Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim Tipikor Jakarta membebaskan Samin Tan karena dinilai tak terbukti menerima suap. Vonis bebas tersebut dibacakan pada Agustus 2021.
Samin Tan didakwa memberikan uang kepada Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR periode 2014-2019 seluruhnya Rp 5 miliar dalam tiga tahap.
Tujuannya adalah agar Eni Maulani Saragih mau membantu permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 antara PT AKT dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Kalimantan Tengah.
Samin Tan didakwa dengan pasal suap, yakni Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU Tipikor. Sementara dalam tuntutan, jaksa KPK meyakini Samin Tan terbukti korupsi berdasarkan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor.
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Samin Tan untuk divonis 3 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun, hakim berpendapat lain. Majelis hakim yang terdiri atas Panji Surono, Teguh Santoso, dan Sukartono merujuk putusan Eni Maulani yang vonisnya terbukti menerima gratifikasi.
Hakim menilai bahwa berdasarkan vonis itu, maka posisi Samin Tan ialah pemberi gratifikasi. Sementara pemberi gratifikasi tidak diatur pidananya dalam UU Tipikor.
Menurut Majelis Hakim, Pasal 12 B UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 bukan merupakan delik suap, melainkan delik gratifikasi. Maka tidak ada ancaman pidana bagi pemberi gratifikasi.
Tak terima dengan vonis bebas tersebut, KPK mengajukan kasasi. Namun kasasi itu ditolak MA. Artinya memperkuat vonis bebas Samin Tan sebagaimana putusan Pengadilan Tipikor Jakarta.
ADVERTISEMENT
"Tolak," demikian bunyi amar putusan kasasi dikutip dari laman resmi MA, Senin (13/6).
Bertindak sebagai ketua majelis Suhadi dengan anggota Suharto dan Ansori. Putusan itu diketok pada 9 Juni 2022 dengan panitera pengganti Dwi Sugiarto.
Samin Tan: dari Buron hingga Bebas
KPK menetapkan Samin Tan sebagai tersangka pada 1 Februari 2019. Namun, ia baru dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka pada 2 Maret 2020. Surat pemanggilan sudah dikirimkan pada 28 Februari 2020.
Surat kedua disampaikan pada 2 Maret 2020 untuk diperiksa pada 5 Maret 2020. Namun, Samin Tan tak memenuhi panggilan itu. Ia mengirimkan surat dengan alasan sakit disertai keterangan dokter.
Dalam surat itu, Samin Tan mengkonfirmasi akan hadir pada 9 Maret 2020. Namun di hari yang dijanjikan, Samin Tan kembali meminta penundaan dengan alasan masih sakit dan butuh istirahat 14 hari disertai keterangan dokter.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, pada 10 Maret 2020, KPK menerbitkan surat perintah penangkapan Samin Tan. KPK kemudian mencari Samin di sejumlah tempat, di antaranya 2 rumah sakit di Jakarta, apartemen di kawasan Jaksel, dan beberapa hotel di Jaksel.
Namun keberadaan Samin Tan tak ditemukan hingga akhirnya ditetapkan sebagai buronan pada 17 April 2020. Angin segar berembus. Samin Tan, ditangkap pada 5 April 2021 atau hampir setahun buron. Dia ditangkap di sebuah kafe di Jakarta.
"Kalau enggak salah terakhir itu dia sedang di kafe, entah dia minum kopi, kalau enggak salah sama anak buahnya ya," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Irjen Pol Karyoto.
Samin Tan pun kemudian menjalani pemeriksaan dan langsung ditahan. Proses penyidikan dilewati hingga masuk proses persidangan.
ADVERTISEMENT
Namun pada 'babak akhir', setelah pelarian dan proses panjang itu, Samin Tan justru dibebaskan hakim.
Jejak Kasus Samin Tan
Keterlibatan Samin Tan dengan KPK merupakan pengembangan kasus dugaan suap pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau-1 (PLTU-MT Riau-1) yang menjerat Eni Maulani Saragih selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR saat itu.
Samin Tan ditetapkan sebagai tersangka usai penyidik KPK menemukan adanya dugaan pemberian suap kepada Eni Saragih sebesar Rp 5 miliar. Sebelumnya, dugaan Samin Tan memberikan Rp 5 miliar kepada Eni Saragih sudah santer dalam proses penyidikan dan persidangan.
Samin Tan diduga memberikan suap kepada Eni terkait pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) di Kementerian ESDM.
ADVERTISEMENT
Perkara suap Samin Tan bermula pada Oktober 2017 saat Kementerian ESDM melakukan terminasi atas PKP2B PT AKT. Sebelumnya diduga PT BLEM yang dimiliki Samin Tan telah mengakuisisi PT AKT.
Samin Tan diduga meminta bantuan sejumlah pihak, termasuk Eni Saragih, terkait permasalahan pemutusan PKP2B Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.
Eni Saragih menyanggupi permintaan bantuan Samin dengan berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM. Bantuan yang diberikan Eni Saragih terkait penggunaan forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM. Posisi Eni saat itu sebagai anggota panitia kerja Minerba di Komisi VII DPR.
Dalam proses penyelesaian tersebut, Eni Saragih diduga meminta sejumlah uang kepada Samin, untuk keperluan Pilkada suaminya di Kabupaten Temanggung.
ADVERTISEMENT
Samin Tan menyanggupinya dan memberikan uang senilai Rp 5 miliar dalam 2 tahap, yakni 1 Juni 2018 sebanyak Rp 4 miliar dan pemberian kedua pada 21 Juni 2018 sebanyak Rp 1 miliar.
Eni Saragih yang terlebih dulu menjalani sidang. Hakim menyatakan Eni Saragih terbukti menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo sebesar Rp 4,75 miliar, dalam beberapa tahap. Suap diberikan agar Eni dapat membantu perusahaan Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1.
Eni Saragih pun terbukti telah menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha yang berkaitan dengan mitra kerja dari Komisi VII. Total yang ia terima sebesar Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu atau setara Rp 419.200.000 (SGD 1 = Rp 10.480). Salah satunya ialah Rp 5 miliar dari Samin Tan.
ADVERTISEMENT
Putusan ini yang kemudian mendasari vonis bebas Samin Tan. Sebab, pemberian uang dari Samin Tan itu dinyatakan sebagai gratifikasi Eni Saragih.
Kasus ini turut menjerat eks Dirut PLN Sofyan Basir serta mantan Sekjen Golkar Idrus Marham. Idrus Marham awalnya dihukum 5 tahun penjara yang belakangan dipotong hukumannya oleh MA menjadi 2 tahun penjara. Saat ini, ia sudah bebas.
Sementara Sofyan Basir dinyatakan tidak terlibat dalam perkara ini oleh hakim. Ia divonis bebas.
Live Update