Lika-liku Kemenag Menerjemahkan Al-Quran ke Bahasa Daerah

13 Desember 2018 13:13 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kiri) saat peluncuran Alquran terjemah 3 bahasa daerah yaitu Aceh,  Bugis dan Madura. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kiri) saat peluncuran Alquran terjemah 3 bahasa daerah yaitu Aceh, Bugis dan Madura. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kementerian Agama sudah menerbitkan 16 Al-Quran dengan terjemahan bahasa daerah. Mulai dari bahasa Bugis sampai bahasa Madura dan menyusul beberapa bahasa daerah lainnya. Dalam menerjemahkan kitab suci agama Islam itu ke beberapa bahasa daerah di Indonesia tentu saja bukan perkara mudah.
ADVERTISEMENT
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan saat penerjemahan Al-Quran ke bahasa daerah memiliki tantangan karena pemaknaan tiap-tiap kata bisa saja berbeda di tiap bahasa. Satu kata di Al-Quran bisa berbobot berbeda dari bahasa daerah satu dengan bahasa daerah lainnya.
Lukman mecontohkan penerjemahan kata ‘bidadari’ saja menimbulkan perdebatan antara penerjemah dan juga ahli yang menerjemahkan Al-Quran.
“Satu kosa kata atau satu diksi dalam Al-Quran itu tentu bisa dimaknai sangat beragam. Dalam proses menjelaskan atau menerjemahkan ‘ kata bidadari’ ke dalam bahasa daerah juga problem yang tidak sederhana,” ujar Lukman dalam peluncuran Al-Quran terjemahan bahasa daerah di kantor Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (13/12).
Seorang petugas dari Kementrian Agama merapihkan al-quran terjemah 3 bahasa daerah Aceh,  Bugis dan Madura. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petugas dari Kementrian Agama merapihkan al-quran terjemah 3 bahasa daerah Aceh, Bugis dan Madura. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Karena itulah Menag mengungkapkan bahwa penerjemahan kitab Al-Quran ini dapat memakan 1-2 tahun setiap bahasanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Lukman mengatakan penerjemahan Al-Quran bahasa daerah ini bisa saja menimbulkan penerjemahan yang berbeda. Karena itu ia menggangap bahwa penerjemahan ini adalah sebuah karya manusia yang bisa saja meleset.
“Terjemahan sebagaiamana penafsiran tidak ada yang tunggal. Setiap penafsir dan penerjemah berbeda satu sama lain. Apalagi masyarakat juga berkembang,” ujar Lukman.
“Makanya terjemahan Al-Quran bukanlah terjemahan itu sendiri. Yang mutlak kebenarannya adalah Al-Quran dalam maknanya, yang mutlak firman Allah,” pungkasnya.