Mahasiswa Tewas hingga Surat Terbuka Tak Buat Jokowi Teken Perppu KPK

2 Desember 2019 17:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gedung KPK. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung KPK. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Gelombang demonstrasi yang meminta agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK nampaknya tak dihiraukan. Jokowi melalui juru bicaranya, Fadjroel Rahman, menyebut Perppu KPK tidak akan diterbitkan.
ADVERTISEMENT
Keputusan itu dianggap telah melawan aspirasi masyarakat yang menginginkan adanya Perppu KPK. Sebab UU KPK hasil revisi dianggap telah melemahkan KPK dan menghambat pemberantasan korupsi.
Sejumlah lembaga survei juga menyatakan keinginan masyarakat agar Perppu KPK diterbitkan. Seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyebut 76,3 persen masyarakat mendukung Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.
Lalu, survei Paramater Politik Indonesia, menyatakan 47,7 persen masyarakat menginginkan Jokowi menerbitkan Perppu agar UU KPK hasil revisi tidak berlaku. Sementara 39,3 persen sisanya menolak adanya Perppu.
"Revisi UU KPK yang menuai banyak protes tidak hanya dari masyarakat sipil, tokoh-tokoh masyarakat, mahasiswa, dan penelitian oleh lembaga-lembaga survei atas keinginan masyarakat agar Presiden mengeluarkan Perppu. Tetapi nampaknya Presiden berani melawan aspirasi dan keinginan masyarakat," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, kepada wartawan, Senin (2/12).
Dosen FH Universitas Tri Sakti, Abdul Fickar Hadjar diwawancarai usai Diskusi bertajuk ‘Rombongan Koruptor Mengajukan PK’ di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (13/3). Foto: Ajo Darisman/kumparan
Sebelum UU hasil revisi itu diketok DPR, gelombang perlawanan agar beleid KPK tidak direvisi telah dilakukan sejumlah elemen masyarakat mulai dari pegiat antikorupsi, tokoh bangsa, hingga mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Arus perlawanan atas revisi UU KPK tak berhenti ketika DPR secara resmi mengesahkannya pada 17 September 2019 lalu.
Sejumlah mahasiswa dan elemen masyarakat tetap menyurakan penolakan terhadap UU KPK hasil revisi dan meminta diterbitkannya Perppu.
Aksi demonstrasi itu bahkan telah menelan 5 korban jiwa. Mereka ialah Bagus Putra Mahendra (15), Maulana Suryadi (23), Akbar Alamsyah (19), Randy (22), dan Yusuf Kardawi (19).
"Lima nyawa sudah dikorbankan untuk upaya agar presiden mengeluarkan Perppu, lalu presiden sama sekali tidak mempertimbangkan lima nyawa ini begitu UU disahkan," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PuSaKo) Universitas Andalas, Feri Amsari, dalam diskusi di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu (3/11).
Direktur Pusako Universitas Andalas, Feri Amsari Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Penolakan terhadap UU KPK baru dan dukungan agar Perppu terbit juga datang dari sekitar 200 ekonom. Mereka bahkan membuat surat terbuka yang ditujukan untuk Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
Isi dari surat terbuka tersebut di antaranya 'memohon kepada Bapak Presiden untuk mengeluarkan Perppu untuk membatalkan RUU KPK atau semakin memperkuat KPK'.
Abdul Fickar menilai para ekonom juga memahami pentingnya kepastian hukum, terutama tentang perilaku korupsi yang mengganggu iklim usaha.
Menurut Fickar, seharusnya surat terbuka dari para ekonom itu jadi pertimbangan lain bagi Jokowi untuk menerbitkan Perppu KPK. Sehingga visi-misi Jokowi di bidang ekonomi dapat terwujud. Namun nampaknya harapan itu bertepuk sebelah tangan.
"Jadi jelas presiden sudah tidak mempunyai komitmen pemberantasan korupsi, lebih mengutamakan orientasinya pada ekonomi. Padahal juga kegiatan-kegiatan ekonomi itu sangat berpotensi banyak korupsinya. Bahkan arahnya supaya kegiatan ekonomi tidak diganggu," ujarnya.
Sementara itu Analis Hukum Tata Negara dan Direktur HICON Law & Policy Strategies, Hifdzil Alim, mengatakan belum diterbitkannya Perppu bukan semata urusan hukum, melainkan urusan politik.
ADVERTISEMENT
"Secara hukum, Perppu adalah kewenangan presiden. Syarat Perppu limitatif. Hemat saya, ini semata bukan soal hukum an sich, ini soal politik. Presiden terlalu berat ke politik praktis soal dukungan parlemen terhadap pemerintahannya," kata Hifdzil.
Hifdzil Alim Foto: Dok. Istimewa
Menurut dia, Jokowi terkesan lambat mengambil tindakan untuk menyelamatkan KPK. Sehingga Jokowi tidak terlalu bagus citranya di kalangan masyarakat sipil.
Sebaliknya, citra Jokowi baik di mata parlemen karena dianggap tidak plin-plan dalam upaya revisi UU KPK.
Namun Hifdil menyarankan agar Jokowi berpihak pada masyarakat sipil.
"Saya kira dalam sistem presidensial, presiden perlu menunjukkan posisinya sebagai presiden. Dia perlu mengambil jalan bersama maayarakat sipil," tegasnya.
Sebeumnya jubir Jokowi, Fadjroel Rachman, menyebut Perppu KPK tidak akan terbit karena UU itu sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK), termasuk oleh 3 pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
Namun pernyataan Fadjroel itu dibantah Menko Polhukam Mahfud MD. Mahfud menegaskan saat ini Jokowi masih memantau proses uji materi UU KPK baru di Mahkamah Konstitusi (MK). Sehingga, kata dia, Jokowi belum memutuskan apakah akan mengeluarkan Perppu KPK atau tidak.
Presiden Joko Widodo saat sidang kabinet paripurna perdana di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019). Foto: Dok. Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
"Presiden mengatakan belum memutuskan untuk keluarkan atau tidak keluarkan Perppu, karena UU-nya masih diuji di Mahkamah Konstitusi," kata dia.
"Presiden juga tidak ingin nanti MK memutus hal yang sama untuk apalagi Perppu kan gitu," tutupnya.