai tersangka suap vonis lepas terdakwa crude palm oil (CPO).
ADVERTISEMENT
Padahal dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang disampaikannya ke KPK, Ali 'hanya' memiliki kekayaan total Rp 1,3 miliar.
LHKPN itu terakhir disampaikannya pada 21 Januari 2025 untuk periodik 2024. Laporannya disampaikan sebagai hakim ad hoc di Pengadilan Tinggi Jakarta.
Berikut rincian kekayaan Ali:
Total kekayaan: Rp 1.303.550.000
Simpan Uang di Bawah Kasur
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan penyidik menggeledah rumah Ali di kawasan Jepara, Jawa Tengah, pada 13 April lalu. Uang ditemukan dalam penggeledahan tersebut.
"Dan dari rumah tersebut ditemukan sejumlah uang dalam mata uang asing sebanyak 3.600 lembar atau 36 blok yang dengan mata uang asing (pecahan) 100 USD. Jadi kalau kita setarakan di kisaran Rp 5,5 miliar ya," kata Harli kepada wartawan, Rabu (23/4).
ADVERTISEMENT
Harli menjelaskan, uang itu ditemukan penyidik di bawah tempat tidur.
"Jadi ketika Saudara AM diperiksa di sini, berkomunikasi dengan keluarga di sana akhirnya itu ditunjukkan dibuka diambil bahwa uang itu ada di bawah tempat tidur," ungkapnya.
Harli menjelaskan, pihaknya masih mendalami asal usul uang itu. Apakah merupakan uang suap yang diterima Ali atau bukan.
"Nah itu juga yang mau didalami. Apakah itu aliran itu yang belum digunakan atau memang itu simpanan dari yang lain, kita belum tahu," ujarnya.
Belum ada keterangan dari Ali Muhtarom mengenai adanya uang di kolong kasur tersebut.
Suap Vonis CPO
Sejauh ini sudah ada 8 tersangka yang dijerat penyidik Kejagung. Dari pihak pemberi suap, yakni dua pengacara Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso serta pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei. Dalam perkara CPO, ada tiga terdakwa korporasi, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk pihak penerima suap ada 4 tersangka yakni Muhammad Arif Nuryanta (mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Wahyu Gunawan (mantan Panitera Muda PN Jakpus) serta majelis hakim yang menyidangkan korporasi terdakwa CPO: Djuyamto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom.
Dalam kasus ini, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima Rp 60 miliar dari Ariyanto dan Marcella ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Uang tersebut disebut berasal dari korporasi Wilmar Group.
Penyerahan uang kepada Arif tersebut diberikan melalui seorang panitera, Wahyu Gunawan. Setelah uang tersebut diterima, Wahyu kemudian mendapat jatah sebesar USD 50 ribu sebagai jasa penghubung.
Arif kemudian menunjuk susunan majelis hakim yang akan menangani perkara korupsi CPO tersebut.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Arif diduga membagi uang suap tersebut kepada majelis hakim dalam dua tahap. Pertama, Arif memberikan total Rp 4,5 miliar kepada ketiganya sebagai uang baca berkas perkara.
Kemudian, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp 18 miliar kepada Djuyamto dkk agar memberikan vonis lepas kepada para terdakwa. Ali diduga menerima bagian Rp 5 miliar.