Mahfud Kritik Usul Menkum soal Ampuni Koruptor Lewat Denda Damai: Salah Beneran

26 Desember 2024 18:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD menjawab pertanyaan awak media saat ditemui di MMD Initiative, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD menjawab pertanyaan awak media saat ditemui di MMD Initiative, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengkritik pernyataan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas yang menyebut bahwa pengampunan koruptor bisa dilakukan lewat denda damai.
ADVERTISEMENT
Denda damai itu disebut merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Jaksa Agung yang tertuang dalam UU Kejaksaan yang baru.
Mahfud menilai, ucapan Supratman bukan lagi salah kaprah dalam memahami denda damai dalam aturan di UU Kejaksaan tersebut.
"Saya kira [Menkum Supratman] bukan salah kaprah. [Tetapi] salah beneran. Kalau salah kaprah itu biasanya sudah dilakukan, terbiasa meskipun salah. Ini belum pernah dilakukan, kok," ujar Mahfud kepada wartawan, di MMD Initiative, Jakarta Pusat, Kamis (26/12).
Adapun ketentuan terkait denda damai itu tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI. Berikut bunyinya:
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
(k) menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2024). Foto: Zamachsyari/kumparan
Dalam penjelasan aturan itu, yang dimaksud dengan denda damai adalah penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung terhadap perkara tindak pidana ekonomi.
ADVERTISEMENT
Menurut Mahfud, tindak pidana korupsi yang tidak bisa diselesaikan secara damai.
"Mana ada korupsi diselesaikan secara damai. Itu korupsi baru namanya kolusi, kalau diselesaikan secara damai," kata dia.
"Dan itu sudah sering terjadi, kan. Diselesaikan diam-diam antar penegak hukum, penegak hukumnya yang ditangkap kalau diselesaikan diam-diam. Kan banyak tuh yang terjadi," sambungnya.
Dia juga turut menekankan bahwa gagasan Presiden Prabowo Subianto untuk mengampuni koruptor jika mengembalikan hasil korupsinya kepada negara adalah salah.
"Undang-Undang korupsi tidak membenarkan itu, hukum pidana tidak membenarkan itu," terangnya.
Anehnya, lanjut dia, Supratman justru mencari-cari dalil pembenar dalam memberi pengampunan terhadap koruptor tersebut lewat denda damai.
Padahal, kata Mahfud, denda damai tersebut hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi alih-alih terhadap tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
"Denda damai itu hanya untuk tindak pidana ekonomi. Sesuai dengan Undang-Undang tentang Bea Cukai, Undang-Undang Perpajakan, dan Undang-Undang Kepabeanan," ucap eks Ketua MK tersebut.
"Nah, di situ kalau ada orang melanggar pajak atau bea cukai, itu tawar-menawar dulu. 'Oh kamu seharusnya bayar Rp 100 miliar, kok hanya membayar Rp 95 miliar. Nah, sekarang yang Rp 5 miliar ini dikalikan berapa?', itu namanya denda damai," paparnya.
Mahfud juga menegaskan bahwa sebelumnya ada mekanisme yang dilakukan untuk penggunaan denda damai tersebut. Yakni dengan pengajuan izin dari Kementerian Keuangan ke Kejaksaan Agung dengan prosedur yang jelas dan tidak diam-diam.
Kini, dalam UU Kejaksaan yang terbaru, ia menjelaskan bahwa kewenangan Jaksa Agung pun berubah dengan menerapkan denda damai tanpa usul dari instansi terkait.
ADVERTISEMENT
"Tetapi, itu tetap tindak pidana ekonomi, yaitu untuk kepabeanan, untuk pajak, dan untuk bea cukai. Itu diatur di dalam Pasal 35 Undang-undang Kejaksaan Agung yang terbaru," imbuh dia.
"Dan itu jelas di dalam Pasal 35 dan penjelasannya itu hanya untuk tindak pidana ekonomi tertentu. Korupsi enggak masuk," sambungnya.

Pernyataan Menkum Supratman

Supratman menyebut selain pengampunan dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk tindak pidana korupsi, bisa juga diberikan melalui denda damai. Kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung RI lantaran Undang-Undang (UU) tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.
"Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan (memberi pengampunan kepada koruptor) karena Undang-Undang Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu," kata Supratman dikutip dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/12) lalu.
ADVERTISEMENT
Menkum mengatakan implementasi denda damai masih menunggu peraturan turunan dari Undang-Undang tentang Kejaksaan. Pemerintah dan DPR telah sepakat bahwa peraturan turunannya dalam bentuk peraturan Jaksa Agung.
“Peraturan turunannya yang belum. Kami sepakat antara pemerintah dan DPR, itu cukup peraturan Jaksa Agung,” lanjutnya.
Supratman menjelaskan bahwa sekalipun peraturan perundang-undangan memungkinkan pengampunan kepada koruptor, tetapi Presiden bersikap sangat selektif dan berupaya memberikan hukuman yang maksimal kepada para penyebab kerugian negara tersebut.