Mahfud MD: Ada Ribuan Laporan Masalah Tanah Seperti Kasus Dino Patti Djalal

26 Februari 2021 16:59 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkopolhukam Mahfud MD menggelar rapat terbatas bersama TGPF kasus penyerangan di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Foto: Humas Kemenkopolhukam
zoom-in-whitePerbesar
Menkopolhukam Mahfud MD menggelar rapat terbatas bersama TGPF kasus penyerangan di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Foto: Humas Kemenkopolhukam
ADVERTISEMENT
Kasus tanah yang dialami keluarga eks Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal, menjadi perhatian banyak pihak, termasuk Menko Polhukam, Mahfud MD. Dalam kasus tersebut, sertifikat rumah milik Ibu Dino Patti tiba-tiba berganti kepemilikan. Padahal, Dino menyebut Ibundanya tak pernah menjual rumah ke siapa pun.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, Polda Metro Jaya mengungkap adanya sindikat mafia tanah yang menyerobot kepemilikan rumah Ibunda Dino Patti. Setidaknya ada 15 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, termasuk sang otak mafia tanah, Fredy Kusnadi.
Mahfud MD menyatakan, banyak kasus serupa seperti yang dialami keluarga Dino Patti. Ia menyebut laporan ke Kemenko Polhukam mengenai sertifikat tanah rakyat dan tanah negara yang tiba-tiba berubah kepemilikan jumlahnya mencapai ribuan.
"Masalah misal banyak tanah negara, tanah rakyat, itu tiba-tiba berpindah kepada perusahaan, pengembang. Kasus Dino Patti Djalal Ibunya enggak pernah merasa jual tanah tiba-tiba sertifikatnya berganti laporan ke sini banyak, ribuan yang seperti itu," ujar Mahfud Saat berbincang dengan jurnalis senior Wahyu Muryadi, seperti dikutip dari akun YouTube whytv official, Jumat (26/2).
Pendiri Foreign Policy Community Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
"Saya bayangkan, kapan selesainya. Selesaikan satu kasus enggak cukup sebulan, kalau ribuan dan terjadi di mana-mana," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Mahfud, persoalan mengenai tanah memang sulit penyelesaiannya. Bahkan bila pemilik yang sah menang di pengadilan, eksekusi tanah belum tentu bisa dilakukan.
"Ada yang inkrah enggak bisa dieksekusi karena yang dibawa orang kuat. Ada sudah inkrah ini tanah rakyat, tanahnya (ternyata) sudah enggak ada, sudah jadi mal," ucapnya.
Terlebih, hal yang membuat Mahfud geleng-geleng kepala, ketika putusan pengadilan mengenai kasus tanah berbeda-beda.
Ilustrasi meja pengadilan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
"Yang gila lagi, putusan pengadilan beda-beda. Misal Anda menang pengadilan, ini berdasar (putusan) pengadilan negeri hak saya turun menurun, tiba-tiba di PTUN kalah. BPN di PTUN kalah, enggak bisa dieksekusi bertahun-tahun itu banyak sekali," kata Mahfud.
Untuk menuntaskan banyaknya laporan mengenai tanah tersebut, Mahfud meneruskannya ke kementerian/lembaga terkait.
ADVERTISEMENT
"Saya baca (laporan) lalu teruskan ke misal ke Kejati NTB, dikawal laporan jalan, tapi memang lama kalau soal hukum," tutupnya.