Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ADVERTISEMENT
Pemerintah saat ini masih merampungkan penyusunan Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja untuk diajukan ke DPR. Hal itu dilakukan guna menyederhanakan regulasi di Indonesia yang dianggap menghambat perekonomian.
ADVERTISEMENT
Namun ada penolakan dari kelompok buruh. Di antaranya Gerakan Buruh Untuk Rakyat (Gebrak) hingga Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Mereka menilai rancangan Omnibus Law akan menghilangkan perlindungan serta kepastian bagi para pekerja.
Menanggapi penolakan tersebut, Menkopolhukam Mahfud MD menilai wajar karena setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pasti memunculkan pro dan kontra.
"Ya enggak perlu respons. Apa ada sesuatu yang tidak ada yang menolak. Begitu dilempar ada yang setuju, ada yang tidak," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (9/1).
Dia menyebut hal itu bagian dari demokrasi. Baginya, yang terpenting mendiskusikannya secara menyeluruh agar bisa mencari solusi yang terbaik.
"Itulah perlunya demokrasi kan? Enggak apa-apa. Diskusikan saja asal rasional boleh menolak. Nanti kalau tidak rasional kalah juga di dalam proses pembahasan," jelasnya
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, KSPI menilai Omnibus Law bukan cara terbaik untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Sebaliknya, justru menimbulkan hilangnya upah minimum dan pesangon pekerja.
Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan, setidaknya lima hal mendasar dalam Omnibus Law yang perlu dikritik. Mulai soal Omnibus Law menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, penggunaan outsourcing makin marak, lapangan pekerjaan bisa diisi Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tak terampil dan jaminan sosial yang terancam hilang.