Mahasiswa UGM Heran Rektor Tak Segera Sahkan Aturan Kekerasan Seksual

17 Desember 2019 19:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rektor UGM, Panut Mulyono. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rektor UGM, Panut Mulyono. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
zAliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mendesak Rektor UGM Panut Mulyono segera mengesahkan peraturan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
ADVERTISEMENT
Ketua Tim Perumus Kebijakan Peraturan, Muhajir Muhammad Darwin merasa heran beleid itu tak kunjung disahkan. Padahal, kata Muhajir, sudah berbulan-bulan draf aturan itu telah final.
“Saya juga bingung. Malah frustrasi juga. Kenapa sih? Ada apa dengan itu? Karena, kalau tidak setuju, kan, bisa diungkapkan secara terbuka kepada kami sebagai penyusun. Kan, kami bisa dipanggil oleh tim rektor, senat, diminta untuk menjelaskan, kemudian mereka bisa memberikan komentar kekurangan di sini, kelemahan di sini, gitu kan enak,” kata Muhajir saat dihubungi, Selasa (17/12).
Muhajir menjelaskan draf peraturan tersebut telah diserahkan kepada rektor enam bulan lalu. Setelah draft diserahkan belum ada informasi apapun sampai saat ini. Info soal sejauh mana progres draft tersebut juga tak ada kabar.
ADVERTISEMENT
“Saya sudah sering ditanya wartawan. Ditanya mahasiswa. Saya juga tidak tahu karena mandat yang diberikan rektor kepada kami kan menyusun. Dan, draf sudah tersusun. Untuk draf tersebut sudah beberapa kali dipresentasikan di beberapa forum untuk mendapatkan saran, masukan, dan sebagainya. Dan, kita sudah mendapatkan masukan yang banyak,” kata dia.
“Drafnya sudah final. Harusnya sejak kita serahkan itu hanya 2-3 bulan dari itu,” katanya.
Menurutnya, semua pihak sudah puas dengan draft tersebut. Selanjutnya nasib draf tersebut berada di tangan rektor. Hanya saja rektor merasa kewenangan tersebut ada di senat. Pascapenyerahan draft itu, Muhajir mengaku belum berkomunikasi langsung dengan rektorat.
“Komunikasi secara tidak langsung. Karena, kami tidak pernah dipanggil. Kami juga tidak meminta audiensi secara formal. Tetapi, kesempatan kami ketemu rektor kan sering. Rektor selalu mengatakan bahwa ini sedang di senat, dan sekarang sedang dilakukan pembahasan review peraturan," ujar Muhajir.
ADVERTISEMENT
Saya mengatakan kepada beliau. Kalau review itu kan sebagian dari pekerjaan kami dulu. Ketika kami menyusun itu, kami sudah membandingkan dengan peraturan rektor sebelumnya agar tidak terjadi overlapping atau inkonsistensi,” imbuhnya.
Penyusunan draf juga telah mengacu pada sejumlah UU. Dia berharap jika draf disahkan dalam bentuk aturan maka akan memperbaiki proses penanganan kekerasan seksual di UGM.
“Ada beberapa hal yang sifatnya preventif maupun kuratif kami masukkan di situ (draf). Yang sifatnya preventif itu menciptakan suatu iklim agar kekerasan seksual tidak terjadi. Salah satunya misal, gender mainstreaming, kita sarankan sebagai kebijakan resmi universitas. Agar semua civitas akademika bisa punya kesadaran gender yang kuat,” kata dia.
Dia mencontohkan, tindakan yang sifatnya kuratif antara lain fasilitasi terhadap korban pelecehan seperti aspek kesehatan, kejiwaan, dan aspek pendampingan hukum. Aspek itu harus disediakan oleh lembaga tertentu yang didirikan universitas.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan pihaknya tidak ingkar janji dan tidak bermaksud mengulur-ulur pengesahan peraturan rektor tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Hanya saja semua prosedur harus dijalankan.
“Kami sama sekali tidak ada niat mengulur-ulur waktu tidak ada niat sama sekali untuk tidak memenuhi janji, begitu. Dan ini hanya masalah waktu saja ketika misalnya besok atau kapan senat akademik rapat kemudian menyetujui ya langsung hari berikutnya keluarkan wong itu draftnya sudah jadi dalam draft peraturan kok,” kata Panut saat ditemui di Hotel Sahid Raya, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (17/12).