Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
ADVERTISEMENT
Kisah Rudy Kurniawan mungkin cuma sepenggal kisah keluarga Tansil. Kasus kriminalnya memang tak menghasilkan kerugian sebesar pamannya, Eddy Tansil, yang menggasak Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) di akhir era Soeharto.
ADVERTISEMENT
Namun, penipuan yang ia lakukan sempat menggegerkan dunia hingga dibuat film dokumenternya. Film tersebut berjudul 'Sour Grapes'.
Film karya Jerry Rothwell dan Reuben Atlas itu sebenarnya sudah dirilis sejak 2016 silam. Film ini diluncurkan pertama kali di sebuah festival film pada Oktober 2016 dan masuk ke platform Netflix satu bulan kemudian. Film ini hingga kini menjadi film yang direkomendasikan oleh para pecinta film dokumenter.
Rudy Kurniawan awalnya dikenal karena cukup aktif dalam grup elite pecinta wine, ‘Angry Men’. Grup ini sebenarnya sederhana. Siapa pun yang diundang akan datang dan membawa wine langka terbaik mereka yang bernilai fantastis.
Isi kelompok ini jelas bukan orang biasa. Selain Rudy, grup ini juga diikuti sutradara Hollywood, Jef Levy, produser film ‘Rush Hour’ Arthur Sarkissian, hingga pemilik pelelangan Acker Merrall and Condit, John Kapon. Profil Rudy yang supel dan terkesan polos membuatnya cepat bersahabat dengan tiga orang itu.
ADVERTISEMENT
Menurut rekan-rekannya, Rudy sangat berbakat dalam mengenali wine melalui taste blinding. Berdasarkan keterangan Sommelier Rajat Parr dalam film itu, Rudy mengaku sudah mengoleksi sekitar 3 ribu botol wine langka hanya dalam waktu 3 bulan saja.
Rudy semakin dikenal karena membeli nyaris semua wine langka yang ditawarkan di pelelangan milik John Kapon. Dalam satu bulan saja, ia mampu menghabiskan uang jutaan dolar. Pun demikian, asal usul uang itu dan keluarga Rudy tak pernah jelas.
“Dia mengaku tinggal bersama ibunya di Arcadia, California. Orang-orang di sekitar dia akan bilang, keluarganya menjadi distributor utama Heineken untuk seluruh daratan China. Tapi aku tanya soal itu, dia bilang, ‘jangan bicara soal keluargaku’,” kata Cone Brown, seorang jurnalis yang sempat mewawancarai Rudy, dalam film tersebut.
ADVERTISEMENT
Hanya butuh waktu 18 bulan bagi Rudy untuk ‘menguasai’ pasar wine dengan membeli nyaris semua wine langka yang ditawarkan. Setelah merasa cukup, ia lalu menawarkan wine-wine koleksinya kepada John Kapon untuk dilelang dengan harga lebih tinggi.
Semuanya berjalan dengan lancar. Sejak 2003 hingga 2006, John Kapon sudah berhasil menghasilkan lebih dari 35 juta dolar AS dari wine-wine langka koleksi Rudy. Bahkan, di tahun 2006, pelelangan John Kapon dinobatkan sebagai yang tersukses dengan pendapatan lebih dari 100 juta dolar AS.
Kedok Rudy mulai terungkap saat kolektor wine, Bill Koch, merasa curiga dengan beberapa botol wine yang ia beli di pelelangan John Kapon. Pasalnya, beberapa botol wine itu sesungguhnya tidak pernah eksis di dunia karena tidak pernah diproduksi.
ADVERTISEMENT
Sekadar informasi, harga jual wine biasanya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia wine tersebut. Tak hanya merek dan nama pabrik, tahun yang tertera di label juga menjadi penentu harga.
Kelebihan ini pula yang membuat perbuatan Rudy akhirnya terbongkar. Misalnya, Rudy pernah menjual wine Domaine Ponsot 1929. Padahal, Domaine Ponsot baru mulai dibotolkan pada 1939.
Di kesempatan lain, Rudy juga menjual wine yang konon dibotolkan pada rentang 1945-1971 dari kebun anggur Clos St Denis oleh Domaine Ponsot. Padahal, wine dari kebun anggur itu baru diproduksi sejak 1982.
Bill Koch yang penasaran lalu mencari tahu asal usul wine yang ia miliki. Apalagi, ada sekitar 400 botol wine palsu yang ia beli dari John Kapon dan pelelangan lainnya. Namun, semuanya memiliki benang merah: wine-wine ini berasal dari koleksi Rudy.
Ia lalu menyewa detektif untuk menyelidiki sosok Rudy dan mencari tahu asal-usul wine-wine palsu ini. Dari hasil penyelidikan, rupanya Rudy sudah tinggal di AS sejak 2003 dengan surat perintah penangkapan karena visa pelajarnya sudah kedaluwarsa.
ADVERTISEMENT
Rudy dan kakaknya, Dar Saputra, masuk ke AS dengan sponsor PT MAJU (Mujur Artha Jaya Usaha). Saat dicek ke alamat PT MAJU di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, para detektif sewaan Bill Koch tak menemukan apa-apa selain toko bangunan kecil.
