Mahfud MD: Dulu yang Curang di Pemilu Birokrasi, Sekarang Antarpartai

21 Maret 2023 12:14 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Simposium nasional terkait kedamaian menuju pemilu, dihadiri Menkopolhukam Mahfud MD di Sekolah Partai PDIP.  Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Simposium nasional terkait kedamaian menuju pemilu, dihadiri Menkopolhukam Mahfud MD di Sekolah Partai PDIP. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
Menko Polhukam Mahfud MD menghadiri acara simposium nasional dengan tema 'Kedamaian Berbangsa Menuju Pemilu 2024 Tanpa Politisasi Agama' pada Selasa (21/3).
ADVERTISEMENT
Acara itu diselenggarakan DPP PDI Perjuangan dan Baitul Muslimin Indonesia.
Mahfud menyinggung Pemilu di Indonesia yang saat ini semakin baik. Sebab Pemilu di Indonesia kini semakin terbuka dan banyak lembaga hukum yang mengawasinya bersama masyarakat.
"Kalau saya ukur, sekarang ini, Pemilu sudah jauh bagus dari Orde Baru, dulu tidak independen," kata Mahfud.
Ilustrasi Pemilu. Foto: Shutterstock
Eks Ketua MK itu membeberkan bagaimana Pemilu ketika Orba begitu kelam dan buruk. Mahfud menyebut, Pemilu era Orba tidak jujur dan adil.
"Dulu Orba, Pemilu tidak jurdil. Maka kita masukin jurdil. Rakyat punya MK, Bawaslu, pengadilan. Itu jurdilnya. Sehingga Pemilu karena ingin cari pemimpin bersama, hasilnya diterima sama-sama," ucap dia.
Mahfud juga menyinggung kecurangan yang masih terjadi tiap Pemilu. Ia tak menampik kecurangan memang masih ada.
ADVERTISEMENT
"Sekarang yang curang antarpartai, bukan pemerintah. Dahulu yang curang Golkar, TNI, birokrasi untuk menentukan kemenangan," kata Mahfud.
"Sampai Pemilu (1997) terakhir lucu. Diundang-undangkan di DPR ada 11 komisi dan disebut setiap partai harus ada wakilnya satu. PDI waktu itu dikerjain, cuma dapat 10 padahal harusnya 11. Pak Harto (Suharto) Akhirnya Gubernur Sumut (Raja Inal Siregar) umumkan PDI tambah 1 kursi, ingat ya Pemilu tahun 1997 waktu itu PDI pecah," tutur dia.
Lebih jauh, Mahfud mengatakan sekarang setelah reformasi, siapa pun bisa menjadi calon presiden dengan usulan dari parpol. Hal ini berbanding terbalik saat era Orba.
"Kalau dulu ditangkap kalau calonnya bukan Pak Harto. Sawito kartowibowo (pegawai di Departemen Pertanian Bogor) ditangkap karena bilang presiden harus ganti. Sekarang usul sendiri, buat survei sendiri boleh," kata Mahfud.
ADVERTISEMENT