LIPI soal Munculnya Buaya di DKI: Warga Jangan Panik dan Asal Bunuh

1 Juli 2018 9:40 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buaya di kali dekat Stasiun Grogol. (Foto: Dok. Diani )
zoom-in-whitePerbesar
Buaya di kali dekat Stasiun Grogol. (Foto: Dok. Diani )
ADVERTISEMENT
Kemunculan buaya awalnya terlihat di kawasan Pondok Dayung, Tanjung Priok Jakarta Utara pada Kamis (14/6). Tak hanya di Pondok Dayung, menurut Bupati Kepulauan Seribu, Irmansyah, buaya juga terlihat di Pantai Mutiara, Muara Gembong dan teranyar di kali Grogol, Jakarta Barat.
ADVERTISEMENT
"Buaya kemarin muncul di Pondok Dayung, Pantai Mutiara, dan Muara Gembong. Itu dalam waktu satu bulan ini,” ungkap Irmansyah saat dihubungi kumparan, Minggu (17/6).
Setelah kemunculan buaya di Pondok Dayung, buaya kembali menggegerkan warga ibukota di Kali Grogol, Jakarta Barat. Kemunculan buaya menurut warga sudah ada sejak Selasa (26/6)
Saat itu Diani (49) ingin mengunjungi kerabatnya di dekat Stasiun Grogol. Dalam perjalanannya ia melihat banyak warga berkumpul, ternyata mereka heboh setelah melihat kemunculan buaya.
"Ada ramai-ramai, itu ada buaya, benar ada buaya kelihatan," kata Diani saat dihubungi kumparan, Rabu (27/6).
Pencarian buaya terus dilakukan namun pencarian selama tiga hari tidak membuahkan hasil. Terbaru, pada Sabtu (30/6) warga menangkap seekor anak buaya di Kali Grogol. Hal ini dibenarkan oleh Wali Kota Jakarta Utara, Husein Murad.
ADVERTISEMENT
"Jadi ada warga yang nangkap anak buaya di kali Grogol, Jakarta Barat, kemarin. Tapi karena enggak ditangani dengan baik buaya itu mati. Tadi saya ke sana lihat," kata Husein saat dihubungi, Sabtu (30/6).
Menyikapi fenomena ini, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy mengatakan fenomena kemunculan buaya di Jakarta diduga dilepaskan oleh orang yang tidak bertanggungjawab atau lepas sendiri dari kandangnya.
''Saya suspect (menduga) itu lepasan atau dilepaskan bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab, kepemilikan ilegal," ujar Amir kepada kumparan, saat dihubungi, Sabtu (30/6)
Amir menjelaskan, terkhusus di Kali Grogol, ia tak sependapat dengan anggapan sebagian warga yang menilai keberadaan buaya di Kali Grogol sudah ada dalam waktu yang lama. Sebab, menurutnya, buaya tak akan memilih habitat sekeruh Kali Grogol.
ADVERTISEMENT
''Buaya itu di alam, untuk memilih habitat itu dia enggak akan memilih habitat sungai sekeruh di Grogol,'' jelasnya.
Amir memberi kritik terhadap masih lemahnya pengawasan terhadap perdagangan satwa liar secara ilegal, terutama di kota-kota besar. Ia mencontohkan transaksi penjualan satwa liar dilindungi tersebut salah satunya melalui media sosial.
''Kepemilikan satwa liar dilindungi secara ilegal belum beres di wilayah kita, terutama di Jakarta. Itu kepemilikan satwa dilindungi ilegal itu juga masih banyak, kalau anda lihat misalnya, di FB transaksi itu tentang satwa-satwa dilindungi ada yang menawarkan buaya,'' ungkapnya.
Amir menuturkan, buaya yang muncul beberapa pekan ini tidak membahayakan. Sebab, buaya yang berpotensi menyerang dan memakan manusia berukuran di atas 4 meter. Sementara yang muncul di Jakarta, menurutnya masih berusia anakan, belum memasuki usia reproduksi.
ADVERTISEMENT
''Masih 2 meter atau berapa, itu belum usia reproduksi, itu masih anakan. Untuk yang menyerang dan memakan manusia itu kan ukuran buaya yang sudah besar yang sudah di atas 4 meter, 5 sampai 6 meter. Kalau ukuran seperti itu belum membahayakan,'' ucapnya.
Ia menyerukan agar warga tak perlu panik dan langsung serta merta membunuh buaya tersebut. Amir menegaskan sikap yang tepat saat ini adalah menangkap kemudian merelokasi buaya tersebut.
''Enggak perlu harus terus dibunuh segala macam, yang jelas harus direlokasi, karena memang bukan habitatnya di situ. Kedua, ini kan jenis dilindungi, jadi perlu ada aturan mainnya direlokasi ditangkap jenis-jenis dilindungi,'' tegasnya.
''Yang paling bagus sekarang mencari menemukan untuk direlokasi,'' imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Amir mengungkapkan bahwa fenomena ini juga menjadi tantangan bagi penegakan hukum terhadap penertiban pemeliharaan hewan-hewan liar di masyarakat. Sebab, pemeliharaan jenis-jenis yang dilindungi telah menjadi tren dan masyarakat dinilai belum memahami aturannya.
''Orang melihara ular, buaya itu sudah jadi kayak tren, ini kan harus dibarengi dnegan pemahaman yang betul tentang aturan di sana. Jadi, sebelum memelihara mohon dibaca lagi aturannya. Ini challenge untuk penegakan hukum terkait kepemilikan jenis-jenis yang dilindungi,'' tutupnya.