Lima Eks Pejabat Waskita Karya Didakwa Korupsi yang Rugikan Negara Rp 202 Miliar

10 Desember 2020 17:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lima orang tersangka korupsi proyek fiktif di PT Waskita Karya ditunjukkan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/7). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Lima orang tersangka korupsi proyek fiktif di PT Waskita Karya ditunjukkan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/7). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Lima orang mantan pejabat di PT Waskita Karya menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari ini, Kamis (10/12).
ADVERTISEMENT
Kelima orang itu didakwa memperkaya diri sendiri dan juga orang lain sehingga diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 202 miliar di kasus korupsi proyek fiktif Waskita Karya.
Kelima terdakwa tersebut, yakni:
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, secara melawan hukum," kata Jaksa Penuntut Umum KPK.
ADVERTISEMENT
Kelimanya didakwa melakukan korupsi berupa pengambilan dana dari Waskita Karya melalui pekerjaan yang dikerjakan subkontraktor fiktif selama kurun tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Dana itu dipakai untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran PT Waskita Karya yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Atas perbuatan ini, sejumlah orang dan korporasi mendapat keuntungan yang tidak semestinya. Berikut daftarnya:
ADVERTISEMENT
"Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 202.296.416.008 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," ujar jaksa.

Kontruksi Perkara

Bahwa Divisi Sipil berada pada Unit Bisnis PT Waskita Karya mengalami beberapa kali perubahan nama nomenklatur. Pada tahun 2008, Divisi Sipil diubah menjadi Divisi III kemudian diubah menjadi Divisi II.
Baik Divisi Sipil, Divisi III, ataupun Divisi II mempunyai tugas melakukan pekerjaan pembangunan proyek konstruksi/infrastuktur berskala besar dengan anggaran di atas Rp 100 miliar dengan menggunakan teknologi tinggi dan wilayah kerjanya mencakup seluruh Indonesia.
Proyek-proyeknya meliputi pembangunan bandara, jembatan, jalan tol, normalisasi sungai, bendungan, dan pelabuhan.
Mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk Desi Arryani ditetapkan sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/7). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Selama kurun 2009-2011, divisi ini dipimpin oleh Desi Arryani. Lalu kurun 2012-2013, ia digantikan Fathor Rachman.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula pada Desember 2009, saat Jarot Subana menyampaikan kepada Desi Arryani soal kebutuhan dana non budgeter untuk membiayai pengeluaran diluar anggaran perusahaan. Termasuk di antaranya fee untuk subkontraktor hingga pemberian ke pejabat Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II dan pemilik pekerjaan serta pihak-pihak lainnya, pembelian peralatan yang tidak tercatat sebagai aset perusahaan, dan pengeluaran lain yang tidak didukung bukti.
Direktur Utama PT Waskita Beton Precast Jarot Subana tiba di gedung KPK, Jakarta usai dijemput paksa pada Kamis (23/7). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Guna membahas dana itu, digelar beberapa pertemuan yang turut dihadiri Desi Arryani; Fathor Rachman yang menjabat sebagai Kepala Proyek Pembangunan Kanal Timur-Paket 22; Fakih Usman yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir; Haris Gunawan yang menjabat sebagai Kepala Bagian Keuangan Divisi Sipil; dan Dono Parwoto yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Proyek Pekerjaan Tanah Tahap II Bandar Udara Medan Baru (Paket 2).
ADVERTISEMENT
"Dalam pertemuan itu disepakati strategi untuk menghimpun dana non budgeter dengan cara membuat kontrak pekerjaan-pekerjaan subkontraktor fiktif yang melekat pada proyek-proyek utama yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya," kata jaksa.
Ketika dana untuk pekerjaan subkontraktor fiktif itu cair, maka disepakati akan dikembalikan lagi kepada Divisi III PT Waskita Karya. Adapun perusahaan subkontraktor itu diberikan fee 'pinjam bendera' sebesar 1,5 sampai 2,5 persen dari anggaran yang dikeluarkan.
"Terdakwa I Desi Arryani mengusulkan agar Divisi Sipil menggunakan atau “meminjam bendera” perusahaan subkontraktor milik pejabat/pegawai PT Waskita Karya," ujar jaksa.
Atas usul itu, sejumlah perusahaan milik para pegawai pun disodorkan. Yakni PT Safa Sejahtera Abadi yang terafiliasi dengan Fakih Usman; CV Dwiyasa Tri Mandiri yang terafiliasi dengan Haris Gunawan; serta PT Mer Engineering yang terafiliasi dengan Doro Parwoto disetujui Desi Arryani menjadi perusahaan subkontraktor yang nantinya akan ditunjuk untuk mengerjakan pekerjaan subkontraktor fiktif. Tujuannya menghimpun dana non budgeter yang melekat pada kontrak pekerjaan utama yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya yang disepakati akan dikelola oleh Yuly Ariandi Siregar dan Wagimin selaku Bendahara/Kasir pada Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II.
ADVERTISEMENT
Kongkalikong pun dilakukan. Mulai dari disiapkannya dokumen kontrak fiktif serta dokumen fiktif lainnya yang digunakan sebagai pendukung pencairan dana. Hingga dikondisikannya kontrak nilai tertentu dengan menambahkan komponen perhitungan yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dan fee untuk perusahaan subkontraktor yang telah disetujui.
Para kepala proyek juga disampaikan untuk dibuatkan pekerjaan-pekerjaan sebesar nilai kontrak dan sesuai jangka waktu kontrak pada proyek yang mereka kerjakan.
Kelengkapan pengadaan pekerjaan-pekerjaan sesuai kontrak pun disusun. Namun tidak ada proses pengadaan yang dilakukan, hanya sebagai kelengkapan administrasi kontrak saja.
Adapun pada 2010 sampai 2013, PT Waskita Karya melakukan 14 proyek. Namun kemudian dibuat 21 proyek subkontraktor fiktif yang melekat pada 14 proyek utama itu. Berikut proyek-proyek subkontraktor fiktif itu:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Total terdapat 41 kontrak fiktif yang dilakukan dengan nilai Rp 239.350.242.837.
"PT Waskita Karya telah melakukan pembayaran sejumlah Rp 204.969.626.980 kepada PT Safa Sejahtera Abadi, CV Dwiyasa Tri Mandiri, PT MER Engineering dan PT Aryana Sejahtera meskipun perusahaan-perusahaan tersebut tidak pernah melaksanakan pekerjaan sebagaimana tercantum dalam kontrak," kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.