Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pasal 3 dalam PERMA itu mengatur bahwa majelis hakim bisa mengatur pembatasan pengunjung sidang bila ruangan sudah penuh. Hal itu dalam rangka menjaga ketertiban.
Sementara Pasal 4 berisi sejumlah ketentuan serta larangan bagi para pengunjung sidang. Salah satunya ketentuan soal pengambilan foto atau rekaman audio visual persidangan. Hal itu harus seizin hakim atau ketua majelis hakim.
Berikut bunyi ketentuannya yang termuat dalam Pasal 4 ayat (6):
"Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin hakim/ketua majelis hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan".
Ayat selanjutnya menerangkan bahwa pengambilan foto atau rekaman audio visual tidak dapat dilakukan dalam persidangan tertutup untuk umum.
Ayat-ayat selanjutnya menerangkan sejumlah larangan bagi para pengunjung di ruang sidang. Seperti larangan makan-minum, berbincang, merokok, membaca koran, tidur, menggunakan ponsel untuk komunikasi, bertepuk tangan atau bersorak, serta perbuatan yang dapat mengganggu jalannya persidangan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pengunjung sidang harus mengenakan pakaian yang sopan dan pantas serta menggunakan alas kaki tertutup.
Beberapa hal lain turut diatur dalam PERMA ini. Seperti perlindungan bagi hakim yang menangani perkara yang berpotensi menimbulkan ancaman membahayakan keselamatan hingga standar protokol dan keamanan pengadilan.
Saat dikonfirmasi, juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro membenarkan soal PERMA Nomor 5 Tahun 2020 ini.
Perihal aturan foto dan rekam persidangan harus izin sebenarnya sempat diatur dalam Surat Edaran nomor 2 Tahun 2020 Dirjen Badan Peradilan Umum (Badilum) Mahkamah Agung. Surat edaran ini diterbitkan pada 7 Februari.
Hal itu sempat menuai kritik dari sejumlah pihak. Sebab, hal hal itu dinilai bisa jadi merupakan bentuk kesewenang-wenangan dari Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Sementara Mahkamah Agung saat itu menyatakan bahwa aturan itu dibuat untuk menjaga marwah peradilan. Aturan itu juga berlaku untuk umum, termasuk media.
"Pada dasarnya sidang itu sakral, bukan tontonan. setiap orang akan konsentrasi mencari keadilan, jadi tidak boleh diganggu," ujar Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah, usai sidang pleno laporan akhir tahun Mahkamah Agung di JCC, Jakarta Pusat, Rabu (26/2).
Aturan ini dinilai menyulitkan kerja pers. Padahal, selama ini pers bebas meliput sidang yang terbuka untuk umum, termasuk mengambil foto, merekam gambar, dan merekam suara. Namun Abdullah menyatakan hal itu tidak akan menyulitkan kerja wartawan.
Setelah menuai polemik, Hatta Ali selaku Ketua Mahkamah Agung memerintahkan Surat Edaran itu dicabut. Hal itu selang 14 hari setelah surat diterbitkan.
ADVERTISEMENT
Kini aturan itu kembali muncul dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2020. PERMA ini ditetapkan Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada 27 November 2020 dan diundangkan pada 4 Desember 2020.
Berikut isi lengkap PERMA Nomor 5 Tahun 2020: