Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Libya Akui Bantu Serahkan Perakit Bom Pesawat pada Insiden Lockerbie 1988 ke AS
16 Desember 2022 15:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah pidato yang disiarkan di televisi lokal pada Kamis (15/12), Perdana Menteri Libya Abdul Hamid Dbeibeh menyinggung soal penangkapan serta penyerahan tersangka yang merupakan seorang intel asal Libya itu.
“Surat perintah penangkapan dikeluarkan terhadapnya dari Interpol. Sudah menjadi keharusan bagi kami untuk bekerja sama dalam file ini demi kepentingan dan stabilitas Libya,” ungkap Dbeibeh, seperti dikutip dari The New Arab.
Menurut laporan AS, terlepas dari profesinya sebagai intel Libya, tersangka juga merupakan perakit bom yang diandalkan di masa pemerintahan diktator Muamar Khadafi. Tersangka diidentifikasi sebagai Abu Agila Mohammad Masud.
Dalam insiden Lockerbie, Masud diketahui telah memprogram bom yang secara sengaja diletakkan dalam koper di kabin pesawat Pan Am dengan nomor penerbangan 103 tujuan London-New York itu.
Bom kemudian diledakkan dari jauh 38 menit setelah pesawat lepas landas dan jatuh di sekitar area Kota Lockerbie, Skotlandia, pada 21 Desember 1988 silam.
ADVERTISEMENT
Tragedi Lockerbie menewaskan 243 penumpang, enam kru, dan 11 penduduk Kota Lockerbie. Korban tewas merupakan warga negara dari 21 negara berbeda — termasuk 190 orang Amerika dan 43 di antaranya warga Inggris.
Sebelumnya, pada Minggu (11/12) akhir pekan lalu otoritas AS melaporkan telah berhasil menangkap Masud dan kini ia menjadi tahanan pengadilan.
Penjelasan bagaimana akhirnya Masud bisa berada di tangan AS tidak langsung terungkap, namun terdapat laporan pada akhir November lalu bahwa Masud telah diculik oleh militan Libya saat berada di ibu kota Tripoli.
Dugaan kuat keterlibatan Masud dalam serangan bom Lockerbie mengacu pada wawancara yang ia berikan sebelumnya pada 2012 kepada seorang pejabat Libya, ketika ia masih menjadi tahanan usai pemerintahan Khadafi digulingkan.
ADVERTISEMENT
Dalam wawancara tersebut, Masud secara gamblang mengaku telah merakit bom yang digunakan di pesawat Pan Am dan memprogramnya sedemikian rupa agar dapat diledakkan dari jauh.
Masud juga mengatakan, Khadafi telah berterima kasih kepadanya atas keberhasilan serangan tersebut terhadap AS. Hal ini dikarenakan sebagian besar korban tewas dalam pesawat jet Boeing 747 itu terdiri dari warga negara Amerika Serikat.
Lebih lanjut, Masud telah menampakkan diri pada sidang pertamanya yang digelar Senin (12/12). Namun, Hakim Magistrat yang mendakwa Masud, Robin Meriweather, memilih untuk menunda pembacaan dakwaan resmi hingga Masud mendapatkan perwakilan hukum dalam persidangannya.
Masud diketahui tidak fasih berbicara Bahasa Inggris dan masih belum memiliki pengacara. Selain itu, ia pun menolak untuk menggunakan pembela umum yang telah difasilitasi oleh pengadilan secara gratis.
ADVERTISEMENT
Masud akhirnya diperintahkan untuk tetap ditahan setidaknya hingga sidang penahanan dilaksanakan, yakni pada 27 Desember mendatang.
Terkait hal ini, Dbeibeh berencana akan memberikan fasilitas pengacara kepada Masud, terlepas dari keterlibatannya dalam terorisme.
Di sisi lain, beberapa kritikus menentang tindakan Dbeibeh yang menyerahkan Masud ke otoritas AS. Mereka menganggap tindakan itu sebagai ilegal — seraya menuding alasan Dbeibah melakukannya lantaran untuk mendapatkan dukungan AS dalam menangani kebuntuannya dengan faksi-faksi oposisi atas kendali pemerintah.
Saat ini, Libya mengalami krisis politik di mana kontrol atas pemerintahannya sedang dipersengketakan. Negara itu juga tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan AS, oleh karenanya Jaksa Agung Libya telah membuka penyelidikan secara independen terkait keadaan penahanan dan penyerahan Masud di AS.
ADVERTISEMENT