Limbah Rumah Tangga, Sumber Utama Pencemaran Waduk Pluit

26 April 2019 19:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Potret pemukiman dengan tumpukan sampah dan saluran limbah rumah tangga yang dialirkan ke Waduk Pluit. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Potret pemukiman dengan tumpukan sampah dan saluran limbah rumah tangga yang dialirkan ke Waduk Pluit. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Limbah pembuangan dari ratusan rumah tangga di pinggiran Waduk Pluit setiap harinya mengalir bebas ke dalam waduk. Akibatnya, ruang terbuka serta taman sekitar waduk tercemar aroma tak sedap.
ADVERTISEMENT
Limbah rumah tangga dari permukiman bervariasi jenisnya. Mulai dari limbah plastik, limbah pencucian, sampai limbah dari aktivitas sehari-hari warga.
Pantauan kumparan, lebih kurang separuh dari lingkaran Waduk Pluit menjadi tempat permukiman warga. Sedang separuhnya lagi ‘selamat’ karena dijadikan taman kota.
Namun, separuh dari lingkar luar Waduk Pluit bukanlah lahan yang kecil sebab Waduk Pluit sendiri memiliki luas sekitar 80 hektare.
Tumpukan sampah di salah satu sudut Waduk Pluit. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Jika ratusan rumah yang berada di lahan pinggiran tersebut terus membuang limbah ke dalam waduk, sementara Waduk Pluit sendiri tidak mengalir, maka dalam waktu sekejap air waduk sebersih apa pun akan segera menjadi kotor dan tercemar.
Begitulah yang terjadi pada Waduk Pluit yang yang pada tahun 2013, di bawah pemerintahan Jokowi-Ahok, sudah mengalami normalisasi ini. Pada momen itu, para warga di bantaran waduk dipindahkan ke rumah susun yang agak jauh dari pinggir Waduk Pluit.
ADVERTISEMENT
Salah-seorang warga yang kini nyatanya masih tinggal di pinggiran Waduk Pluit, Maman (39), mengatakan bahwa Waduk Pluit jadi berbau dan kotor karena aktivitas pengerukan yang dilakukan petugas kebersihan di dalam waduk.
Tumpukan sampah serta limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke Waduk Pluit. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
“Kalau enggak digaruk (oleh petugas kebersihan), air ini enggak bau. Coba aja pas lebaran ke sini, pas ada dua mingguan nggak digaruk, airnya jernih itu, saya berani minum. Kalau sekarang nggak berani, hitam begitu,” ungkap Maman yang ditemui pada Jumat (26/4).
Sementara terkait sampah yang banyak menumpuk di dalam waduk, Maman menyebut itu seluruhnya bukan karena ulah warga yang tinggal di bantaran waduk.
“Memang masih ada yang belum sadar, ada yang diam-diam buang sampah ke waduk. Tapi sebenarnya sampah itu hanyut dari kali-kali dan got-got yang mengarah ke sini,” ungkapnya.
Potret pemukiman dengan tumpukan sampah dan saluran limbah rumah tangga yang dialirkan ke Waduk Pluit. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Pria yang mengaku telah sejak kecil tinggal di bantaran Waduk Pluit ini melanjutkan bahwa kotornya air waduk juga bukan karena sampah melainkan karena terus menerus digaruk dengan kapal mesin pengangkut sampah waduk.
ADVERTISEMENT
“Itu kotor, kan digaruk terus. Kotor dan bau kan,” imbuhnya.
Tanggapan Petugas Kebersihan
Dari sisi lain, petugas kebersihan UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Iyus (35), menampik logika yang dipakai Maman. Ia bahkan mengatakan bahwa salah-satu rintangan untuk mewujudkan Waduk Pluit yang bersih, adalah kurangnya kesadaran warga sekitar waduk.
“Ya namanya kita membersihkan. Itu kan sampah mereka kita bersihkan. Lihat tuh, sampah mereka semua ini. Kalau nggak ada sampah, limbah rumah-rumah itu, ini bersih dong airnya,” tutur Iyus saat ditemui di sela-sela kesibukannya mengangkut timbunan eceng gondok bercampur sampah dari Waduk Pluit.
Petugas UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, membersihkan permukaan Waduk Pluit dari enceng gondok bercampur sampah. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Katanya, setiap hari ia dan timnya membersihkan permukaan waduk dari sampah dan tanaman eceng gondok yang tumbuh begitu liar.
ADVERTISEMENT
“Kalau lagi diawasi ya mereka enggak buang sampah kan. Tapi coba aja pas kita sudah pergi, malam-malam, numpuk lagi sampah,” ungkap Iyus.
“Kalau di kali-kali yang mengalir ke waduk ini, memang ada yang membandel. Tetapi kita jaga itu di kali-kali, kita awasi terus agar orang nggak sembarangan. Jadi enggak kali aja, yang parah itu limbah pembuangan rumah-rumah di sini,” imbuhnya lagi.
Maman kemudian menggambarkan seputar faktor-faktor yang terus mengancam kebersihan serta keelokan Waduk Pluit.
Potret pemukiman dengan tumpukan sampah dan saluran limbah rumah tangga yang dialirkan ke Waduk Pluit. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Selain pencemaran sampah, katanya, waduk Pluit juga mengalami pendangkalan. Hal itu disebabkan kombinasi antara sampah dengan tanah pinggiran waduk yang strukturnya mudah longsor.
Lalu karena tanah terus longsor, yang kemudian bercampur dengan sampah, waduk menjadi kian dangkal. Ketika waduk sudah begitu dangkal, eceng gondok tumbuh liar tak terkendali sehingga menutupi permukaan waduk.
ADVERTISEMENT
Eceng gondok ini setiap hari tumbuh terus, beranak-pinak. Sore kita bersihkan, besok pagi rame lagi,” ungkapnya.
“Tanah pinggir-pinggir itu kalau hujan ya longsor, jadi pendangkalan, ya di sana eceng gondok jadi rame kan,” sambungnya lagi.
Menurut Iyus, pendangkalan waduk menghambat kerja pembersihan yang ia lakukan bersama para petugas UPK Badan Air DKI Jakarta. Pasalnya, jika sudah begitu dangkal, alat berat tidak bisa lagi bekerja. Imbasnya, tak ada penanganan yang bisa dilakukan.
Potret pemukiman dengan tumpukan sampah dan saluran limbah rumah tangga yang dialirkan ke Waduk Pluit. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Normalisasi Perlu Dilanjutkan
Tahun 2013, Jokowi bersama Ahok merealisasikan program normalisasi Waduk Pluit. Ratusan keluarga yang tinggal di bantaran waduk, dipindahkan ke bangunan rumah susun. Dikabarkan, proses pemindahan tersebut menimbulkan konflik karena penolakan warga. Namun, proses itu tetap dilanjutkan.
ADVERTISEMENT
Lima tahun berlalu, namun belum semua warga bantaran waduk dapat menempati rumah susun. Mereka yang belum mendapat jatah di rumah saat ini menetap di bantaran waduk, yang dulu direncanakan akan digunakan sebagai jalan.
“Dulu katanya pinggiran ini (area permukiman) akan dijadiin jalan. Enggak tahu sekarang bagaimana ya, Pak Anies gimana programnya. Setiap orang kan beda-beda prioritasnya ya,” ungkap Iyus.