Mahfud: Penyelundupan Emas Rp 189 T Masuk dalam Transaksi Mencurigakan Rp 349 T

29 Maret 2023 23:58 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Polhukam yang juga Ketua Komite TPPU Mahfud MD memberikan paparan saat mengikuti rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (29/3/2023). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menko Polhukam yang juga Ketua Komite TPPU Mahfud MD memberikan paparan saat mengikuti rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (29/3/2023). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Mahfud MD, menjelaskan soal temuan pencucian uang Rp 189 triliun oleh PPATK. Temuan ini sudah disampaikan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) karena terkait dengan bea cukai dan pajak.
ADVERTISEMENT
Temuan ini terkait dugaan impor emas ke dalam negeri yang dilakukan oleh 15 entitas. Entitas merujuk kepada pihak terkait. Saat pemaparan di depan Komisi III DPR RI dalam rapat pada Rabu (29/3), Mahfud menyebut bahwa emas itu dimasukkan ke dalam negeri dengan dilaporkan sebagai emas mentah.
Mahfud mengatakan, impor emas batangan ini mahal, sehingga harus dikenai cukai. Namun, dalam temuan PPATK, laporan impor emas itu diubah menjadi seolah-olah emas mentah. Padahal, emas itu merupakan emas jadi.
Dalam penelusuran kepada pihak terkait, PPATK mendapat jawaban bahwa emas itu mentah. Pengakuannya diolah di Surabaya. Namun setelah ditelusuri, hal tersebut fiktif.
Transaksi mencurigakan ini kemudian dilaporkan oleh PPATK kepada Kemenkeu sebagai penyelidik tindak pidana asal di bidang kepabeanan bea cukai dan pajak tersebut. Laporan disampaikan pertama pada 2017.
ADVERTISEMENT
"Surat yang asli semula itu dikirimkan by hand yang ditandatangani orang pajak, yang menyerahkan. Di sini kasus mengenai tadi, Rp 189 Triliun. Ini tidak bisa diserahkan dengan surat karena sangat sensitif. Oleh sebab itu diserahkan by hand. Bertanggal 13 November 2017," kata Mahfud di depan Komisi III DPR RI, Rabu (29/3).
Mahfud menyebutkan siapa saja yang menandatangani penyerahan temuan tersebut.
"Ini yang menyerahkan, Bapak Badaruddin (eks Kepala PPATK), Bapak Dian Ediana (eks Wakil Kepala PPATK), kemudian Heru Pambudi dari Bea Cukai, Dirjen Bea Cukai. Lalu Sumiati Irjennya. Kemudian Rahman dari Irjen, Widiarto Bea Cukai, ini ada tandatangannya semuanya ini bahwa tahun 2017 kasus ini masuk," kata Mahfud.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers usai pertemuan dengan Menkopolhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (20/3/2023). Foto: Thomas Bosco/kumparan

Dugaan Laporan Tak Didalami

Mahfud mengatakan, sejak laporan itu dimasukkan pada 2017, tidak ada tindaklanjutnya. Hingga pada 2020 PPATK mengirimkan surat baru. Namun lagi-lagi laporan belum diselesaikan. Hingga akhirnya dilakukan pertemuan dengan Kemenkeu.
ADVERTISEMENT
Mahfud sebelumnya menyebut dalam pertemuan itu dihadiri Menkeu Sri Mulyani dan juga pejabat eselon 1 Kemenkeu. Belakangan dia meralatnya. Pertemuan itu disebutnya dihadiri Wakil Menteri Keuangan dan eselon 1 Kemenkeu yakni Irjen. Tak dibeberkan kapan pertemuan itu dilakukan.
"Nah ketika surat baru ini ditanya, kita ketemu dengan Kemenkeu. Ini yang saya ralat sedikit, di situ bilang ada Sri Mulyani lalu Irjen bilang surat itu tidak ada (surat PPATK), bukan Sri Mulyani, yang wakil (Wamenkeu). Ini saya ralat. Waktu itu ada Wamenkeu, Irjen bilang surat itu enggak ada," kata Mahfud.
Lalu surat dari PPATK 2020 ditunjukkan dalam pertemuan tersebut. Barulah saat itu ditelusuri kembali soal laporan tersebut.
"Bahwa kasus penyelundupan emas itu, pelanggaran bea cukai itu. Ini 2017 ditutup, sehingga kami kirim lagi surat itu. Lalu dibilang tidak ada di hadapan wakil menteri. Lalu dicari ketemu, itu yang dipakai untuk menjelaskan oleh ibu Sri Mulyani," kata Mahfud.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada follow-up?" tanya salah satu anggota DPR Komisi III.
"Tidak ada sejak 2017. Bahkan diterangkan Ibu Sri Mulyani 2 hari lalu, kami cek ke sana tidak ada tindakan terhadap bea cukainya. Hanya pajaknya ini. Tindakan bea cukai kok hartanya banyak tapi pajakmu sedikit. Lalu dihitung pajaknya suruh nambah pajak saja," kata Mahfud.
"Izin pak mahfud, pajak aja dikejar itu?" tanya anggota DPR lainnya.
"Pajak kan sedikit," jawab Mahfud.
"Indikasi TPPU-nya?" tanya anggota DPR itu.
"Dilepas," jawab Mahfud.
"Rp 180 T itu di luar Rp 349?" tanya Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem Taufik Basari.
"Di dalam. Kita kan sebut Rp 349, lalu Bu Sri Mulyani mengambil satu contoh yang gede," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Saat topik tersebut tengah hangat dibahas, rapat ditutup karena mengingat waktu yang sudah larut. Rencananya rapat akan kembali digelar oleh Komisi III DPR RI dengan menghadirkan kembali Mahfud MD, PPATK dan Kemenkeu.