Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
KPK merespons pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang mengkritik kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Lagi-lagi, menurut Luhut, OTT adalah kegiatan yang kampungan.
ADVERTISEMENT
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menilai pernyataan Luhut tersebut sebenarnya mengharapkan adanya penyempurnaan di bidang pencegahan dan pendidikan antikorupsi. Termasuk penindakan yang berbasis pemulihan aset.
"Tetapi KPK sendiri tidak pernah menutup peluang adanya tangkap tangan," ujar Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (23/7).
Tessa menjelaskan, ada atau tidaknya kritik Luhut, KPK memang tengah berfokus untuk melakukan penindakan berbasis pemulihan aset.
"Di mana target penyitaan di penyidikan di tahun 2022 Rp 240 miliar naik menjadi Rp 1 triliun, dan di tahun 2023 sudah melebihi target sebesar Rp 1,8 triliun penyitaan yang dilakukan di KPK," beber dia.
Dengan demikian, Tessa mengungkapkan, anggaran yang diberikan ke KPK jauh lebih bermanfaat ketimbang hanya melakukan OTT.
ADVERTISEMENT
"Tidak hanya kita melakukan OTT mungkin jauh di Papua, hanya OTT saja tidak ada asset recovery, sementara sebagaimana teman-teman ketahui ongkos perjalanannya saja tiketnya sudah tinggi. Jadi asas kemanfaatannya tidak tercapai," jelas Tessa.
"Jadi saya pikir, semangatnya arahnya ke sana. Tetapi KPK tidak pernah menutup seandainya ada informasi adanya suap atau segala macam. Kita akan tetap menangani itu," tegasnya.
Meski demikian, ia tak menampik bahwa KPK kini lebih cenderung melakukan case building atau penyelidikan terbuka dalam menangani perkara. Dibanding dengan OTT yang merupakan penyelidikan tertutup.
"Iya [cenderung memilih case building]," ucap Tessa.
Luhut sebelumnya menilai OTT yang dilakukan KPK kurang etis. Luhut mengungkapkan kekesalannya mengenai operasi tipu daya untuk menangkap seseorang yang akan melakukan korupsi itu di depan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
ADVERTISEMENT
Keduanya bertemu dalam acara peluncuran Sistem Informasi Mineral dan Batubara antara Kementerian dan Lembaga (SIMBARA) untuk komoditas nikel dan timah di Gedung Aula Dhanapala Kementerian Keuangan, Senin (22/7).
"Jadi sistem ini akan mendisiplinkan bangsa ini dan itu saya kira KPK tugasnya makin kurang. Ada KPK marah, saya bilang OTT kampungan. Kenapa kampungan? Karena kita sendiri buat kampungan. Kita harus membangun sistem sehingga tidak perlu terjadi lagi itu [OTT]," tegas Luhut.
Luhut mengatakan, pemberantasan korupsi seharusnya mengandalkan digitalisasi melalui Government Technology (GovTech). Menurutnya, penindakan digital akan memperbaiki salah satu fungsi penting KPK yaitu pencegahan.
Melalui digitalisasi, lanjut Luhut, maka tidak ada lagi celah atau kesempatan bagi oknum yang akan kongkalikong, seperti melakukan suap.
ADVERTISEMENT
Ini merupakan kali kedua Luhut menyebut OTT KPK kampungan. Hal itu disampaikan Luhut saat Pencanangan Hari Kewirausahaan Nasional dan Ulang Tahun HIPMI ke-52 di Jakarta, Senin (10/6).
Menurutnya, KPK tak perlu melakukan OTT jika sebenarnya bisa menggunakan metode lain.
"Dulu saya dibully, dibilang kenapa Pak Luhut enggak setuju OTT? Ya enggak setujulah. Kalau bisa tanpa OTT, kenapa bisa OTT? Kan kampungan itu, nyadap-nyadap telepon, tahu-tahu nyadap dia lagi bicara sama istrinya, 'Wah enak tadi malam Mam', katanya. Kan repot," ucap Luhut.
Luhut menjelaskan, seharusnya digitalisasi bisa jadi kunci pencegahan korupsi. Ia lalu mencontohkan, Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (SIMBARA), yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai sistem satu pintu pengelolaan minerba di Indonesia jadi salah satunya.
ADVERTISEMENT