Saat didesak untuk menjelaskan asal-usul botol wine palsu itu, Rudy akhirnya mengeluarkan satu nama: “Pak Hendra” (Hendra Rahardja/saduara kandung ibu Rudy) dan dua nomor telepon. Nomor telepon pertama, ternyata merupakan fax Lion Air dan telepon lainnya merujuk pada sebuah coworking space di Gajah Mada.
Penyelidik FBI pun turun tangan. Dari hasil penelusuran mereka, diketahui, Rudy memiliki dua orang saudara: Dar Saputra dan Teddy Tan. Pada 2007, Rudy mengirimkan total 17 juta dolar AS kepada Dar Saputra di Hong Kong dan Teddy Tan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Rudy merupakan anak pasangan Makmur Widjojo dan Lenywati Tan. Lenywati merupakan saudara kandung Hendra Rahardja dan Eddy Tansil. Bagian ini lebih menarik.
Eddy Tansil dikenal sebagai sosok yang menggasak uang negara hingga Rp 1,3 triliun di dasawarsa terakhir Soeharto.
Pada 1993, dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Gubernur BI saat itu, J Sudrajad Djiwandono, terungkap dugaan penyelewengan uang dalam kasus kredit yang dikucurkan Bapindo kepada Eddy Tansil.
Kredit tersebut memang menyeret nama mantan Menkeu JB Sumarlin dan mantan Ketua DPA Laksamana (Purn) Sudomo sebagai pemberi referensi. Namun, jaminannya tak pernah jelas.
Akibatnya, uang negara bocor sebesar Rp 1,3 triliun. Atas perbuatannya, Eddy divonis hukuman penjara 20 tahun, uang pengganti Rp 500 miliar, dan denda Rp 30 juta, serta penyitaan sejumlah aset miliknya. Baru hitungan hari mendekap di LP Cipinang, tepatnya pada 4 Mei 1996, Eddy kabur dan tak pernah tertangkap lagi hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
‘Kehebatan’ Eddy ini tak kalah dengan kakaknya, Hendra Rahardja. Hendra merupakan tersangka korupsi uang bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ia dituding menyalurkan uang sebesar RP 1,95 triliun ke bank miliknya, Bank Harapan Sentosa (BHS).
Saat itu, Hendra kabur ke Australia hingga pada 1 Juni 1999 ditahan aparat setempat dengan tuduhan melakukan pencucian uang.
Sedangkan di Indonesia, Hendra divonis hukuman penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam persidangan in absentia. Pada 2003, Hendra Rahardja meninggal di Australia karena sakit kanker ginjal.
Meski dalam film ‘Sour Grapes’ hanya nama Eddy Tansil dan Hendra Rahardja saja yang disinggung, tapi sesungguhnya jejak kriminil keluarga Tansil ini sudah diturunkan dari kakek Rudy --atau ayah Eddy dan Hendra--, Herry Tansil.
ADVERTISEMENT
Di era 1963-1964, Herry Tansil sempat membuat kacau politik dan ekonomi Indonesia dengan mengedarkan cek kosong palsu. Pemerintahan Sukarno yang tengah menghadapi krisis moneter, harus dihadapkan dengan hiperinflasi yang menyebabkan defisit anggaran negara lebih dari 50 persen.
Setelah dicek, rupanya sebab musababnya ada pada cek kosong palsu yang bermuara pada Bank Benteng Republik Indonesia milik Harry Tansil. Harry ditangkap pada 16 Agustus 1966 dan dihukum 9 bulan penjara. Namun, belum tuntas masa tahanannya, Harry kabur ke Hong Kong.
Dengan rekam jejak keluarga yang ‘luar biasa’ ini, kecurigaan para pecinta wine terhadap sosok Rudy Kurniawan pun semakin menjadi-jadi. Meski pecinta wine sudah mengeluarkan peringatan untuk tidak membeli wine dari Rudy di media sosial, namun toh, Rudy selalu mendapat celah untuk memasarkan produknya.
ADVERTISEMENT
Rudy sempat menghilang, namun pada 2009, ia digugat oleh Bill Koch. Hingga akhirnya, pada 2012, Rudy ditangkap di rumahnya di Arcadia, California.
Saat menggeledah, FBI menemukan bahan-bahan yang biasa digunakan untuk memalsukan botol wine, kertas-kertas label, lengkap dengan sejumlah catatan kecil. Pun demikian, para penyidik menilai tidak mungkin Rudy mampu memproduksi wine palsu dalam jumlah besar di rumahnya dan dalam waktu singkat.
Saat diperiksa, Rudy selalu menolak membocorkan dari mana asal wine-wine palsu miliknya dan siapa yang bekerja sama dengannya. Rudy dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan rencananya akan bebas pada 9 Januari 2021 mendatang.
Meski Rudy sudah mendekam dalam penjara, namun aparat setempat hanya berhasil mengidentifikasi dan menghancurkan 500 botol wine palsu yang dijual Rudy. Diprediksi, masih ada sekitar 10 ribu botol wine palsu lainnya yang berkeliaran di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT