Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Kasasi Wali Kota nonaktif Pasuruan, Setiyono, dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Hukuman pidana penjara Setiyono pun dipotong dari 6 tahun penjara menjadi 3,5 tahun bui.
ADVERTISEMENT
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp 250.000.000 dengan ketentuan apabila pidana tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," tulis amar putusan yang diterima kumparan, Selasa (7/1).
Selain pidana pokok, pidana uang pengganti juga dikurangi dalam putusan tersebut. Sebelumnya, Setiyono diminta membayar Rp 2,2 miliar. Namun di tingkat kasasi, ia hanya diminta membayar Rp 727.000.000.
Dalam kasus ini, Setiyono dinilai terbukti menerima suap terkait proyek Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Pemkot Pasuruan. Yakni, proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM).
Setiyono dinilai menerima suap melalui Dwi Fitri selaku Plh Kadis PU Kota Pasuruan dan seorang tenaga honorer bernama Wahyu Trihadianto.
ADVERTISEMENT
Ia divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor. Pada tahap banding, hukumannya tak berubah.
Ia kemudian mengajukan kasasi ke MA. Kasasi Setiyono teregister bernomor 23/PID SUS-TPK/2019.PT SBY Jo nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Sby. Kasasi itu diajukan pada 22 Agustus 2019.
Juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, menjelaskan hukuman Setiyono dipotong lantaran perannya tak terlibat langsung dalam proyek tersebut.
"Inti pokok pertimbangannya bahwa terdakwa selaku wali kota tidak terlibat langsung secara fisik, administrasi, maupun operasional kegiatan proyek," kata Andi saat dikonfirmasi, Selasa (7/1).
"Bahwa kesalahan terdakwa yaitu meminta dan menerima hadiah, salah satunya melalui Saudari Dwi Fitri Nurcahyo, sebagai komitmen fee sebesar 5 persen-10 persen dari nilai proyek setelah dikurangi pajak, dari para pemenang paket pekerjaan konsultan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Majelis hakim kasasi pun menilai pasal yang diterapkan tak tepat. Setiyono sebelumnya dijerat dengan Pasal dalam dakwaan primer, yakni Pasal 12 huruf b UU Tipikor.
"Atas dasar pertimbangan tersebut, ketentuan yang paling tepat diterapkan terhadap perbuatan Terdakwa adalah Pasal 11 UU Tipikor. Kemudian Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada PT Surabaya," sambungnya.
Vonis tersebut diputus oleh MA pada 4 Desember 2019 lalu. Majelis hakimnya ialah Surya Jaya, Mohamad Askin, dan Leopold Luhut Hutagalung.